Prolog

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

      Di dalam sebuah ruang interogasi yang dilengkapi kaca dua arah dan microphone tersembunyi, seorang detektif usia pertengahan dua puluh tahun frustasi menghadapi seorang tersangka.

      “Apa alasan kamu membunuh wanita itu?” Matanya intens menatap tersangka yang umurnya sama persis seperti adik bungsunya yang sedang mengenyam pendidikan akhir tingkat menengah atas.

      “Sebagai orang yang berkecimpung di dunia kriminal, menurut Anda, alasan saya apa?” Anak itu menantang balik dirinya yang sudah hampir dua jam mencoba mengorek informasi dari pelaku, namun tidak membuahkan hasil sama sekali. Anak itu pandai berkilah. Tatapannya yang tenang dan tidak menyiratkan apa pun mengalahkan sang detektif yang terkenal mahir membaca ekspresi di divisinya.

      Sang detektif semakin dibuat frustasi memilih meninggalkan tersangka. Dia keluar dan menghembuskan napas sekeras-kerasnya. Kasus yang dipimpinnya tidak terlalu besar, tapi pelaku yang dihadapinya menyuliti jalannya proses hukum.

      “Jadi, dia masih bungkam?” Tanya rekannya yang lantas memberikan segelas kopi hangat.

      “Anak itu bagai nggak berjiwa,” dia menatap si pelaku lewat kaca besar di depannya. Anak itu duduk tegap dan penuh percaya diri. “baru kali ini gua ngehadapin pelaku sedingin itu. Auranya juga kosong,” sekali lagi ia buang napas sia-sia. “udah ketemu identitas lengkapnya?”

      “Namanya Gesa Wilhelma, bagian terpentingnya,” rekannya tampak ragu melanjutkan. “Dia satu sekolah sama Arion Adhitama.”

      “Adek gua?” Rekannya mengangguk.   

»»»»»

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro