End

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ruth!!!"

Dzaki berlari ke lobby secepat yang ia bisa. Lelaki itu kemudian menarik pergelangan tangan Ruth. Menahan sang gadis yang hendak kabur.

"Apa maksudmu? Putus?" seru Dzaki menahan amarah.

Ruth memukul dada Dzaki kesal. Ia sudah tidak mampu menahan isak tangisnya lagi.
"Kamu kenapa gak paham, sih? Ki, kenapa kita harus maksain bersama kalo kita ga bakal bareng akhirnya?!"

Tangis Ruth menjadi-jadi,
"Kita ga bakal pernah bisa berakhir bareng, Ki. Kalo pun mau dipaksa, bakal sulit."

"Apa maksudnya? Gara-gara kamu mau nempuh pendidikan di tempat yang jauh kita ga bisa bareng? Gara-gara kamu mikir kalo kita ga bakal ketemu lagi kita ga bakal bisa bareng?!" Dzaki sangat kesal. Dadanya terasa dicabik-cabik sewaktu Ruth memilih untuk memutuskannya dengan cara seperti itu.

"Bukan.. bukan gitu." Ruth menggeleng. Ia berusaha menenangkan diri

"Lalu apa Ruth?" Dzaki menuntut penjelasan.

"Kita beda, Ki. Beda keyakinan. Mau sampai kapan kita berpura-pura ga sadar akan hal itu? Mau dipaksakan gimana pun bakal sulit."


Dzaki terdiam. Ia tidak bisa berkata-kata. Dadanya terasa sesak. Namun, Dzaki sudah terlatih untuk menyembunyikan perasaannya sejak kecil. Lelaki itu memasang muka datar dan berusaha menenangkan diri.

"Aku minta maaf, Ki. Kalo aja hari itu aku ga kasi tahu kamu tentang perasaanku, kamu ga bakal nembak aku. Kalo waktu itu aku berpikir jernih, aku ga bakal nerima kamu jadi pacarku."

'Engga, bukan salahmu,' batin Dzaki

"Ki, aku baru sadar kalo apa yang kita lakuin itu salah setelah aku tambah mencintai kamu tiap harinya. Ini ga bener. Ini cuma bakal nyakitin kita aja.

'Aku menyakitimu ya?' Dzaki menghela napas berat.

"Kalo aku memang cinta sama kamu, harusnya aku ga egois dengan nerima kamu kaya gini. Sekarang aku bener-bener sayang sama kamu. Makanya, sebelum kamu ngerasakan yang sama, kita harus pisah, Ki."

'Sudah terlanjur, Ruth. I love you. Please stop crying.'

"Mustahil kita bisa bareng, Ki. Aku gamau kita ada di posisi harus milih antara Tuhan atau cinta. Karena aku yakin kita sama-sama gamau."

'I know,'

Dzaki kini terpaku lemas.
Sementara, Ruth berusaha menghentikan air matanya. Gadis itu memaksa tersenyum meski hatinya seperti tercabik-cabik. Ia tahu bahwa ini semua adalah salahnya.

Kata 'kita' antara Ruth dan Dzaki adalah kesalahan Ruth sendiri. Ruth menyadari itu. Dengan memilih untuk menjalin tali dengan lelaki yang tidak bisa dimilikinya, Ruth telah menghancurkan hati lelaki itu dan juga dirinya sendiri.

"Maaf, aku minta maaf," isak Ruth kembali.

'Jangan, jangan minta maaf lagi.'
Dzaki menggeleng. Ia berusaha menenangkan Ruth.
"Engga. Misal aku ga nembak kamu waktu itu, mungkin kita ga bakal bersama. Itu salahku juga."

"Udah ya, nangisnya? Aku sayang kamu. Jangan pernah ngerasa kalo ini semua salahmu. Ini pilihan kita berdua. Kita yang udah milih buat menautkan hati masing-masing." Dzaki ingin sekali mengusap rambut Ruth untuk menenangkan gadis itu. Tetapi ia menahan diri. Dia bukanlah orang yang berhak untuk melakukannya.

"See ya, Ruth. Kuharap dengan begini kamu lebih bahagia."




"Goodbye"








"Goodbye,





My dear, Ruth"

[]















Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro