36. Kisah Felinette de Terevias

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Nyatanya, kita semua hanyalah pemeran sampingan di kisah hidup orang lain."

***

Awal musim panas telah datang menghangatkan Negeri Terevias. Hembusan angin musim panas mengibarkan bendera Terevias yang berkibar gagah di setiap sudut tembok pembatas kerajaan.

Di depan pintu masuk Istana Utara, sebuah kereta kuda berwarna putih dengan ornamen emas dikawal oleh beberapa prajurit kerajaan yang memang telah menjemput dari Istana Barat. Seperti pagi biasanya, Putri Felinette selalu datang ke Istana Utara untuk sarapan bersama dengan keluarganya.

Setelah perjalanan singkat dari Istana Barat, Putri Felinette pun akhirnya turun dari kereta kuda itu dibantu oleh pengawal pribadinya. Setelahnya, Putri Felinette berjalan menelusuri lorong panjang berkarpet merah dengan corak kekuningan dimana barisan pelayan telah menunggu kedatangannya. Di sekitarnya, hiasan gantungan bercorak lambang Terevias berbentuk matahari, pelan-pelan bergerak seolah tengah menyambut kedatangannya.

Di depan pintu ruang makan, langkah Putri Felinette akhirnya terhenti.

Pelan-pelan, ditariknya napasnya dalam-dalam. Pengawal pribadinya ikut berhenti di depan pintu. Tangannya telah bersiap-siap membuka pintu, menunggu kapanpun Putri Felinette memberikan aba-aba.

Setelah mendapat persetujuan dari Putri Felinette untuk membuka pintu, barulah pintu itu akhirnya dibuka.

Di meja makan, sudah ada dua anggota kerajaan yang menunggunya.

"Selamat pagi, Ayah. Selamat pagi, Kak Felix."

Tanpa menunggu balasan lebih lanjut, Putri Felinette langsung mengambil tempat duduk yang memang selalu didudukinya. Ada banyak tempat duduk di meja yang cukup panjang itu, tetapi mereka memang selalu duduk di tempat yang sama setiap pagi dan malamnya.

"Bagaimana tidurmu, Feline?" Sang Raja bertanya, sama seperti pagi-pagi biasanya.

"Nyenyak."

Putri Felinette menjawab hal yang sama seperti biasanya, bahkan jika hal yang dikatakannya tidak sepenuhnya benar, hanya untuk menghindari pertanyaan yang akan berbuntut panjang dari Sang Raja.

Bagi Putri Felinette, semua pertanyaan-pertanyaan itu hanyalah formalitas belaka.

Tak perlu menunggu lama, para barisan pelayan datang menghidangkan berbagai macam menu sarapan di depan mereka. Putri Felinette selalu melakukan hal yang sama setiap sarapan pagi; hanya mencicipi satu atau dua menu makanan, lalu tak lupa beberapa suap pencuci mulut. Memang, hanya itu limit sang putri untuk menikmati setiap sarapannya.

"Felix, Ayah pikir kau tidak harus membawa pedangmu setiap saat."

Perhatian mereka pun tertuju pada sebilah pedang yang terbungkus oleh sarung pedang yang bermotif indah dan ada pula corak lambang Terevias di atasanya sedang diletakkan di atas kursi di samping Pangeran Felixence. Pedang platinum itu memang milik Pangeran Felixence pribadi dan merupakan salah satu benda berharga yang selalu dibawanya kemana pun.

Namun, Pangeran Felixence tak terlalu ambil pusing mengenai teguran itu. Alih-alih tersinggung, Pangeran Felixence mengiyakan dengan senyuman tipis.

"Tidak ada peperangan di Terevias, kau tidak perlu membawanya sampai ke sini, kan?"

"Hanya untuk berjaga-jaga," balas Pangeran Felixence.

Putri Felinette melirik Pangeran Felixence dan memperhatikan raut wajah kakaknya dalam diam, lalu kembali mencicipi sarapannya.

Nyatanya, Putri Felinette tahu apa yang sebenarnya rahasia yang tengah disembunyikan oleh kakaknya.

Pangeran Felixence menceritakannya pada suatu sore di pertengahan musim dingin, ketika mereka berdua sedang dalam perjalanan kembali dari Istana Utara ke Istana Barat--tepatnya ketika Pangeran Felixence sedang mengantarkan adiknya untuk pulang.

"Mengapa terus membawa pedang?"

Semuanya berawal dari pertanyaan sederhana yang dilemparkan oleh Putri Felinette.

Sejauh yang Putri Felinette ingat tentang Pangeran Felixence, seberapa antusiasnya sang pangeran dengan permainan pedang, dia tidak akan sampai membawanya kemana-mana.

"Aku punya sahabat pena." Sang Pangeran menjawab sembari tersenyum.

Tentu saja, itu bukanlah jawaban yang diinginkan oleh Putri Felinette.

Pangeran Felixence kembali melanjutkan, "Beberapa malam yang lalu, aku tidak sengaja bertukar pesan dengan seseorang dengan sihir."

"Lalu apa hubungannya?" Putri Felinette bertanya sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Aku menggunakan pedangku sebagai media penerima pesan."

Akhirnya, terjawab juga jawaban yang memang telah dinanti-nantinya.

"Biasanya pertukaran sihir via pesan hanya mampu bertahan satu malam," jelas Pangeran Felixence dengan antusias. "Namun sampai hari ini, setelah genap sepekan, aku masih bisa bertukar pesan dengan Nona Anonim."

"Nona Anonim?" Perhatian Putri Felinette pun terpancing oleh sebutan itu.

"Dia bilang, dia tidak ingin ditemukan," jelas Pangeran Felixence.

Sudah nyaris setengah tahun sejak hari itu dan Putri Felinette sangat yakin bahwa siapapun gadis yang bersembunyi di balik identitas Nona Anonim itu pasti akan sangat menyesali keputusannya untuk tetap menjadi anonim. Bagaimanapun juga, dikenal--apalagi kalau sampai dicari--oleh pangeran mahkota pastilah sesuatu yang sangat didamba-dambakan oleh setiap gadis.

Namun, beberapa bulan silam, Pangeran Felixence berhenti menceritakan tentang Nona Anonim yang misterius itu. Katanya, mereka tidak lagi dapat saling bertukar pesan karena Nona Anonim mendapat kesulitan dalam menggunakan kekuatannya, sehingga Pangeran Felixence memilih untuk memutus sihir di antara mereka.

Dan sejak hari itu pula, Pangeran Felixence mulai sering mendatangi Kuil Agung untuk mendapatkan informasi, tetapi nyatanya semua informasi yang dikumpulkannya nihil dan tak dapat membantunya menemukan teman bertukar pesannya.

Ngomong-ngomong, kembali lagi di meja makan kerajaan. Sampai hari ini, Pangeran Felixence belum buka mulut mengenai Nona Anonim di hadapan sang raja. Atau angkat bicara tentang kemampuan sihirnya yang sebenarnya mulai meningkat drastis sejak ulang tahunnya yang ke enam belas. Mungkin sebab itulah, pangeran memintanya untuk merahasiakan hal ini dari ayahnya.

"Apakah Ayah tidak akan bertanya tentang kemajuanku dalam menggunakan sihir?" tanya Pangeran Felixence.

Perut Putri Felinette tergelitik sedikit. Sepertinya Pangeran Felixence akan memperlihatkan kemajuannya dalam menggunakan beberapa sihir rumit. Namun, terlepas dari itu, Putri Felinette tidak yakin bahwa Pangeran Felixence akan menceritakan perihal tentang Nona Anonim, kecuali bila dia telah menemukannya.

"Kau bisa menunjukkannya di hari ulang tahun Ayah nanti," balas sang raja.

"Di pesta Ayah?"

Raja Finnebert berdeham, "Tidak perlu. Jangan sampai putra-putri Duke dan Marquess merasa tersaingi."

Hal yang terus menerus diulang oleh setiap generasi dalam Kerajaan Terevias. Dulu, pernah ada pemberontakan oleh para Duke dan Marquess tentang otorisasi menggunakan kekuatan di Negeri Terevias. Lalu, pihak kerajaan mendapatkan dukungan dari kuil untuk berkahnya dalam mempertahankan Negeri Terevias.

Konon yang berhak atas posisi kerajaan adalah mereka yang lebih kuat dibandingkan keluarga kerajaan itu sendiri. Tak peduli status, latar belakang keluarganya, ataupun siapa dirinya.

Raja Finnebert hanya mengikuti tradisi kerajaan sejak dahulu kala, untuk tidak mengumbarkan kekuatan sejati yang mereka miliki. Hal ini juga dipercaya tidak akan memicu konflik antar bangsawan yang akan saling beradu menunjukkan kebolehan mereka dalam menggunakan sihir.

Apabila hal yang tidak diinginkan terjadi, barulah kekuatan sejati boleh ditunjukkan sebagai bukti. Itu menurut yang selalu diagung-agungkan raja terdahulu.

Karena itu, sebagai anggota kerajaan, Putri Felinette sadar, dirinya dituntut untuk memiliki kekuatan yang lebih kuat dibandingkan seluruh perempuan di Negeri Terevias.

"Kau sudah selangkah lebih maju dibandingkan dengan yang lain, ketika kekuatanmu muncul dua tahun yang lalu di usiamu yang ke empat belas, Felix." Sang Raja bersabda sembari menatap ke Pangeran Felixence dalam.

"Iya, Ayah."

Hanya pihak kerajaan yang mengetahui fakta yang satu itu, termasuk Putri Felinette sendiri.

Kemudian, pandangan sang raja pun beralih ke Putri Felinette.

"Ayah yakin, kekuatanmu pun akan muncul dalam waktu dekat, Feline."

Putri Felinette tersenyum, kemudian menganggukan kepalanya.

"Iya, Ayah."

Usai menjawab itu, tidak sengaja Putri Felinette bertukar pandang dengan Pangeran Felixence yang kemudian melempar senyuman tipis ke arahnya, seolah turut menyemangatinya lewat tatapan.

Tak lama setelah memilih beberapa sarapannya, makan bersama pagi itu pun akhirnya berakhir.

Masih sama seperti pagi biasanya, Putri Felinette dan Pangeran Felixence akan sama-sama meninggalkan Istana Utara. Pangeran Felixence akan mengantarkan Putri Felinette kembali ke Istana Barat, lalu di sanalah keduanya bisa mengobrol leluasa tanpa harus mengkhawatirkan siapapun mendengarkan pembicaraan mereka.

"Apa Kakak akan ke Kuil Agung lagi hari ini?" Putri Felinette bertanya.

Pangeran Felixence menggeleng, lalu meratapi pedang yang ada dalam genggamannya.

"Kau sendiri ... apa akan mengusili semua pelayanmu lagi?"

"Aku tidak mengusili mereka," balas Putri Felinette.

Pangeran Felixence mengangkat sebelah alisnya, lalu bersandar dan meletakan pedangnya di sisinya. "Jangan membuat terlalu banyak rumor, Feline."

"Iya." Putri Felinette mengiyakan tanpa minat.

Suasana dalam kereta kuda hening selama beberapa saat, sebelum akhirnya lelaki bermanik amethyst itu memajukan wajahnya untuk menatap Putri Felinette lekat-lekat.

"Kenapa?"

"Jangan terlalu memaksakan diri," sahut Pangeran Felixence.

"Tentang apa?" tanya Putri Felinette.

"Tentang yang dikatakan Ayah."

Putri Felinette menghela napas, dia tahu persis bahwa Sang Raja menginginkan hal yang sama terjadi kepada Putri Felinette; kemunculan kekuatan yang lebih cepat dibandingkan kebanyakan orang.

"Hal seperti itu tidak bisa dipaksakan."

Pangeran Felixence kembali terdiam selama beberapa saat, "Ya, dan kita tidak tahu apa yang terjadi di masa depan."

Kali ini, Putri Felinette yang terdiam.

"Mengenai hal-hal yang ingin kulakukan, kuharap Kak Felix tidak ikut campur."

Putri Felinette menolehkan kepalanya ke luar jendela dimana pengawal pribadinya masih mengikutinya dengan kuda. Taman yang dilewatinya antar istana memang terlalu besar dan luas.

Pangeran Felixence sadar, bahwa Putri Felinette sedang menghindari tatapannya. Kebiasaan adiknya setiap akan mengatakan hal-hal yang menyakitkan, padahal sebenarnya dia tidak benar-benar berniat mengungkapkannya.

"Sebagai seorang kakak, aku berhak ikut campur dengan urusan adikku, kan?" tanya Pangeran Felixence.

Putri Felinette menghela napasnya jenuh. Pembicaraan ini tidak akan pernah menemukan akhirnya, karena Pangeran Felixence terlalu keras kepala untuk menerima keinginan Putri Felinette.

"Aku tidak mengerti mengapa kau ingin melakukan itu," gumam Pangeran Felixence.

Bukan ingin, tetapi harus. Tentu saja, Putri Felinette hanya bisa mengungkapkannya dalam hati.

"Kau serius ingin meninggalkan segalanya?" Pangeran Felixence lagi-lagi bertanya dengan tatapan serius, sesuatu yang selalu berhasil membuat Putri Felinette menjadi luluh.

Namun, Putri Felinette tidak bisa memberikan jawaban.

Seharusnya, Pangeran Felixence tidak perlu mengetahui rencana yang telah disusunnya. Karena, dengan Pangeran Felixence yang mengetahui rencananya, semuanya akan menjadi sangat rumit.

Rencana untuk meninggalkan istana, meninggalkan gelar, meninggalkan nama, meninggalkan segala hal yang dimilikinya.

"Mengapa?"

Selalu. Selalu satu pertanyaan itu yang ditanyakan oleh Pangeran Felixence setiap kali membahas ini. Putri Felinette benar-benar kehabisan akal untuk menjawab pertanyaan sederhana itu, meskipun sebenarnya alasannya memang sudah jelas.

Namun, lagi dan lagi, Putri Felinette tidak bisa menjawab dengan lantang. Kakaknya pasti akan sangat terluka jika mendengar alasan sesungguhnya.

Putri Felinette mulai menyesali keputusannya.

Keputusan untuk tetap di Kerajaan Terevias lebih lama.

"Kau tidak akan pernah menjawabnya, kan?" tanya Pangeran Felixence lagi.

Karena.

"Suatu hari aku akan menjawabnya," bisik Putri Felinette dengan tenang.

"Dan kau akan mengatakannya sebelum kau pergi?"

Putri Felinette mengangguk, "Iya."

"Janji ya, Feline."

Pangeran Felixence meletakan ujung pedangnya yang masih dibungkus sarung pedangnya di depan kening Putri Felinette. Gerakan itu dinamakan janji prajurit tempur, sebuah gestur yang memang selalu dilakukan prajurit yang mengucapkan janji.

Putri Felinette memejamkan matanya, "Aku janji."

Memori-memori yang mengerikan mulai tampil dalam pikirannya setiap ia memejamkan matanya. Semua gambaran itu sama persis seperti yang dilihatnya setiap hendak terlelap dalam tidur. Runtutan mimpi buruk yang mengakhiri hidupnya.

Dua kematian di usia muda dalam dua kehidupan telah dilaluinya.

Putri Felinette tidak ingin mendapat akhir yang sama untuk ketiga kalinya.

Karena aku ingin tetap hidup.

Hanya itu permintaan Putri Felinette.

Hanya itu keinginan Luna.

***TBC***

14 Maret 2021

Paus' Note

DORR!!!

Plot twist 1 doneee, meskipun aku ga yakin ini plot twist ahahahha.

Dan begitulah konflik dari cerita ini akan bergerak.

Seharusnya chapter ini nongol di chapter 35 dan aku dihadapkan oleh pilihan buat ngegantungin kalian di jawaban Putri Felinette atau kedatangan si Mata Merah. Aku memilih opsi kedua.

Jadi, benar bahwa Putri Felinette adalah Luna. Sebenarnya pengin kugantung beberapa chapter lagi sebelum ngungkap kalau Putri Felinette adalah Luna, tapi mengingat ini sudah chapter 36, aku membatalkan dengan segala hormat.

Judul chapter menandakan cerita diceritakan dalam persepsi dan dominan yang bersangkutan. Dan entah sampai kapan, kita akan mulai cerita dari sisi Luna.

Sebenarnya, jika kalian melepaskan semua 35 chapter di belakang, cerita ini hanya bakal jadi cerita isekai biasa dimana heroine sudah tahu apa yang akan menimpanya dan apa yang harus dilakukannya untuk mencegah akhir yang buruk.

Oh ya, dan benar bahwa chapter ini sebelum pesta ulang tahun raja.

Untuk itu, di cerita ini akan menceritakan dari dua sisi yang berbeda. Karena itulah, aku mengambil POV 3 Central sebagai pengambilan sudut pandang.

Sejujurnya mengetik chapter ini adalah yang tersulit di antara semuanya, karena itu aku sampai ganti chapter 36 berulang kali dan bolak-balik pula.

Jujur, enggak sreg sama chapter ini. Kurang greget. :(

Tapi cerita tetap harus berjalan. Huhuhu.

Oke, dipastikan next chapter lebih gampang ditulis daripada chapter ini dan chapter sebelumnya.

Fan art hari ini, pemiliknya Adel_lia3

C U NEXT CHAPIE!

Makin seru ya, Cindy. Yuk bisa yuk.

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro