32. Malam Panjang Irsiabella Ravelsa (3)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Semua pencapaianmu telah direncanakan, itu bukan keberhasilanmu.
Sejak awal, kau tidak pernah diberi pilihan."

***

Stella masih bisa berdansa dengan baik, meskipun dirinya lebih sibuk memperhatikan Putri Felinette yang juga sedang berdansa dengan Sang Raja daripada mengingat gerakan dansa selanjutnya. Mereka berdansa di aula yang sama, hanya saja Stella harus berdansa di antara para bangsawan yang membentuk formasi lingkaran, sementara Putri Felinette dan sang raja berdansa di tengahnya.

"Irsiabella, jangan membuat formasinya lonjong," tegur Regdar, setengah bercanda juga.

Stella sama sekali tidak merasa bahwa itu kalimat yang lucu, tetapi gadis itu tetap tersenyum untuk menyembunyikan kegelisahannya. Saat ini, semua orang yang berdiri di aula hanyalah pajangan bagi Stella. Satu-satunya prioritas dan perhatian utamanya hanyalah Putri Felinette. 

Namun, melihat Regdar yang mulai menatapnya cemas, Stella memutuskan untuk fokus sejenak dengan mata coklat Regdar.  

"Kau terus melihat ke arah Yang Mulia Raja Finnebert. Ada apa?" 

Regdar pasti salah paham, sebab Stella tidak peduli dengan semua orang di sana. Hanya Putri Felinette ... Luna. Mungkin Putri Felinette adalah adiknya. Adik yang paling disayanginya. 

"Tidak. Ini pertama kalinya aku melihatnya." Stella berputar dan langkahnya mengayun sempurna mengikuti irama musik. "Aku mulai bertanya-tanya, mengapa aku tidak pernah mau datang di tempat meriah seperti ini."

"Ayah pernah bilang, kau akan menyesal karena tidak mendengarkan ayah. Mungkin kau tidak ingat, tapi kau menyesal, kan?"

Ya, dan Stella tidak akan pernah mungkin ingat dengan hal itu. 

"Ya, sedikit?" balas Stella ragu-ragu. 

Karena, dirinya bukanlah Irsiabella yang sesungguhnya. 

Musik berhenti mengalun di seputaran aula. Stella dan Regdar memisahkan diri, lalu saling menunjukkan salam perpisahan dalam dansa. 

"Kau mau ikut ayah atau berdansa dengan orang asing yang tidak kau kenal?" tanya Regdar yang sebenarnya memberikan tawaran, tentu diam-diam berharap putrinya akan memilih opsi pertama. 

"Bukankah Ayah menganjurkanku untuk berdansa dengan banyak orang?" tanya Stella. 

Regdar tersenyum masam, "Berarti, kau tidak ingin ikut Ayah?" 

"Yang Ayah lakukan hanyalah membicarakan tentang topik politik yang membosankan," balas Stella memberi alasan. 

Stella sebenarnya juga tidak terlalu ingin berdansa, tetapi jika itu bisa membuatnya tetap di aula utama dan mengawasi Putri Felinette. Barangkali, nanti Stella beruntung dan bisa mendapat kesempatan untuk berbicara dengan Putri Felinette.  

"Topik membosankan? Padahal kau juga mengerti dan tertarik dengan pembicaraannya, kan?" sahut Regdar. 

Stella berdeham pelan dan mencuri pandang ke arah lain, mencoba berpura-pura tidak mengingat bahwa Stella pernah tertarik dengan topik politik di ketika awal dirinya menjadi Irsiabella.

"Ah, sepertinya akan ada yang mengajakmu berdansa." Regdar mengatakan hal itu sembari menatap sesuatu yang ada di belakang Stella. 

Stella berbalik, menemukan Svencer berjalan ke arahnya. "Maksud Ayah, Svencer? Tidak mungkin. Dia sepertinya sangat sensitif denganku."

Tanpa bisa Stella duga, tiba-tiba Svencer membungkuk sedikit dan mengulurkan tangan, "Nona Ravelsa, bolehkah kita berdansa?"

Bukannya langsung merespons, Stella malah membatu diam sambil melirik ayahnya, seolah bertanya apa yang harus dilakukannya. Regdar mengangkat dagunya, memberikan tanda bahwa Stella harus menjawab ajakan dansa Svencer. Entah itu menolak atau menerimanya, itu haknya.

Stella mengedipkan matanya beberapa kali dengan kebingungan, lalu menerima uluran tangannya, "Uh, tentu?" 

Mereka kembali di formasi lingkaran untuk berdansa. Yang ada di tengah-tengah formasi lingkaran, kini hanya Pangeran Felixence dan Putri Felinette. 

Seperti yang telah didengar olehnya, raja dan pangeran akan berdansa bergantian dengan sang putri. Putri Felinette berdiri di dekat Pangeran Felixence, entah apa yang kedua anggota kerajaan itu bicarakan. Yang jelas, Stella mulai dilanda berbagai pertanyaan selain tentang Putri Felinette. 

Jika memang Pangeran Felixence dan Felix Anonim memanglah orang yang sama, bukankah Stella telah salah langkah? Tetap merahasiakan dirinya, menghilangkan jalan pintasnya untuk mengenal Putri Felinette lebih cepat daripada rencana dan artinya dirinya harus mengorbankan nama dan hidupnya selama menjadi Irsiabella. 

Stella tidak tahu, tetapi apa yang sebenarnya diinginkan oleh Irsiabella?

"Nona Ravelsa, apakah kau tahu bahwa kita tidak seharusnya melihat anggota kerajaan dengan seintimidasi itu?" tanya Svencer. 

"Apakah ada aturan tertulis mengenai itu?" Stella bertanya balik, menantanginya. 

"Tidak ada. Karena itu, sebagai calon teman yang baik, aku memberitahumu," balas Svencer. 

Alunan musik kembali memenuhi aula. Musik kedua telah terputar. Stella baru memperhatikan sekitarnya ketika mulai berdansa dengan Svencer. Banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka. 

"M-mengapa mereka melihat ke sini?" tanya Stella. 

Svencer dengan wajah masam, membalas sambil memutar bola matanya, "Kau benar-benar tidak tahu?" 

"Kenapa?" tanya Stella lagi. 

"Sejak kedatanganmu tadi, semuanya terus membicarakanmu," jelas Svencer. 

Sepertinya, baru kali ini Stella lengah dengan sekitarnya dan kurang memperhatikan itu. Sebenarnya, Stella telah menyadarinya di awal kedatangannya, tetapi ketika kemunculan Putri Felinette, sepertinya perhatiannya benar-benar hanya dipusatkan untuk sang putri. 

"Mengapa kau mengajakku berdansa?" tanya Stella. 

"Mengapa tidak?" balasnya tanpa merasa bersalah. "Kulihat, tidak ada bangsawan lain yang berniat mengajakmu berdansa."

Bukan tidak berniat, tapi Svencer yang mengajaknya terlalu cepat sampai-sampai belum ada yang sempat melakukannya. 

"Bukankah kau tidak mau terlibat rumor yang sama denganku?"

"Kau tersinggung dengan perkataanku?" tanya Svencer.

Stella mengedipkan matanya beberapa kali, lalu tersenyum hambar, "Mengapa aku harus tersinggung?" 

Stella menanyakan itu dengan nada sumbang. Seharusnya, Stella memang tidak perlu repot-repot merasa sungkan dengan Svencer yang memang notabene-nya seumuran Irsiabella dan bahkan jarang memperhatikan estetika kata dan norma formal.

Svencer tidak membalas perkataannya lagi, sepertinya fokus berdansa. Stella pun mau tak mau kembali fokus pada objek utamanya, Putri Felinette. 

Pangeran Felixence dan Putri Felinette berdansa dengan anggun. Mereka benar-benar gambaran paling sempurna untuk menjelaskan pangeran dan putri di dongeng yang pernah dibacanya dulu. Putri yang cantik dan Pangeran yang tampan. Tidak heran, Luna begitu memuja-muja rupa dan sifat pangeran. 

Sebenarnya, jika berbasis dari pernyataan Luna tentang sikap pangeran yang cenderung lembut dan perhatian padanya, Stella tidak yakin seseorang seperti Felix Anonim yang sarkastik itu bisa memenuhi ekspektasi. Barangkali, sang pangeran melakukan hal seenaknya didasarkan oleh fakta bahwa teman bertukar pesannya tak akan menemukannya.

... Ya, tapi pada akhirnya, Felix Anonim mengakui namanya, membuat Stella semakin tidak karuan.

"Kau melakukannya lagi," tegur Svencer. 

"Mereka terlalu indah untuk tidak dilihat." 

Stella benar-benar hanya berbicara dengan asal, tapi tidak disangka, Svencer mengiyakan perkataannya dengan anggukan pelan. 

"Bagaimana menurutmu tentang Putri Felinette?" tanya Stella yang mendadak antusias setelah melihat reaksi Svencer. 

"Apakah hal semacam itu pantas diceritakan?" balas Svencer dengan acuh. 

"Dan apakah harus dirahasiakan?" 

"Membicarakan anggota kerajaan yang terhormat, apakah itu pantas?" tanya Svencer, sekali lagi. 

Stella tertegun, tetapi tidak tersinggung. Barangkali sifat konsisten dan patriotisme Svencer bisa menjamin bahwa Svencer adalah salah satu bangsawan yang berpihak pada kerajaan di kisah The Fke Princess yang asli. 

Musik kedua akhirnya selesai. Svencer dan Stella saling menyampaikan salam perpisahan. Svencer tampak tidak tenang dan memperhatikan sekitarnya dengan waspada. 

"Kau sedang menghindari sesuatu?" tanya Stella.

"Kak Arlina sepertinya akan memintaku untuk berkenalan dengan anak didiknya. Anak didiknya yang satu ini agak--" Svencer berusaha mencari kata yang tepat. "--aneh."

"Kata-kata seperti itu kurang terpelajar." Stella menyindirnya, tentu saja.

"Apapun itu. Ngomong-ngomong, terima kasih sudah berdansa denganku. Dan karena aku berbaik hati mengajakmu, sama-sama." Svencer langsung buru-buru meninggalkan aula sebelum Stella sempat menjawab apapun. 

Alunan musik ketiga kembali terdengar. Stella pun berniat untuk meninggalkan aula--berhubung Putri Felinette juga sudah meninggalkan aula dan kembali ke singgasana-nya--tetapi tiba-tiba kedatangan Dayward membuat niatnya terhenti. 

Dayward langsung menunduk dan mengulurkan tangan dan tanpa basa-basi, Stella langsung menerima ulurannya. Lagipula, Dayward memang sudah mengajaknya lama sebelum pesta digelar. Rasanya, harga diri seorang putra Marquess akan tersakiti, bisa Stella menolak ajakan itu.

Namun hal janggal mulai dirasakan Stella di tengah-tengah dansa mereka. Dayward tidak terlihat antusias atau mengajaknya berbicara sepatah kata pun atau berbasa-basi tentang apapun. 

Jadilah, Stella mendapat firasat bahwa dirinya bukan sedang berdansa dengan Dayward. Apakah ini Rayward? Mereka berdua kembar identik di rupa. Sangat sulit membedakan mereka berdua, apalagi karena pakaian mereka sama persis dan orang yang mengajaknya berdansa ini hanya diam. 

 "Apa kau mulai kelelahan, Nona Ravelsa?" Akhirnya pemuda itu bersuara, tapi tetap sulit untuk menerka siapa yang sedang berdansa dengannya. 

Stella tersenyum singkat, "Tidak. Terima kasih sudah bertanya." 

"Kau berdansa tiga kali berturut-turut," ucapnya. 

Orang ini jelas sudah memperhatikannya sejak musik pertama, tapi tetap tidak menjamin bahwa ini adalah Dayward. 

"Bagaimana dengan Tuan Muda Whistler?" Stella berusaha bertanya tanpa memperlihatkan kebingungannya. 

Pemuda itu tersenyum menanggapinya, "Apakah Nona Ravelsa masih sanggup berdansa satu lagu lagi?" tanyanya. 

Stella menimbang-nimbang selama beberapa saat. Sebenarnya, Stella belum terlalu lelah, sebab memang dirinya telah latihan berdansa sendirian dengan semangat untuk hari ini. Namun mengingat anjuran ayahnya untuk bertukar pasangan dansa setiap satu lagu, sepertinya Stella harus menolak tawaran itu. 

"Agar Nona Ravelsa tidak terlihat seperti berdansa dengan satu orang yang sama, aku bisa berpura-pura menjadi Rayward," ucapnya yang membuat Stella merasa lega sejenak. Ternyata dia memang sedang berdansa dengan Dayward. 

Namun, tetap saja Stella merasa aneh dengan sikap Dayward. Bukankah dia masih tergolong pendiam ... pengertian, pula! Dayward yang asli tidak mungkin bisa membaca situasi kondisi dengan rapi seperti ini. 

"Mengapa ... Tuan Muda Rayward harus berpura-pura menjadi dirinya sendiri?" tanya Stella yang langsung membuat pemuda itu terdiam selama beberapa saat. 

Dia tersenyum kecil, "Oh? Nona Ravelsa menyadarinya?" 

"Tentu saja." Stella juga ikut tersenyum. 

"Jadi, apakah Nona Ravelsa masih sanggup berdansa satu lagu? Untuk Dayward, maksudku."

Stella tidak mengiyakan ataupun menolak. Lagipula, berdansa dengan Dayward memanglah sebuah hal yang harus dihadapinya. Kembali, Stella mengawasi Putri Felinette yang masih duduk di singgasana-nya bersama dengan keluarga kerajaan. 

Mereka sedang membicarakan sesuatu, jelas. Stella berharap kekuatan Irsiabella tiba-tiba muncul dan membuatnya bisa menyimak pembicaraan mereka, meski dari jarak yang jauh.

"Nona Ravelsa," panggil Rayward. 

Stella menoleh kembali kepada Rayward yang sedang berdansa dengannya. 

Rayward melempar senyuman tipis, "Berdansalah dengan Dayward setelah ini." 

Apa aku terlihat seperti akan menolak ajakan Dayward? Sampai harus dibujuk Rayward, pikir Stella dalam hati, yang pada akhirnya mengiyakan perkataan Rayward dengan anggukan pelan.

"Baginya, Nona Ravelsa adalah seseorang yang istimewa," ucap Rayward. 

Perkataan Rayward sampai membuat Stella bingung harus merespons perkataannya seperti pa. Bisa-bisanya Rayward mewakili Dayward dalam menyampaikan hal seperti ini. 

Memang benar, Dayward memperlakukannya dengan istimewa. Dayward memang seterang-terangan itu menunjukkannya. Dia seolah tidak peduli dengan pandangan orang-orang, yang diinginkannya hanyalah memperlihatkan semuanya hingga semuanya mengerti maksudnya. 

Namun, bukankah Dayward memperlakukannya seperti itu karena Irsiabella cantik? Entahlah, jatuh cinta pada pandangan pertama, mungkin?

"Kalian semua juga ... teman yang istimewa," ucap Stella.

"Aku bukan membicarakan tentang itu," ucap Rayward. 

Aku tahu. Stella hanya mencoba menghindar dengan anggun, walau gagal. 

Rayward tersenyum, "Nona Ravelsa sendiri juga tahu, kan? Nona memang istimewa."

Lagu ketiga berakhir. Rayward memberikan salam perpisahan dansa, memberikan senyuman tanpa menjelaskan perkataannya atau memberikan kata-kata perpisahan, sebelum akhirnya meninggalkan Stella yang dipenuhi pertanyaan atas perkataannya barusan. 

***TBC***

31 Januari 2021

Paws' Note

1800 words.

Chapter ini hanya berisi adegan Stella dansa sama tiga orang. Hahahaha. :')

Kayaknya chapter yang berjudul 'Malam Panjang Irsibella' ini akan memiliki 5 chapter (?) Mung--kin. 

Aku ... udah ngetik ini dari minggu lalu, tapi agak ragu buat update karena terus-menerus mencoba memperbaiki percakapan Stella dengan semua orang di sini. 

Jadi ..., ya, memang, Rayward memang rada misterius yak. Mungkin itu yang bikin dia lebih charming dibandingkan abangnya /gagitu/

Chapter selanjutnya ... sebenarnya udah ada bayangan tentang apa yang bakal terjadi di pesta, semoga aku bisa membuatnya seperti naskah di kepalaku yang teramat-sangat-menegangkan. Amiiin. 

Fan art hari ini dari Tha_lisy yang amat rajin menyumbangkan fanart kejadian chapter kemarin. Jadi terhura :')


MANTAP DJIWA.

Liat Putri Felinette gambarannya aja bisa kedinginan lho :')

Oke, see you next chapie!

Cindyana H

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro