15: Luka

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sejauh empat bulan ia telah menjalani masa SMA, Sekolah Nusa Indah Sejahtera benar-benar sudah menghapus sistem senioritas. Kabar dari teman sebangkunya mengatakan pihak sekolah maupun yayasan yang menaunginya akan bertindak tegas atas adanya tindakan perundungan oleh kakak tingkat maupun sesama siswa.

Ini semua karena satu insiden sekitar lima tahun lalu, ada senior yang merundung anak baru secara kelewatan bahkan terindikasi merupakan penganiayaan. Ternyata korban merupakan anak dari seorang polisi, akhirnya masalah menjadi besar dan merugikan sekolah.

Hingga kini bahkan ada fasilitas khusus untuk siswa-siswi yang merasa mengalami kasus perundungan untuk melapor.

"Tapi emang kebanyakan pem-bully-an gitu adanya di sekolah negeri. Swasta mungkin ada, tapi jarang."

Waktu istirahat makan siang mereka habiskan untuk menikmati semangkuk mi ayam, kali ini Nai memesan sendiri takutnya kejadian mi ayam pedas akan terulang kembali. Andien sudah memakan habis setengah mangkok miliknya sedangkan Nai baru satu siapan.

Bukan karena tidak lapar atau tidak enak. Karena topik pembicaraan mereka kali ini membawa ingatannya ke masa SMP-nya dulu.

"Tumben lo kelihatan nggak selera makan, biasanya gue baru setengah lo udah habis aja," celetuk Andien ketika berhasil menelan tetelam ayam yang ia kunyah beberapa detik lalu. Ia mengambil gelas--sebenarnya bahannya dari plastik tetapi terlihat seperti gelas--berisi teh manis dingin menyesap cairan ini, sejurus kemudian manis dan dingin membasahi kerongkongannya.

Naeena pun kembali mengambil mie dengan garpu nya, mi sudah akan ia lahap kemudian ia teringat sesuatu membuat gerakannya terhenti. "By the way, lo tahu cerita ini dari siapa?"

Andien menjauhkan mulutnya dari sedotan yang sedari tadi ia kulum. "Hm, begini. Selain membahas bahasa Inggris, club EMC juga sumber informasi untuk semua gosip di sekolah."

"Yang benar aja, itu ekstrakurikuler atau ekstravaganza?" Nai kembali melanjutkan niatnya untuk makan.

Andien tak banyak bicara lagi selain fokus pada mi ayamnya dan kini ia tengah memegang ponselnya sibuk melihat story idol K-Pop kesayangannya, sesekali tertawa cekikikan dan berteriak histeris ketika melihat foto idolnya yang katanya terlihat sangat tampan.

Sedangkan Nai diam-diam bersyukur sekali mendengar informasi tersebut. Ia sempat takut pada Kakak kelas, juga selama ini berusaha untuk tidak berhubungan dengan mereka.

Ia punya trauma mendalam di SMP-nya dulu, sebagai orang yang memiliki penampilan pas-pasan cenderung minus, ia jadi sasaran empuk. Ini semua bermula saat orang-orang tahu ia punya saudara yang cantik berbanding terbalik dengan dirinya.

Vrinn yang memiliki umur dua tiga tahun di atasnya adalah sosok yang sangat rupawan, tubuh semampai dengan kaki jenjang, rambut hitam panjang yang terurus, wajah tirus dan kulit turunan dari ayahnya yang memiliki sedikit dari Chinese. Belum lagi kemampuan Vrinn yang sangat jauh di atasnya, prestasi yang gemilang disukai guru-guru dan mempunyai banyak teman. Vrinn tampak sangat bersinar sedangkan ia semakin tenggelam dalam kegelapan.

Meskipun terlihat tidak memiliki kekurangan, Vrinn memiliki beberapa orang yang membenci dirinya. Orang-orang itu tidak bisa menyalurkan kebencian secara langsung pada Vrinn, maka targetnya adalah Nai, adiknya.

Dulu Vrinn dan Nai dijuluki, beauty and the beast, tidak perlu dijelaskan sudah pasti kalian tahu siapa beauty dan beast nya. Awalnya itu hanya candaan, Nai sendiri sadar diri kadang suka tertawa bila ada orang yang mengejeknya begitu.

Namun suatu hari beberapa kakak kelas menemui dirinya, bercanda-canda tentang rupa Nai yang tak enak dipandang. Memang saat itu ia sedang punya jerawat yang banyak akibat hormon pubertas.

"Nih, pakai ini biar jerawat hilang," seorang kakak kelas dengan gigi berbehel mengoleskan saos ke wajah Nai.

Nai berkontak tetapi kedua tangannya dipegang oleh dua temannya yang lain. "Aduh, Naena, lo jangan gerak-gerak. Gue, tuh mau nolongin lo biar bisa cantik kayak kakak lo!"

Nai merasakan wajahnya mulai panas efek saos itu, tetapi ia masih ditahan di sana. Tidak mungkin bisa melawan ia memilih memohon. "Kak, lepasin saya tolong, wajah saya panas, Kak. Saya mohon," katanya bahkan sambil menangis karena wajahnya benar-benar panas.

Tiga senior itu tidak ada belas kasihan, mereka malah tertawa-tawa melihat reaksi Nai, kemudian mengambil segelas es jeruk lalu menyiramkannya ke wajah Nai.

"Nih, gue baik. Biar dingin."

Nai hanya bisa meronta sambil menahan perih karena kini matanya panas dan perih.

"Ampun, Kak. Saya mohon lepasin saya. Ampun."

"Aduh-aduh, kita cuma mau bantu kok lo seakan nuduh kita siksa lo, sih?" Si ketua geng menjambak rambut Nai membuat perempuan itu mengerang kesakitan.

"Denger ya, buruk rupa! Ini semua karena kakak lo, dia kerjaan tebar pesona sok kecantikan tiap hari biar apa? Memamerkan kecantikan biar apa? Bukannya ngurusin adiknya yang jelek ini.

Itu hanya salah satu peristiwa yang ingin Nai lupakan, masih banyak kejadian lainnya. Semakin sering ia mendapat perundungan, semakin terpupuk kebencian pada saudaranya Vrinn. Menurutnya semua ini ulah perempuan itu. Bagaimana orang-orang yang membencinya melampiaskan kebenciannya pada Nai.

Melihat lagi-lagi temannya terbengong tidak memakan mie ayamnya membuat Andien melepaskan gadgetnya, kini dengan lembut menyentuh tangan Nai. Andien bisa melihat wajah sendu perempuan itu, juga matanya yang berkaca-kaca.

"Nai, lo nggak apa-apa?"

Sentuhan itu membawa kembali kesadaran Nai, ia menggeleng. Menunduk melihat mi ayam yang telah dingin, ia sudah tidak berselera lagi.

"Lo mikirin apa?" tanya Andien masih khawatir dengan temannya itu. "Jangan-jangan ada kakak kelas yang merundung lo, ya?"

Nai lagi-lagi hanya menggeleng, meletakkan sendok dan garpunya. "Gue udah nggak doyan, lo cepat makan atau gue tinggal balik ke kelas duluan."

Andien masih menaruh kekhawatiran pada Nai, tetapi menyadari perempuan itu tidak akan menceritakan masalahnya ia memilih patuh lantas menyelesaikan makannya. Dalam kima menit mangkoknya sudah kosong, tersisa hanya tulang-tulang kecil yang tidak mungkin Andien telan.

"Yuk balik ke kelas," ajak Andien sudah berdiri lebih dulu. Nai pun melakukan hal yang sama.

Karena teringat masa kelamnya, Nai jadi tidak bisa fokus sehingga saat jalan ia menabrak tubuh seseorang. Handphone yang dipegang orang itu terjatuh.

Nai buru-buru mengambil benda tersebut, matanya membulat melihat ada retakan pada layarnya. Ia buru-buru mengangkat dan memberikannya pada orang tersebut.

Jantungnya seakan mau copot melihat tanda bintang tiga berwarna kuning di sana.

Kakak kelas.

Ia menelan ludah susah payah lalu menunduk. "Maaf, Kak. Saya enggak sengaja, saya bakal tanggung jawab."

"Jalan tuh mata dipakai!"

Refleks dari mana, Nai begitu ketakutan tubuhnya berkeringat, tangannya gemetaran. Mendengar suara penuh penekanan itu seperti membawa jiwanya ketika dulu dirundung.

Ia segera berlutut, menangkup kedua tangan di depan dada. "Ampun, Kak. Maafkan saya, tolong ampuni saya."

Aksi Nai membuat Andien, Kakak kelas itu dan beberapa orang di kantin terkejut. Buru-buru Andien menghampiri Nai.

"Aduh, Nai. Lo enggak salah, dia juga salah jalan kok sambil main hape." Nai membantu Nai berdiri.

"Maaf, ya, Kak. Tapi ini juga kesalahan Kakak, jadi jangan salahin teman saya."

Si Kakak kelas terperangah, kepalanya tidak mampu mencerna apa yang terjadi. Jelas-jelas ia yang rugi karena ponselnya rusak, ia juga sama sekali tidak berniat memarahi atau memukul Nai. Ucapannya tadi murni karena kekesalan semata.

Karena semakin banyak orang yang mengerubungi mereka, si Kakak kelas memilih untuk pergi. Lagipula meskipun layarnya retak, tetapi ponsel itu masih hidup. Ia tidak mau mendapatkan masalah karena tingkah berlebihan dari adik kelasnya itu.

Sepeninggal si Kakak kelas, Andien menuntun Nai ke kelas. Untung saja kelas masih sepi karena jam istirahat masih tersisa banyak, ia lantas memeluk tubuh Nai.

"Sst, udah enggak apa-apa, Nai. Udah-udah jangan takut lagi."

[]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro