Part 5

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Mau kemana, Je?” tanya Riddan saat melihat Jea yang sudah rapi di pagi hari ini.

Matanya naik turun menatap pakaian Jea yang menurutnya kurang sopan untuk berpergian keluar rumah. Celana jeans panjang yang dipadukan dengan baju berwarna putih polkadot yang memperlihatkan sedikit perut Jea membuat Riddan sedikit risi melihatnya. Sepertinya Jea sudah terbiasa dengan budaya luar negeri sehingga gaya pakaiannya berubah.

Dulu Jea selalu berpakaian sopan dan tentunya tetap elegan. Jea memang selalu mengutamakan penampilan jika akan pergi ke tempat umum. Penampilan baginya sangat penting. Jika ia sudah ada di rumah, Jea tidak peduli lagi dengan penampilannya. Tidak peduli ia memakai pakaian apapun yang penting nyaman.

“Gue mau ikut lo ke kampus dong,” kata Jea sambil tersenyum ceria.

“Ngapain? Mending lo di rumah aja sama Bianca. Kasihan itu Bianca sendirian,” ucap Riddan sambil melirik Bianca yang sedang menonton televisi di ruang tamu. Karena semua pekerjaan rumah sudah selesai, Bianca bisa bersantai seperti itu.

“Gak mau. Mau ikut pokoknya,” kata Jea kekeh. Ia sungguh bosan jika harus di rumah saja. Lebih baik ia ikut Riddan ke kampusnya dan berjalan-jalan di sana. Pasti ia akan bertemu salah satu teman SMA-nya.

“Ya udah, tapi—”

“Yey!” sorak Jea sambil meloncat-loncat kegirangan. Saat ia bersiap untuk pergi keluar, Riddan malah menarik slingbag hitamnya hingga ia menghentikan langkahnya untuk keluar.

“Apaan sih tarik-tarik?” tanya Jea sambil membenarkan posisi slingbag hitamnya.

“Itu bajunya ganti sana. Gue gak mau lo diomongin,”  kata Riddan sambil menunjuk bajunya. Jea bingung karena Riddan menyuruhnya mengganti baju padahal ia merasa tidak ada yang salah dengan baju yang dikenakannya.

“Buat apa? Udah bagus kok. Lo 'kan tahu kalau gue itu ratunya fashion, jadi lo gak usah malu kalau gue kayak gembel. Gue gembel pas di rumah aja,” kata Jea sambil tersenyum polos.

Ngaku dirinya gembel? batin Riddan heran.

“Bukan itu. Saking fashionable-nya lo, baju lo sampai dimodif jadi kurangan bahan gitu. Gak sopan,” kata Riddan. Ia mendorong-dorong Jea agar kembali ke kamar untuk mengganti baju agar terlihat lebih sopan. Terlebih lagi mereka akan ke kampus.

“Iya-iya sabar,” kata Jea sambil berjalan kembali ke kamar untuk mengganti pakaian. Ia terus saja menggerutu karena ia harus kembali memilih pakaian yang sesuai antara atasan dan bawahan.

Jea kembali mengobrak-abrik lemari Riddan yang kini penuh dengan pakaiannya. Pakaian Riddan? Tentu saja Jea singkirkan. Entah di mana sekarang semua pakaian Riddan berada. Mungkin Riddan sudah menaruhnya di salah satu ruangan kosong yang akan Riddan gunakan selama Jea tinggal di rumahnya.

“Kalau ini sama ini gimana ya?” tanya Jea pada dirinya sambil bercermin dan mencocokkan baju hijau dan rok orange.

“Dih, gue kayak jeruk,” gumamnya dan melempar pakaian itu ke sembarang arah.

“Je! Cepetan! Gue telat nih! Mau gue tinggal?” teriak Riddan dari luar.

“Bentar! Tunggu! Sepuluh menit!” balas Jea berteriak.

“Tiga menit!”

“Lima menit!”

“Oke, lima menit,” putus Riddan mengalah. Ia juga harus pengertian dengan ribetnya Jea jika memilih pakaian.

“Duh, pakai yang mana ya? Riddan udah mau telat lagi,” gerutunya sambil mencari-cari baju yang fashionable, elegan, dan tentunya sopan seperti yang disuruh Riddan.

“Yang ini aja deh,” gumamnya sambil mencocokkan baju putih dengan rok abu-abu selutut. Setelah memutuskan, Jea pun memakai pakaian itu. Ia pun membolak-balikkan dirinya yang sudah memakai pakaian itu di depan cermin.

“Jea! Udah lebih dari lima menit nih!” teriak Riddan saat batas waktu yang telah ditentukan sudah habis.

“Bentar! Gue keluar!” balas Jea sambil buru-buru membuka pintu dan keluar dari kamar.

“Udah sopan, 'kan?” tanya Jea sambil memutar dirinya di depan Riddan.

“Nah, gini baru boleh ikut gue,” kata Riddan sambil tersenyum. Melihat Riddan tersenyum, Jea langsung mendorong wajah Riddan ke samping.

“Gak usah senyum. Senyum lo jelek,” ucap Jea ketus lalu pergi dari hadapan Riddan yang sedang terkekeh mendengar ejekan Jea. Riddan tidak menganggap itu ejekan, melainkan pujian.

Riddan pun menyusul Jea yang sekarang sudah duduk di mobilnya. “Gak papa nanti lo sendirian kalau gue masuk kelas?” tanya Riddan sambil memasang sabuk pengaman.

“Gak papa. Nanti juga bakalan ketemu temen lama, 'kan?”

“Okelah.”

Riddan pun mulai melajukan mobilnya menuju universitas tempatnya menimba ilmu. Universitas Garuda namanya. Riddan mengambil jurusan manajemen bisnis. Tentu saja itu bukan kemauannya. Itu semua kemauan kakeknya dan juga ayahnya.

“Dan, gue boleh nanya sesuatu?” tanya Jea.

“Apaan? Biasanya juga langsung nyeplos,” ucap Riddan tanpa menatap Jea. Jea berdecak kesal dibuatnya.

“Gavin—”

“Ngapain lo ngomongin tuh setan?” tukas Riddan sambil menatap Jea tajam. Jea refleks mengarahkan dua jarinya hendak mencolok mata Riddan.

“Gavin sama lo kok musuhan gitu? Kalian kan saudara. Kenapa lo kayak benci 'banget sama dia?” tanya Jea.

“Saudara? Gue gak nganggep dia saudara. Bagi gue, dia tuh setan. Roh jahat. Tahu?”

Mendengar ucapan Riddan yang mengata-ngatai Gavin, Jea tertawa pelan. Riddan memang jagonya berbicara pedas dan mengata-ngatai orang.

“Nah itu dia, apa penyebabnya lo benci banget sama dia? Dia buat salah gitu sama lo?”

“Ya enggak sih. Dia emang gak buat salah. Cuma ya gue enek aja lihat mukanya. Mirip setan soalnya,” kata Riddan. Rasanya setiap kalimat tentang Gavin berisi makian.

Jea menggelengkan kepalanya heran. “Kasihan aja gitu, lo benci sama dia padahal dia gak ada salah,” ujarnya.

“Lo jangan deket-deket dia. Nanti lo alergi lagi,” ucap Riddan melarang.

“Dia tuh yang SKSD sama gue. Gue mah ogah deket-deket sama dia,” kata Jea.

“Bagus.”

Tak lama kemudian mobil Riddan memasuki universitas Garuda. Riddan memarkirkan mobilnya di parkiran khusus mobil. Saat Riddan membukakan pintu mobil untuk Jea, banyak pasang mata yang melihat mereka dengan tatapan terkejut dan juga penasaran. Mereka terkejut karena melihat Jea ada di universitas mereka dan penasaran dengan apa yang dilakukan Jea di sana.

Tentu saja hampir semua orang mengenali Jea karena Jea sangat terkenal. Selain profesinya sebagai YouTubers, ibunya yang seorang mantan artis juga membuat Jea sangat terkenal.

Itu Jea YouTubers itu, 'kan?

Astaga, kita kedatangan artis, guys!

Gak nyangka gue ketemu dia di sini.

Aaa ... gue pengen foto sama dia.

Gue ngefans banget sama dia astaga gue beruntung banget ketemu dia di sini.

Mulailah semua yang melihat Jea berbisik-bisik. Jea dan Riddan pun berjalan berdampingan. Sepanjang perjalanan semuanya menatap Jea dengan tatapan memuja. Sementara Jea hanya tersenyum pada yang melemparkan senyum padanya.

“Dan, gue malu,” bisik Jea sambil memegang lengan Riddan.

“Ngapain malu coba? Lo 'kan udah biasa dilihatin kalau di depan umum,” balas Riddan. Ia melepaskan tangan Jea yang ada di lengannya dan beralih menggenggam tangan Jea. Hal itu membuat orang mengira mereka berpacaran. 

Gue kira Riddan jomblo. Ternyata udah Jea yang punya.

Aaa ... mereka cocok banget.

Huaaa ... gue jadi iri deh.

Sweet-nya. Gue jadi baper lihatnya.

“Eh Jea, long time no see,” sapa salah satu mahasiswi yang mereka lewati.

“Hai!” sapa Jea balik. Jea tidak ingat perempuan itu. Dari caranya menyapa, pasti teman SMA Jea.

“Lo kapan balik ke Indonesia?” tanya mahasiswi itu.

“Dua hari yang lalu,” jawab Jea sambil tersenyum.

“Oh gitu? Gue duluan ya,” kata mahasiswi itu sambil melambaikan tangannya. Jea pun membalas lambaian tangan mahasiswi itu. Walaupun ia tidak tahu siapa itu, Jea tetap bersikap ramah agar tidak menyakiti perasaan mahasiswi itu. Tentu saja untuk menjaga image-nya juga.

“Siapa tuh, Dan? Temen SMA kita?” tanya Jea sambil mendongakkan kepalanya untuk menatap Riddan yang lebih tinggi darinya. Riddan balik menatap Jea dan membuat wajah mereka menjadi dekat. Jea dengan cepat memalingkan wajahnya karena merasa jantungnya berdegup kencang saat ditatap sedekat itu oleh Riddan.

“Lo gak inget?” tanya Riddan. Jea menggelengkan kepalanya. “Dia Yula. Temen sekelas kita waktu kelas sebelas. Kalian sering satu kelompok loh.”

“Oh itu? Inget-inget. Duh, gue pikun banget.”

***

TBC …

Repost on Thursday, 4 February 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro