Part 8

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Menurut kamu, Kak Jea itu gimana?" tanya Saza pelan pada sahabatnya, Helsa. Sekarang mereka sedang duduk di kursi yang ada di taman kampus. Kebetulan taman kampus sedang sepi. Hanya ada beberapa orang yang sedang membaca buku.

"Dia ramah kok," jawab Helsa singkat. Helsa mengambil kacamata yang ada di tasnya dan mengeluarkan buku. Kemudian, ia memakai kacamata itu, lalu membaca bukunya.

"Kayaknya dia pacarnya Kak Riddan," ucap Saza pelan sambil menunduk.

"Tadi aku nanya, mereka gak jawab. Kayaknya bener deh," sahut Helsa sambil menghentikan aktivitas membacanya dan menatap Saza yang sedang menunduk. "Za, mending kamu jauhin Kak Riddan. Kak Jea bukan saingan yang gampang. Kamu harus sadar itu," lanjutnya sambil memegang bahu Saza.

"Gue sama Riddan gak pacaran," celetuk Jea yang tiba-tiba muncul di belakang mereka. Mendengar suara Jea, Saza dan Helsa sangat terkejut sampai-sampai mereka berdiri dan menoleh ke belakang.

"Kak Jea," cicit Saza pelan. Kepala menunduk karena takut pada Jea. Sedangkan Helsa menatap Jea takut-takut. Mereka sangat takut dan juga malu karena tertangkap basah sedang membicarakan Jea.

"Kenapa nunduk gitu? Gue gak gigit kok," kata Jea sambil tersenyum. Senyum itu lagi. Terlihat manis, tetapi menyeramkan bagi mereka.

"Maaf, Kak," kata Saza tanpa mengangkat kepalanya.

"Santai. Duduk aja lagi," kata Jea. Saza dan Helsa pun kembali duduk. Sementara Jea berdiri di depan mereka. "Gue sama Riddan beneran gak pacaran," kata Jea mengulangi perkataannya tadi. Mendengar hal itu membuat Saza mendongak. "Seriusan," kata Jea lagi, seolah ia membaca pikiran Saza lewat ekspresi yang ditunjukkan perempuan berponi itu.

"Kalian beneran gak pacaran, Kak?" tanya Helsa dengan ekspresi terkejut. Jea mengangguk sambil tersenyum.

"Ya udah. Gue pergi dulu," kata Jea sambil melambaikan tangannya pada mereka berdua.

***

Jea kembali berjalan mengelilingi kampus sembari menunggu Riddan yang sedang belajar. Sekitar setengah jam ia mondar-mandir tanpa arah, Jea pun memutuskan untuk duduk di salah satu kursi panjang yang tersedia di tempatnya berhenti. Di sana sepi, jadi Jea tidak akan bertemu fans-fans-nya.

Ia mengambil ponselnya yang penuh dengan notifikasi dari instagram. Ini pasti karena kunjungannya ke Universitas Garuda yang menjadi trending topik penggemarnya.

Saat sedang asik bermain sosial media, Riddan tiba-tiba menelponnya. Jea langsung menjawab telepon dari Riddan. "Halo, Dan. Kenapa?"

"Je, lo dimana?"

"Gak tahu. Gue gak tahu ini di mana. Koridor pokoknya."

"Yang bener lo? Lo nyasar?"

"Ya enggak nyasar juga. Gue gak tahu nama tempatnya, tapi gue inget jalan keluar kok."

"Seriusan gak nyasar, 'kan? Lo kasih tahu ada apa di sekeliling lo. Biar gue cari lo."

"Ada kursi. Di sini sepi, gak ada siapa-siapa."

"Bentar. Gue cari lo. Jangan ke mana-mana."

"Emang lo tahu gue di mana?"

"Enggak."

"Duh, gak usah ke sini. Biar gue yang cari lo."

"Diem. Gue cari lo. Jangan dimatiin teleponnya."

"Iya." Jea celingak-celinguk mencari Riddan. Siapa tahu Riddan lewat. "Lo di mana?"

"Bentar. Gue udah lihat lo. Gue di belakang."

Jea pun memutar badannya dan melihat Riddan sedang berjalan menuju ke arahnya. Jea pun melambaikan tangannya sambil tersenyum. Kemudian, ia mematikan sambungan teleponnya.

"Jauh banget jalan-jalannya," kata Riddan sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Udah selesai kelasnya?" tanya Jea.

"Udah. Dikasih tugas doang. Kerjain di rumah aja," sahut Riddan.

"Pulang?" tanya Jea.

Riddan mengangguk. Mereka pun berjalan beriringan menuju parkiran khusus mobil. "Mau mampir ke mana? Mau langsung pulang?" tanya Riddan.

"Ke kafe yang biasa kita datengin dulu yuk. Gue pengin ke sana," ajak Jea. Riddan hanya mengangguk, lalu mulai melajukan mobilnya keluar dari Universitas Garuda. "Saza suka lo," kata Jea tiba-tiba.

"Kok tiba-tiba bahas dia?" tanya Riddan.

"Pengin aja. Minjem HP lo dong. HP gue lowbat," ucap Jea.

"Ambil," suruh Riddan.

Jea pun mengambil ponsel Riddan yang ada di tas. Kemudian, ia mengaktifkan ponsel itu. Seketika Jea tersenyum senang karena wallpaper ponsel Riddan masih sama seperti dulu, yaitu foto dirinya dan Riddan yang sedang mirror selfie.

"Kata sandinya? Masih sama?" tanya Jea. Riddan mengangguk. Jea pun memasukkan beberapa angka yang merupakan kata sandi ponsel Riddan. Kata sandinya adalah hari dimana mereka pertama kali bertemu. "Ruang chat-nya kosong," komentar Jea saat melihat tidak ada chat sama sekali antara Riddan dengan Saza di whatsapp, hanya ada kontaknya saja.

"Chat apa?" tanya Riddan bingung.

"Saza," sahut Jea.

"Kenapa sih? Kok kepo banget sama dia?" tanya Riddan heran.

"Menarik," gumam Jea pelan. "Dan, siniin tangan lo bentar," ucap Jea meminta tangan Riddan yang kiri. Riddan mengernyitkan keningnya bingung, tetapi ia tetap menurutinya.

Jea pun menggenggam tangan Riddan dan memotretnya. Kemudian, ia melepaskan tangan Riddan dan membuat story di whatsapp dengan caption 'lama enggak ketemu, jadi kangen.'

Setelah Jea meng-upload foto itu, banyak sekali notifikasi yang mengomentari postingan itu. Jea melihat siapa saja yang sudah melihat postingan itu, ternyata salah satunya adalah Saza.

Saza :
Kak Riddan

Melihat pesan dari Saza, Jea melirik Riddan yang sedang fokus menyetir.

Riddan :
Kenapa?

Saza :
Kakak di mana?

Riddan :
Emang kenapa?

Saza :
Gapapa

Jea hanya membacanya saja tanpa niat membalas. Biarlah Saza bergalau-galau ria setelah pesannya hanya dibaca saja. Karena inilah tujuannya.

***

TBC …

Repost on Monday, 8 February 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro