Chapter 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Hoaamm..." Reyla meregangkan otot-ototnya. Ia merasa sangat mengantuk selama pelajaran terakhir, belum lagi dia masih harus piket.

"Huaa... Riaa... jangan tinggalin aku, bantuin... Hwee..."

"Maaf Reyla, sejujurnya aku mau aja bantu kamu. Tapi aku ada urusan penting, lagipula aku tidak mau mengganggu waktumu seperti waktu di UKS itu!" kata Kiaria menyesal.

"Apa?! Tidak, i-itu hanya kesalahpahaman..."

"Udahlah bocah pendek, bantuin sini biar cepet selesai!" Vinsent menyela pembicaraan Reyla dengan Kiaria.

"Aku tidak pendek! Kamu aja yang terlalu tinggi! Dasar tiang listrik!!!" balas Reyla marah.

"Apa kau bilang?! Kalau gitu, ayo kita buktikan siapa yang lebih tinggi. Aku, atau kamu." tantang Vinsent.

"Ya pasti kamu lah, BEGO! Pake nantang segala, udah tau namanya tiang listrik!"

'Yah mereka mulai lagi, sebaiknya aku kabur diam-diam,' desah Kiaria dalam hati. Kiaria pelan-pelan berjinjit menuju ke pintu kelas lalu pergi.

Reyla yang menyadarinya pun mengeluh. "Cih, gara-gara kamu kan Vinsent, Ria jadi kabur."

"Banyak omong, selesaikan saja piketnya." kata Vinsent menjulurkan lidahnya.

"Hmph, dasar tiang listrik." gumam Reyla.

"Kamu bilang apa, bocah pendek?"

"Siventius Saro, adalah orang yang tingginya sama dengan tiang listrik. Bweek!" ejek Reyla. Vinsent merasa kesal dan berjalan ke Reyla dan menggosok rambutnya kuat-kuat. "Bilang sekali lagi aku tiang listrik, aku akan membuat rambutmu layaknya surai singa!"

"Waaah! Ampun, ampun, lepaskan.... aku salah aku yang salah!" Vinsent menyeringai dan melepaskan tangannya. "Hmph... baik-baik kulepaskan..."

"Huuh... dasar tiang listrik," Reyla bergumam kecil, berharap Vinsent tidak mendengarnya, tapi harapannya tidak terkabul.

Vinsent mendengarnya, namun hanya sebagai gumaman kecil. "Apa yang kau gumamkan?"

Reyla secara spontan kaget dan mundur beberapa langkah. Wajahnya kelihatan panik. "Ti-tidak ada apapun." Dalam hatinya ia berkata, 'Matilah aku'. Untungnya Vinsent tidak terlalu memedulikannya, jadi Reyla bisa tenang.

Anak-anak piket yang lain pun telah kembali. Ternyata, penyebab mereka lama sekali adalah karena mereka... mampir jajan di kantin.

'Sungguh tidak berperikemanusiaan', batin Reyla dan Vinsent dalam hati.

Piket sudah selesai. Sewaktu mereka pulang, Vinsentlah yang mengantar Reyla. Sebenarnya Reyla tidak suka diantar pulang oleh Vinsent. Hanya saja, rumah mereka beda satu gang dan ibu Reyla mengenal ibu Vinsent. Itulah sebabnya ibu Reyla mempercayakan Reyla pada Vinsent.

"Aah... besok sudah Valentine... lalu lusanya ada festival, aku kebagian tugas bikin menu makanan. Haaft, kalau ada Ria pasti beres deh... tapi Ria juga sibuk..." Reyla berbicara sendiri dalam perjalanan pulang.

"Pfft- kau bicara sendiri. Ahahaha!" Vinsent tertawa, tapi Reyla tak senang. Ia menganggap itu sebagai sebuah ejekan untuknya. Reyla kesal, maka ia menendang kaki Vinsent.

Duakk...

"Aduh, apaan sih!"

Sebelum Vinsent sempat menoleh, Reyla berlari kencang-kencang sambil menjulurkan lidahnya. Tentu saja Vinsent kesal dan mengejarnya. Tak jauh dari situ, Kiaria yang sedang berjalan pulang dari kursusnya, melihat Reyla dan Vinsent yang sedang berlarian. Ia tersenyum kecil. 'Pfft- dasar anak-anak kecil', dia terkekeh dalam hati.

Tak lama kemudian, Reyla dan Vinsent tiba di rumah Reyla. Mereka berdua terengah-engah karena berlari tadi, namun rasanya cukup menyenangkan bagi mereka berdua. "Haah...lelah sekali... panas..." Ujar Vinsent yang dibasahi oleh keringat. "Aku juga, haah... mau masuk dulu? Aku buatkan teh." tawar Reyla. "Oh, bagus juga, aku jadi haus karena tadi, hehe."

Sementara Reyla menyiapkan teh, Vinsent melihat keadaan rumah Reyla. Rumahnya cukup rapi, dindingnya berwarna putih bercorak dedaunan yang menenangkan. Diam-diam pipi Vinsent memerah sedikit melihat rumah itu, entah apa yang dipikirkannya. Namun semua itu hilang ketika Vinsent mendengar meongan kucing yang berasal dari kamar Reyla. Karena penasaran, Vinsent masuk ke kamar Reyla... lalu menemukan seekor kucing berwarna hitam dan kaki berwarna putih.

"AAAAARRGH!"

Reyla mendengar suara teriakan dari atas kamarnya. Dengan panik ia menaiki tangga, berharap tidak terjadi apa-apa. Saat pintu kamar dibuka, kepanikan Reyla berubah menjadi kebingungan. Ia melihat Vinsent sedang bermain dengan kucingnya, Reo, di kamarnya. Ia merasa bingung, lantas untuk apa Vinsent berteriak. Vinsent yang melihat Reyla jadi memerah karena salah tingkah. Begitu melihat Vinsent yang memerah, rasa bingung Reyla hilang entah kemana. Reyla tertawa puas dengan apa yang dilihatnya.

"Ahahahaha... kamu harus lihat bagaimana wajahmu sekarang, ahaha... Harusnya tadi aku memotretnya!"

Vinsent menjadi tambah malu karena Reyla menertawakannya. "Di-diam! Jangan tertawa, kubilang diam!" Reyla tak mendengarkan Vinsent dan terus tertawa. "Aahaha.... dasar tsundere!" ledek Reyla.

"Cih aku bukan tsundere...! Udahlah, aku pulang aja!" Vinsent terlihat sungguh kesal.

"Ohh.. tehnya bagaimana?" tanya Reyla heran.

"Minum saja sendiri!" ujar Vinsent tak peduli. Baamm!  Suara pintu yang dibanting oleh Vinsent membuat Reyla kaget. Entah ada apa dengannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro