I - Labirin Kematian

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cerita ini dirangkai bersama di Distrik Ignis dan didedikasikan untuk hunterspin88

***

Jaman kegelapan sudah mulai berkembang, dan meninggalkan jaman kuno dengan sejuta teka-teki, sehingga memicu komunitas-komunitas kegelapan yang memiliki tujuan dan maksud masing-masing. Komunitas dengan sejuta pengikut tanpa pandang umur, tapi komunitas ini adalah komunitas yang bersatunya para mereka pemilik dan penyuka rintangan mematikan. Kalimantan Timur yang sudah menjadi Ibu Kota kini memiliki dua komunitas yang begitu terkenal, kuat dan juga hebat. Dua komunitas itu berasal dari Samarinda yan memiliki nama komunitas yaitu SARITY yang memiliki singkatan Samarinda Riddle Community. Sedangkan komunitas yang mejadi saingan SARITY adalah BAPAN Creepy yang memiliki arti yaitu Balikpapan Creepy. Ya komunitas ini berasal dari Balikpapan.

Dua komunitas ini di ketuai oleh saudara sedarah, yang dimana SARITY di ketuai Ara dan wakilnya adalah Raja dan BAPAN Creepy di ketuai oleh Elzenn dan yang menjadi wakil adalah Zikry. Sampai akhirnya Ara dan Elzenn menemukan sebuah buku kuno bersejarah yang ada di perpustakaan rumah mereka. Karena rasa penasaran dengan isinya, dua bersaudara tersebut memutuskan untuk membacanya. Namun, di waktu yang berbeda. Satu hal yang membuat dua bersaudara itu semakin penasaran setelah menemukan sebuah peta yang mengarah ke Suku Bugis. Setelah melihat buku itu, Elzenn memutuskan untuk kembali pulang ke Balikpapan dengan alibi tugas kulihanya banyak.

Dengan menyusun rencana yang begitu rapih, akhirnya dua komunitas itu berangkat ke tanah Bugis dengan waktu yang sama tapi dengan kendaraan yang berbeda. Komunitas SARITY yang membawa anggota Awang, Wara, Raja, Raka dan juga Ara sebagai ketua mereka, sedangkan BAPAN Creepy membawa anggota Elzenn sebagai ketua, Didy, Andra, Bryan dan salah satu mahasiswa Aktif dari Institut Teknologi Kalimantan, Zikry. Tanpa disangka, dua komunitas ini bertemu di tanah Bugis secara bersamaan dan itu berhasil menumbuhkan Kembali rasa persaingan. Tapi, bukan ketua yang mengawali persaingan akan tetapi anggota masing-masing komunitas.

Elzenn, Zikry dan Ara pun akhirnya memutuskan dalam misi ini akan bersaing secara sehat dan juga saling bantu satu sama lain tanpa menumbuhkan pemecahan atau pertengkaran. Setelah semua anggota saling setuju, Ara dan Elzenn pun membagikan hologram ke masing-masing anggotanya, dan hologram ini sebagai alat komunikasi mereka.

***

Tujuan mereka ke tanah Bugis ini adalah menuju ke labirin bawah tanah untuk memecahkan beberapa misi, sesuai informasi yang mereka dapat juga, sampai saat ini belum ada yang bisa memecahkan misi ini, dan mereka pun berakhir tragis. Dengan informasi itu, rasa ambisi dua komunitas ini semakin besar dan semakin nekat. Pintu labirin bawah tanah sudah ada di depan mata, mereka semakin memantapkan hati dan akhirnya masuk ke dalam dengan rasa kagum ketika melihat isinya yang masih sangat kental dengan budaya kuno nya.

Selama menyusuri labirin, kedua komunitas ini juga melihat ke sekeliling untuk mendapatkan sesuatu yang mungkin bisa membawa mereka ke tujuan utamanya yaitu harta karun kematian. Selama itu juga, mereka merasa tak ada yang aneh pula, sampai akhirnya Raka dan juga Wara mendahului yang lain dan Seketika jeritan dari mereka terdengar begitu keras.

"Arghhh. Tolong kami!" Suara jeritan itu hilang dan diiringi oleh runtuhnya tanah dari atas.

Semua spontan terkejut. Tak sempat menyelamatkan kedua rekan tersebut. Raka dan Wara tertimbun tanah dengan tragis. "Jangan!"

Salah satu tangan Ara menghalangi Raja dan Awang untuk diam di tempat. Ara melihat sekeliling labirin. Alisnya mengkerut bingung setelah melihat tulisan asing kuno di papan tulis kecil yang tergantung di dinding labirin. "ᨉᨙᨊᨙ"

ᨉᨙ ᨊᨙ ; Aksara Lontara, yang dikenal Aksara Bugis. Artinya; jatuh. Teka-teki yang sudah melenyapkan dua manusia, tak ada satu pun di antara mereka yang tahu artinya.

"Saya tidak mengerti maksudnya!" Ara menunjuk tulisan yang berjarak 3 sentimeter dari mereka. Kedua rekannya mengernyit, bingung.

Zikry mencoba memahami maksud tulisan asing tersebut. "Ah, saya mengerti." Zikry mencoba melangkahkan kakinya perlahan-lahan ke permukaan tanah yang telah mengubur dua lawannya. "Mereka pantas menerimanya!"

"Apa yang kamu katakan, Zik!" bantah Elzenn. Baginya, Zikry tak harus mengucapkan perkataan menyakitkan itu.

"Dasar tidak punya hati!" Satu pukulan mendarat ke wajah Zikry. Raja berhasil membuat pipi Zikry perih dan memerah. Awang berusaha menahan rekannya agar tidak terbawa emosi yang bisa mecelakai Zikry.

"Tanpa mereka, kita tidak bisa melewati labirin sempit ini, ayo, Zenn!" Zikry menarik lengan Elzenn, bersama anggota mereka lainnya pergi ke ruang selanjutnya.

Ara menatap tanah yang sudah rata, kedua rekannya lenyap dalam sekejap. Kesedihan terlihat jelas di wajahnya.

"Ara, kita akan tetap lanjut?" tanya Awang, tubuhnya gemetar ketakutan.

"Kita sudah kehilangan dua rekan kita!" bentak Raja dengan nafas memburu.

Ara membuang nafas berat. Lalu mengambil posisi tengah di antara kedua rekannya, ia meletakkan kedua tangannya di bahu Awang dan Raja. "Kita telah kehilangan dua rekan kita, kalian jangan jadi pengecut. Lebih baik mati daripada menyerah!"

Awang dan Raja tertegun mendengarnya. Keberanian mereka kembali hidup. Ara berhasil membuat mereka kembali melangkah bersamanya.

***

Mereka terus menelusuri labirin, beberapa ruangan telah terlewati tanpa adanya teka-teki dan jebakan. Namun, kali ini mereka kembali dikejutkan dengan tulisan kuno lagi.

"ᨓᨗ "

Sungguh aneh. Komunitas BAPAN Creepy yang sudah sampai ke ruang ini mematung, terdiam seribu bahasa.

"Apa ini?" tanya ketua, Elzenn. Tak ada satu pun anggotanya menjawab.

"Wah, wah, wah." Ara datang bersama kedua rekannya. Ia tersenyum miring dengan tangan terlipat di bawah dada.

" Kini, semua menjadi bisu!" Ledek Raja.

Ara menatap dalam-dalam tulisan kuno itu. Perlahan ia melangkahkan kaki mendekati tulisan bersama kedua rekannya.

"Ara, jangan!" Elzenn, sang Kakak berupaya menghentikannya, tapi Ara tak ingin mendengarnya.

"Kamu nanti mati, Ara!" ucap Zikry, sedikit panik.

Ara, Raja, dan Awang, berhasil melihat tulisan itu dengan jarak sangat dekat. Aneh, tidak ada jebakan apapun. Elzenn, Zikry, Didy, Andra, dan Bryan, saling berjaga. Mereka membentuk lingkaran saling membelakangi. Jantung mereka berdetak cepat, keringat dingin membasahi tubuh mereka.

Ara menyentuh tulisan kuno, kemudian membalikkan papan gantung itu. Mata Ara terbelalak. Ternyata tulisan itu tak hanya di depan papan, tapi di belakang juga.

"Berjalinan tangan."

***

"Jadi? Apa kita harus melakukan itu?" Ara mengerutkan dahi mendengar ucapan Bryan.

"Maksud–"

"Udah deh, Ra." Didy menyela ucapan Ara. "Buat apa kita melakukan hal konyol seperti ini?"

Elzenn mengeram seraya mengepalkan tangan, "lebih baik diam atau mati?" Penekanan kata 'mati' membuat nyali Andra ciut. Ia menelan ludah seraya berkata, "Dy, aku mohon. Jangan membantah. Kamu lihat 'kan? Dua teman kita mati."

Didy tersenyum culas, "Dra, mereka mati itu takdir nggak ada sangkut pautnya sama kita!" pungkas Didy. "Aku mundur!"

"Ayo berpegangan!" Awang menutup mata rapat-rapat. Merapalkan doa dalam hati sampai doa makan pun ia baca.

"Cih, dasar manusia lemah!" Bryan menyenggol bahu Awang hingga pemuda itu mengaduh. "Pantas saja, manusia lemah seperti kamu diinjak-injak. Coba lihat!" Bryan memberi jeda. Mengamati penampilan Awang dari ujung kaki sampai rambut. "Manusia kerdil seperti kamu, nggak seharusnya masuk SARITY CLUB!"

"Jaga mulutmu, Bry!" Kedua tangan Raja meremas kerah baju Bryan. Zikry melerai keduanya, "Stop! Inget sama tujuan." Zikry menatap keduanya secara bergantian. Dengan wajah datar menambah kesan tegang di labirin itu. Entah sampai kapan mereka bisa menyelesaikan.

Zikry perlahan mundur dan berbalik pada Ara dan yang lain. Tetapi, baru saja berjalan sejauh lima langkah. Langkahnya terpaksa berhenti, "terserah! Yang pasti, aku ikut Didy."

"Bagus," Didy menepak pundak Bryan. Lega, Didy tak sendirian. Elzenn mengacak rambut frustrasi. Raja yang berada di samping Elzenn meraih tangan Elzenn, "ayo!"

Elzenn menatap sendu tautan tangannya dengan Raja. Rencana yang ia rencanakan hancur karena Didy dan Bryan.

"Sialan! Kalian akan tahu akibatnya." Elzenn membatin.

" Zen," panggil Didy memecah keheningan.

"Kamu adalah ketua paling gila yang pernah aku kenal. Percaya dengan hal mistis dan mustahil. Dan kamu." Didy menunjuk Ara, "bukankah ayahmu punya perusahaan teknologi ternama? Dan bodohnya kamu percaya hal seperti ini? Sayang sekali ayahmu menyekolahkan kedua anak mereka di luar negeri tetapi percaya dengan hal bodoh!" Senyum miring terukir pada lelaki keturunan Jawa itu.

Cukup, Zikry tidak bisa tinggal diam. Rupanya lelaki berbaju kuning dengan celana pendek ini butuh sedikit sentuhan di bagian wajah. Mengingat Zikry adalah pemenang pertandingan tinju tahun lalu. Wajar saja jika Elzenn menobatkan Zikry sebagai wakil.

Bryan berdecak, "Zikry, kamu hanya bisa berpikir pakai otot. Bukan pakai otak!"

"Bryan! Cukup!" bentak Ara.

Muka Zikry memerah. Buku-buku jarinya mengepal hingga putih. Telinganya seperti mengeluarkan asap. Tatapan elang mengintimidasi Didy dan Bryan. Cukup, mereka sudah menguji kesabaran Zikry. Emosinya membuncah.

"Kurang ajar!" Zikry hendak berlari dan menghantam wajah Bryan. Apa Bryan lupa kalau tahun lalu ia kalah melawan Zikry?

Awang, Raja, dan Andra menahan Zikry sekuat tenaga. Bak banteng yang sedang marah, Zikry sulit dijinakkan.

"Zik–"

"Lepaskan aku!" Zikry berteriak tak digubris oleh Bryan dan Didy.

"Kenapa? Kamu gak terima kalo perempuan yang kamu suka kami hina?" Didy maju selangkah dari tempatnya.

Mampus

Hening, tidak ada yang berbicara setelah penuturan Didy. Semua sedang memikirkan hal yang sama.

"Gak mungkin," Elzenn membatin.

"Kalian semua akan mati karena percaya sama ketua kalian yang bodoh!" Bryan berbalik badan dan Didy mengikutinya. Berjalan menjauh dan meninggalkan anggota yang tersisa.

Baru saja beberapa langkah, Didy menginjak sesuatu. Bryan berhenti dan melihat apa yang terjadi.

Bryan terkejut melihat sesuatu yang tak sengaja Didy injak.

"Sialan" teriak Andra. Sedetik setelahnya Ara mengatakan, "berpegangan!"

Didy dan Bryan menoleh saat mereka mendengar suara, "awas!"

Nahas, belum sempat mereka pergi sejumlah tombak kayu dengan ujung besi menembus tubuh Didy dan Bryan.

"Bryan!" teriak Awang histeris. Tubuhnya lemas tak kuasa melihat tubuh Bryan dan Didy terangkat karena tombak kayu dari tanah menembus dari bagian anus sampai mulut. Ujung tombak menancap pada langit-langit labirin. Membiarkan Didy dan Bryan tewas dengan mulut sobek dan mengenaskan.

"Bryan, selamat jalan saudara tiriku." ucap Awang menahan tangis.

***

Awang laki-laki. Dia kuat, harus kuat, semoga bisa kuat. Keyakinan, tuntutan, dan harapan. Perpaduan yang kurang menyenangkan. Lapisan bening yang membuyarkan jernih matanya terlihat oleh Raja.

"Kamu, sialan," umpat Raja.

Benar. Awang memang sial. Bryan, walau tak terlalu akrab, bagaimana menjelaskannya nanti pada keluarga?

Ara menarik lengan Awang, mencengkeram. "Saya selalu mendambakan anggota yang kuat, berani, kalau bisa sadis dan punya mental kuat. Kamu? Apa ada dalam dirimu keempat unsur itu?"

"Ada."

"Mana?" Imbuh Zikry.

"Saya kuat dan tahan untuk menetap di komunitas yang berisi orang perkasa. Di mata kalian, apa itu saya? Sosok pecundang yang diterima hanya karena teman."

Ara tertegun, Zikry termenung, Elzenn melongo, dan Raja terbahak.

"Seperti mendengar dialog novel, Awang agak dramatis," komentar Raja ketika Awang menaruh posisinya, semua orang, di belakang punggung.

Pemuda mungil itu menghilang di balik tembok. Dinding yang lembab, melampaui kulit Awang yang berkeringat dingin. Langkahnya berhenti sebab dua hal. Jalan buntu dan Elzenn memanggil dari belakang. "Apa kamu tersinggung karena Raja? Kamu sedih karena Bryan? Kamu merasa tertekan di sini?"

Elzenn selain aneh karena percaya hal konyol, juga peka.

"Saya tersinggung karena Raja. Saya senang karena Bryan. Dan saya senang ada di sini." Awang menjawab dengan napas menderu.

Lagi-lagi Raja tertawa, sampai-sampai tinjunya memilih dinding sebagai pelampiasan dibanding memegang perut yang sakit. Dia ada di mulut lorong, tidak seperti Ara, Zikry, dan Elzenn yang menyusup masuk demi Awang.

Tawa Raja tersumpal, hening. Tapi tak ada yang peduli. Anggota selain dia memfokuskan pandangan pada Awang.

Elzenn berada selangkah lebih dekat. Di belakang, Ara dan Zikry malah saling pandang. Dan kala dia memalingkan wajah dari Awang yang terus menunduk menghadap dinding, pandangannya membelah jalur tatapan mereka.

Elzenn benar-benar curiga. Betul ternyata, entah siapa yang pernah bilang kalau Zikry menyukai Ara, dia lupa.

"Ada apa denganmu, Awang?" Ara memecah hening. Beruntung perkataan Awang tadi masih teringat. Jika tidak, entah apa yang akan ia gunakan untuk menepis tatapan curiga dari sang kakak.

"Saya bilang, saya senang."

Zikry tidak tahan dengan sifat itu. Dia memutar bahu Awang hingga berbalik. "Benarkah? Tapi kenapa sembab begini?"

"Kalian tidak tahu kalau saya phobia darah? Padahal saya selalu memperhatikan kalian. Oh, ya. Tentang kesenangan, saya senang karena di sini, Bryan menemui ajal. Dia, kan, saudara tiri yang menyebalkan. Bagaimana saya bisa sedih di saat kematiannya?" Awang tersenyum miring. Saat itu, Ara menemukan kepribadian Awang yang sadis.

"Baguslah kalau begitu, tidak akan ada suasana mellow. Hei, saya melihat tiga persegi panjang terlukis di tembok yang terkikis karena tonjokkan saya super kuat." Raja mengundang keempat orang itu mendekat.

"Ah, saya tau."

Semua menyorot pada Ara.

"Ketika semua teka-teki menggunakan Aksara Lontara, saya sempat mempelajari sedikit di hologram. Hanya membaca beberapa angka, dan ᨒᨗᨆ itu artinya angka lima."

Mereka tidak sempat menggambarkan apa pun di benak. Tapi Awang sudah menjerit. Dia masih tak jauh dari dinding pemotong jalan, di posisi paling belakang, pada urutan atau baris kelima.

Angka itu menyerang seluruh panca indra. Kulit melepuh sebab terbakar, mata jungkir balik hingga nampak keseluruhan putih, gigi bergerak otomatis menggigit lidah sampai terpotong, jatuh menyentuh sepatu putih menyertai darah, dan hidung tiba-tiba tersumbat. Dia tak bisa bernapas. Sakit sekali rasanya. Begitu terus.

Pada akhirnya, Awang tumbang.

***

Ara, Zikry dan Elzenn mendengar jeritan Awang. Dengan sedikit bergesa, Ara berlari dan ia menutup mulut ketika matanya tidak sengaja menangkap tubuh Awang yang terbujur kaku dengan mengenaskan.

Tapi, mereka tetap melanjutkan perjalanan tentunya dengan mendoakan Awang agar tenang di sana.

Entah berapa lama mereka tetap berada di labirin. Tidak terhitung mereka menelusuri lorong demi lorong dan pengorbanan nyawa. Mati atau hidup, Ara dan lainnya harus segera menuntaskan misi ini.

Hingga akhirnya mereka berpijak pada salah satu lorong, Ara dan rekannya memutuskan untuk beristirahat sejenak.

Banyak tulisan-tulisan kuno yang tidak Elzenn ketahui apa maksudnya. Sebuah danau tertangkap jelas oleh indera penglihatannya. Namun ia hiraukan, ia tidak ingin mati konyol.

"Hidup ataupun mati, saya harus mendapatkan harta karun itu." Dari awal Elzenn memang berambisius untuk mendapatkan harta itu.

Meski sebenarnya, ia tidak tahu-menahu dengan harta itu bahkan Aksara Lontara yang membuat kepalanya kelimpungan.

Lama mereka berdiam, melepas sejenak rasa penat karena seharian berjalan dan menghadapi berbagai macam hal. Rasa haus mendera Andra dan Raja. Awalnya mereka bisa menahan rasa haus ini namun kelamaan mereka tidak tahan.

Spontan keduanya berdiri, berjalan menyusuri hingga penglihatannya menangkap sebuah danau yang cukup bersih.

Raja dan Andra berjalan mendekat, keduanya meraba dinding untuk memastikan mereka akan baik-baik saja.

Di situ tertera; ketika dahaga menerpa, teka-tekinya adalah aroma harum seperti minuman khas orang jaman dulu.

Raja mengernyit, ia penasaran dengan maksudnya. Ia menyikut Andra di sampingnya. Andra yang mengerti mempertajam indra penciumannya.

"Ah! Saya menemukan aromanya." Kata Andra berjalan mengikuti indera penciumannya.

Ia berlutut tepat di depan air danau yang sedang mengalir, mengulurkan tangan dan membawa air itu pada tangannya. Matanya berkilat ketika melihat air itu nampak jernih.

"Tidak ada yang aneh dari air ini." Batin Andra.

Kemudian tidak disangka, ia meminumnya. Andra tersenyum ketika air itu mengaliri kerongkongannya menghapus rasa dahaga yang sedari tadi ia tahan.

"Benar, saya baik-baik saja." Kini giliran Raja untuk meminum air danau itu. Tanpa rasa bersalah Raja dan Andra meneguk air itu dengan rakus.

Beberapa menit kemudian, Andra dan Raja terbatuk disertai darah segar. Wajahnya membiru seperti orang yang tengah tercekik, mulutnya mengeluarkan busa dan matanya membola. Ia ingin berteriak meminta tolong namun kesadarannya telah hilang. Selamanya, begitupun dengan Raja.

Ara, Elzenn dan Zikry memutuskan untuk mencari keduanya yang tak kunjung kembali. "Ya ampun!" Perut Ara terasa melilit ketika melihat darah segar keluar dari mulut Andra dan Raja. Elzenn menyeringai, ia sudah menduga hal ini akan terjadi pada Andra dan Raja.

***

Selama perjalanan Ara terus diam, ia memikirkan nasib rekan-rekannya yang mengenaskan. Tapi, ia harus bangkit untuk menyelesaikan misi ini.

Keluar dari lorong danau, mereka bertiga kembali memasuki suatu lorong. Ara yakin, ini adalah lorong terakhir. Semangatnya kembali membara layaknya api yang sedang berkobar.

Zikry tersenyum simpul melihat Ara, namun ia tidak sadar interaksinya dengan Ara sangat terlihat oleh Elzenn. Dengan tidak sabaran, Elzenn menarik Zikry untuk sedikit menjauh dari Ara.

"Saya tahu isi hatimu. Zikry, kamu ini anah buah saya. Kamu tahu 'kan saya tidak ingin kamu menjalin hubungan dengan Ara. Dia saingan untuk kita." Tatapan Elzenn menajam tepat pada manik Zikry.

Sementara Zikry, ia menggenggam tangan dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Ia sudah lelah diatur menerus oleh Elzenn. Zikry menyeringai.

"Lihat saja, saya akan membunuhmu Elzenn!" Batin Zikry, tetapi ia tidak menyangka bahwa batinnya itu tersampaikan pada Elzenn.

Ia membiarkan itu, langkahnya sedikit menjauh dari tempat Zikry berada. Ia mengeluarkan hologramnya. Ara harus tahu soal ini. Jemarinya menuliskan sebuah teka-teki; "Kincir Air yang dikelilingi air buah yang memabukkan dari jepang."

Tepat setelah mengirim tulisan itu, Elzenn mengerang ketika Zikry menancapkan sebuah pedang yang ia dapat, tepat mengenai jantungnya. Darah segar keluar dari mulutnya.

Akhirnya, Elzenn pun menghembuskan napas terakhir di hadapan Zikry yang tersenyum puas.

***

Zikry menyeret tubuh Elzenn ke danau tempat Raja dan Andra mati dan menenggelamkan mayat Elzenn. Zikry kembali ke tempat dimana Ara berdiri sendirian. Raut wajah Zikry berubah sendu dan mendekati Ara.

"Ara, tadi Elzenn terjatuh ke danau beracun itu." Zikry memeluk Ara dan tetap memasang raut sendu. Mata Ara membelalak dan tangannya menutupi mulutnya. Air matanya mengalir.

"Tidak mungkin." Ara berbisik. Ara bergegas ke arah danau namun Zikry menahannya.

"Sudahlah Ara. Kita lanjutkan saja perjalanannya. Ini yang diinginkan Elzenn. Kamu tahu sendiri Elzenn sangat terobsesi dengan harta disini." Zikry mencoba membujuk Ara untuk menjauh dari danau. Menarik Ara untuk meneruskan langkah dan kembali menjelajahi labirin yang rumit ini.

Berkali-kali menemukan jalan buntu dan rintangan, akhirnya mereka sampai di pintu besar. Pintu ini sangat besar seakan menggambarkan bahwa tempat ini adalah inti dari labirin ini. Mereka berdua saling menatap ragu-ragu.

"Kita istirahat di sini dulu," ucap Ara. Zikry mengangguk dan mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat dan memejamkan matanya. Ara mencoba bermain dengan hologramnya. Ara terkejut dengan pesan yang ada di hologramnya. Pesan ini dari Elzenn.

Untuk apa Elzenn mengirimkan pesan? Kan kita selalu bersama dari awal masuk. Pesan terbuka dan Ara mengerutkan keningnya. Serangkaian kalimat yang tidak dia ketahui maknanya muncul. Ini teka-teki. Ara mengalihkan pandangannya ke Zikry yang masih memejamkan matanya dan mencoba mencari makna dari teka-teki ini.

***

Setengah jam berlalu, Zikry membuka matanya dan merasa membagi bertenaga. Ara menatap Zikry dari belakang dengan tatapan yang dalam.

"Ayo kita ke pintu besar tadi." Ara berjalan mendahului Zikry menuju pintu besar yang terlihat berat tadi. Zikry berinisiatif untuk mendorong pintu besar ini. Ringan, kupikir akan sangat berat. Setelah pintu terbuka lebar Zikry dan Ara memasuki tempat ini. Sedikit gelap. Namun banyak sekali senjata dingin yang tergeletak tidak beraturan. Zikry menyusuri ruang yang diasumsikan sebagai gudang senjata ini. Setelah mendengar suara langkah kaki dari belakang, Zikry memutar tubuhnya.

Sakit. Zikry menatap tidak percaya sosok Ara yang kini tengah memegang pisau yang menancap di jantungnya. Ara berlinang air mata. Semua emosi meluap dari dalam tubuhnya. Dia membunuh orang yang dicintainya. Suara isakannya semakin keras.

"Kenapa?," Bisik Zikry. Dia masih tidak percaya bahwa akhir hidupnya akan setragis ini. Dibunuh oleh pujaan hati rasanya sakit dan sesak. Zikry masih menatap dalam seolah menunggu Ara untuk membalas pertanyaannya.

"Maaf." Ara hanya bisa menangis dan menggumamkan kata maaf. Zikry tidak butuh ini. Namun tubuhnya semakin berat dan langsung tergeletak tak bergerak. Ara mencabut pisaunya dan menjauh dari tubuh tak bernyawa milik pujaan hatinya. Ara mengingat pesan yang dikirimkan oleh Elzenn.

Kincir air hanya bisa berputar bila ada aliran air. Aliran air berarti sungai. Air buah yang memabukkan hanya bisa berarti anggur atau alkohol dan buah yang tidak spesifik berarti wine. Wine bisa dibuat memakai buah apa saja. Selain itu dalam Bahasa Jepang, wine adalah wain. Sungai dan wain atau Sungai Wain, merujuk pada Hutan Lindung Sungai Wain yang berada di Kelurahan Karang Joang. Sedangkan Institut Teknologi Kalimantan tempat Zikry menimba ilmu juga berada di Kelurahan Karang Joang. Siapa lagi pembunuhnya kalau bukan Zikry. Zikry juga yang terakhir melihat Elzenn yang menguatkan opini Ara.

Hilang sudah minatnya pada harta yang ada di ruang ini. Hatinya kosong. Namun demi Elzenn, Ara akan mengeluarkan harta yang ada di sini. Ara kembali bangkit dan melangkah tertatih mengelilingi ruangan ini. Ada satu peti yang menarik perhatiannya. Petinya bersih dan dalam kondisi yang bagus. Sangat kontras dengan semua senjata yang ada di sini.

Ara mendekati peti dan mencoba membukanya. Untung tidak terkunci, ucap Ara dalam hati. Peti terbuka dan terbaring lah sebuah pedang. Pedang ini sangat bagus dan terawat tanpa setitik pun debu. Ara meraih pedang itu dan tiba-tiba pedang itu melesat menuju Ara. Membelalakan mata, Ara menatap pedang yang menancap di hatinya. Tidak mungkin. Ara tidak terima dengan kematian seperti ini. Pantas saja tidak ada yang kembali setelah menjelajahi labirin ini. Ternyata mereka semua mati seperti ini.

Ara tersenyum miris. Tenaganya semakin lemah, tubuhnya semakin berat, dan pandangannya semakin buram. Tubuhnya terjatuh dan pedang itu menarik diri dari tubuh Ara. Tidak ada sedikit pun darah di bilahnya. Terbang kembali ke peti dan peti tertutup dengan sendirinya. Ruangan kembali hening seperti tidak ada yang terjadi.

Selesai. 

Dirangkai oleh: adayraa Dyahi_Chan Mocynna_ Putrinwd LZnn-A EtIris411H

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro