1 : Benci

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Selesai pemimpin barisan membubarkan upacara, Vrinndani bergegas pergi menuju kelas. Tidak peduli pada sahabatnya yang keheranan melihat tingkah laku perempuan itu. Hatinya teramat cemas, hingga saat sampai di kelas, ia tidak peduli pada bukunya yang terjatuh dan berserakan ke lantai saat mengambil bekal juga botol minum di atas meja.

Kakinya menapaki lantai dengan terburu-buru, tangannya menggenggam erat bekal beserta botol minumnya. Tidak pernah ia secemas ini sebelumnya, sampai-sampai bulir keringat tidak ia pedulikan walau sudah membasahi baju.

Sampai pada pintu bertuliskan Unit Kesehatan Sekolah–biasanya orang hanya menyebutkan singkatannya; UKS–ia berhenti, mengatur napas sejenak sebelum mengetuk pintu tiga kali. Karena tidak ada yang menjawab, ia berinisiatif membukanya saja.

Pelan, tidak ingin mengganggu penghuni ruangan tersebut, ia perlahan masuk. Vrinn mendapati seorang gadis yang terbaring lemah di salah satu bankar. Hanya gadis itu satu-satunya orang di sana, saat meletakkan barang yang ia bawa di atas meja dekat bankar, Vrinn terkejut menyadari bahwa gadis itu sudah bangun dan kini melotot padanya.

"Kenapa lo ada di sini?" tanya gadis itu sambil bergerak bangun meskipun masih sedikit kesusahan.

Vrinn refleks mendekat dan membantu, tetapi segera ditepis kasar oleh gadis tersebut. "Nggak usah sentuh gue."

"Nai, aku khawatir banget saat lihat kamu jatuh pingsan di barisan tadi," ungkap Vrinn mengutarakan alasan ia di sana.

Naeena--orang-orang lebih suka memanggilnya Nai saja--memutar mata merasa ungkapan tersebut hanya omong kosong semata. Ia tidak akan percaya semua yang dikatakan Vrinn, cukup dulu ia termakan mulut manis perempuan yang mengaku sebagai kakaknya tersebut.

"Gue mau balik ke kelas aja." Nai bangkit berdiri, tetapi baru saja ia hendak melangkah pergi, tangannya ditahan oleh Vrinn.

"Kamu harus makan dulu, Nai. Tadi pagi kamu melewatkan sarapan, setidaknya makan sesuap saja, perutmu harus diisi. Kamu lupa, kalau kamu punya sakit mag?" kata Vrinn benar-benar tidak ingin Nai kenapa-kenapa.

Sayangnya Nai tidak akan mendengarkan hal tersebut karena baginya; apa pun yang Vrinn adalah tipuan. "Lo makan aja sendiri."

"Astaga, Nai." Vrinn meringis melihat gadis itu bahkan tidak sudi melihatnya, hatinya sakit, tapi lagi-lagi ia tidak akan terpengaruh. Vrinn tidak ingin Nai tumbang lagi nanti. "Kalau kamu enggak peduli sama aku, enggak apa-apa. Tapi ini untuk dirimu sendiri," katanya  mengambil bekal tadi lalu menyerahkannya. "Makanlah, kamu boleh membawanya ke kelas."

Nai sungguh sudah sangat muak dengan perhatian seperti ini, gadis itu tidak tahan lagi dengan lagak Vrinn yang seolah-olah sangat baik padanya. Melihat bekal dan sebotol air mineral itu disodorkan padanya, ia tak lagi dapat bersabar.

Bukannya menerima kedua benda tersebut, dengan tega ia malah mencampakkannya ke lantai, isi bekal tersebut tumpah ruah ke lantai, pun air yang keluar dari sisi botol minum yang pecah. "Gue enggak bakalan mau menerima apapun dari lo, seharusnya lo paham itu!"

"Kenapa Nai? Aku cuma enggak mau kamu makin sakit kalau tetap keras kepala kayak gini."

Menjenuhkan, penuh drama, dan menjijikkan, hal tersebutlah yang tertangkap indera pendengaran Nai. Rasa kesal yang sudah muncul sedari tadi, membuat Nai tidak bisa menahan lebih lama lagi.

Nai mendorong Vrinn kuat hingga perempuan itu jatuh ke lantai, matanya menatap tajam tanpa ada sedikitpun kasihan dengan tangan Vrinn yang memerah karena terbentur terlalu kuat.

"Ini semua salah lo, jadi jangan sok baik, deh!" Ia melihat kanan dan kiri, memastikan tidak ada seorangpun yang melihat mereka bersama. Nai tidak ingin ada yang tahu kalau mereka punya hubungan. "Kalau lo emang peduli sama gue; cukup lo jaga jarak sama gue. Gue nggak mau orang-orang tahu kita saling kenal."

Setelahnya ia pergi meninggalkan Vrinn, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya ia memandangi Nai menghilangkan menjauh dari pandangan matanya yang kini sudah memanas dan berkaca-kaca.

***

Masa SMA yang Naeena inginkan hanya sederhana; ia tidak mau masa SMP-nya terulang kembali. Sayangnya, itu hanya harapan kosong semata saat, ia dipaksa sang ayah untuk bersekolah di sekolah yang sama dengan Vrinndani—kakaknya.

Namun, ia tidak menyerah begitu saja pada keadaan. Di satu malam sebelum hari pertama masuk sekolah, ia masuk ke kamar Vrinn. Tentunya tidak ada sopan santunnya, ia langsung menerobos saja masuk tanpa meminta izin meskipun hanya sekedar mengetuk pintu. Dengan wajah super jutek ia berkata, "Denger, ya, Vrinn."

Vrinn yang masih dalam efek terkejut akan kedatangan Nai yang begitu tiba-tiba mendengarkan dengan seksama.

"Gue nggak mau ada satu orang pun di sekolah nanti tahu kalau kita saudaraan."

Mungkin Nai dilahirkan dengan bakat pandai membuat Vrinn terkejut, sehingga kini perempuan itu kembali terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa.

"Kalau sampai ada yang tahu, gue enggak bakalan maafin lo seumur hidup gue, Vrinn. Enggak akan." Nai mengatakan dengan intonasi yang penuh tekanan.

"Tapi ... Nai ...."

"Gue enggak butuh pendapat atau apapun dari lo. Pokoknya turuti aja."
Selepas mengatakannya, Nai keluar kamar Vrinn.

Rencananya berhasil. Tidak ada satupun di sekolah yang tahu hubungan mereka. Otomatis sesuai harapan, Nai tidak lagi mendapat perlakuan menyebalkan seperti waktu SMP.

Orang-orang hanya mengenali dirinya sebagai Naeena Prameswari tanpa embel-embel nama Vrinn di belakangnya.

"Lo mau ambil ekstrakurikuler apa, Nai?" tanya Andien–teman sebangkunya–sambil mengisi formulir pendaftaran organisasi English Meeting Club (EMC), menyadarkan dari lamunan.

"Nggak tahu, masih bingung ini."

Andien menyerahkan satu lembar formulir pendaftaran EMC yang masih kosong ke depan Nai. "Masuk sini aja bareng gue. Keren, loh."

EMC memang bukan organisasi incaran Nai, tapi melihat wajah antusias Andien ia jadi sedikit tertarik masuk. Terlebih lagi sekolah mengizinkan muridnya untuk memiliki lebih dari satu ekstrakulikuler. "Emang apa hebatnya EMC, Ndien?"

"Lah, lo enggak tahu kalau ketua EMC itu orangnya keren banget. Anak emas sekolah."

Mendengar julukan anak emas tiba-tiba saja perasaan Nai jadi tidak enak. Ia langsung berpikir menjerumus ke sana.

"Kakak itu benar-benar hebat, sering juara olimpiade dan cantik banget lagi. Kak Vrinn idola banget, deh!"

Nai mengembuskan napas panjang, sudah ia duga. Ia menyerahkan kembali formulir tersebut pada Andien. "Enggak tertarik gue."

"Lah napa?"

"Enggak suka aja."

"Kata orang-orang Kak Vrinn orangnya ramah dan baik banget, gue mau dibimbing sampai bisa kayak dia."

"Terserah."

Nai memang bisa menghilangkan informasi mengenai hubungan mereka, tapi ia tidak akan bisa menghilangkan keberadaan Vrinn yang akan selalu mengitari hidupnya

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro