Chapter 18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Versi revisi 🤗
~~~~~

Naskah ini diikutsertakan dalam event yang diadakan oleh #penerbitprospecmedia x #authorgottalent2021
#AGT2021GrupC

Happy reading 🌹

*****

"Dok," bisik Rara saat melihat Cynthia melamun di tengah jalannya operasi. Jihan sudah menyelesaikan tugasnya dan meminta Cynthia untuk membereskan sisa pekerjaan untuk menjahit perut pasien pasca operasi caesar.

Mendengar bisikan Rara, Cynthia tersadar lalu segera mengambil peralatan dan mulai menjahit. Cynthia terdiam sejenak memandangi darah yang begitu banyak menggenang dari sayatan yang perlu ia tutup kembali. Kenapa rasanya kepalanya menjadi sedikit pusing dan mual, ya? Apa gara-gara ia belum makan dari tadi pagi karena memikirkan Brian?

Para perawat berpandangan melihat sorot mata Cynthia yang berbeda dari biasanya. Mereka ingin memberi tahu Cynthia, tetapi ngeri juga kalau terkena marah dari doju itu. Jadilah mereka hanya terdiam sambil mengamati Cynthia yang kini sedang melakukan tindakan.

Rara terlihat kagum melihat bagaimana Cynthia menangani pasien. Meskipun kondisi Cynthia sedang terlihat tidak baik, tetapi dokter galak itu tetap mengerjakan tugasnya dengan penuh konsentrasi.

"Dokter nggak apa-apa?" tanya Rara setelah mereka keluar dari ruang operasi.

"Saya nggak apa-apa. Cuma belum makan," sahutnya seraya melepas sarung tangan dan maskernya.

"Muka Dokter agak pucat. Keringetnya juga gede-gede."

Cynthia tersenyum tipis lalu segera mencari cermin untuk melihat bagaimana bentuk wajahnya sekarang. Ia menghela napas saat melihat wajahnya yang begitu mengerikan. Ia segera berjalan menuju ruangannya untuk beristirahat.

"Makan di rumah makan padang depan, yuk!" ajak Filo saat melihat Cynthia sudah berada di dalam ruangan.

"Lo sama Vio atau Hugo aja. Gue mau ketemu Brian habis ini," tolak Cynthia.

Filo mengacungkan jempol. Ia sudah mendengar cerita dari Viola kalau Cynthia sedang ada sedikit masalah dengan Brian. Namun, perempuan itu tetap bisa bersikap profesional di rumah sakit.

Sementara Filo berlalu, Cynthia ikut berjalan cepat keluar ruangan menuju kantin rumah sakit. Ia sudah menerima pesan dari Brian bahwa laki-laki itu telah sampai di kantin. Ia terpaksa meminta Brian datang ke sini karena waktu Cynthia tidak banyak. Bisa saja ia mendapat panggilan dadakan dari Jihan seperti kemarin.

Tak lama menunggu, Cynthia melihat Brian datang seraya berlari menghampiri tempat duduknya. Napasnya terengah-engah, seperti habis dikejar waktu. Ya, waktu memang segalanya untuk pebisnis seperti Brian dan keluarganya.

"Babe, maaf aku telat. Aku habis rapat sama rekan kerja."

Cynthia mengulum senyum tipis melihat wajah Brian yang kini berada di hadapannya. Seperti kata Clemira, wajah Brian terlihat kacau. Kekasihnya itu terlihat kusut, dengan lingkaran hitam di seputar mata. Brian juga terlihat sangat lelah, seperti tidak tidur semalaman.

"Ian."

Brian menegakkan punggungnya saat Cynthia memanggil namanya.

"Ya, Sayang?"

Cynthia mengembuskan napas panjang, lalu menatap Brian yang dari tadi menatapnya dalam, lembut, dan selalu memujanya.

"Soal kemarin, soal kuliah kamu ...." Cynthia menghirup oksigen sebanyak mungkin. Paru-parunya butuh pasokan oksigen lebih banyak.

"Aku emang kecewa sama kamu, Ian. Aku kecewa karena kamu nggak bilang ke aku sebelumnya. Walaupun kamu nggak serius apply berkas ke sana, seenggaknya kamu tetep cerita."

Ucapan Cynthia membuat tubuh Brian menegang. Mendengar suara Cynthia yang terdengar putus asa dan pasrah, membuat dada Brian berdenyut ngilu. Ia sudah menodai kepercayaan yang Cynthia berikan padanya.

"Tapi, denger kamu diterima di sana jelas aja bikin aku bangga."

"Cynthia ...."

"Lanjut aja, Ian. Gapai mimpi-mimpi kamu, masa depan kamu. Aku nggak apa-apa. Aku akan tunggu kamu pulang," ujar Cynthia kali ini dengan mantap.

"Cyn, kamu nggak marah?" tanya Brian dengan mata melebar. Kaget mendengar jawaban Cynthia.

Cynthia tersenyum. "Gimana bisa aku marah kalau kamu jadi orang sukses nantinya? Kamu inget kan, kamu pernah bilang kalau hubungan kita nggak akan sama kayak anak muda pada umumnya?"

Brian terdiam, menunggu Cynthia meneruskan kalimatnya.

"Kamu tahu, aku juga lagi sibuk jadi jadi residen. Baru jalan dua tahun dan selesai masih lama. Aku bakal lebih sibuk dan jarang bisa ketemu sama kamu. Dan ini kebetulan yang pas, Ian. Kamu bisa lanjut S3 dulu sambil nunggu aku selesai pendidikan. Kamu bisa raih itu. Ini kesempatan emas buat kamu," kata Cynthia bijak. Ia sudah memikirkan banyak hal tadi malam.

Hati Brian menghangat mendengar jawaban bijak dari kekasihnya. "Bener kamu nggak keberatan?"

Cynthia tertawa lembut. "Ian, kita sama-sama di Jakarta ada serasa LDR. Nggak akan jauh beda kok. Maaf, aku marah sama kamu dan diemin kamu beberapa hari kemarin. Aku begitu ... karena aku takut kamu ninggalin kamu."

"Cyn, sebenernya ada yang mau aku omongin lagi," kata Brian kemudian.

"Apa?"

"Sebelumnya, makasih ya kamu udah relain aku buat lanjut pendidikan. Tapi ... aku nggak akan ambil kesempatan di James Cook."

"Ian ... kenapa? Aku udah ijinin kamu. Jangan karena aku, kamu jadi batalin."

"Bukan karena kamu. Tapi ada satu kondisi yang bikin aku nggak bisa lanjut studi ke Singapura."

"Satu kondisi? Ada apa, Ian?" tanya Cynthia dengan mimik muka khawatir. "Kamu ada masalah?"

"Kesehatan Papi agak menurun akhir-akhir ini. Papi udah nggak bisa terjun ke lapangan lagi lihat proyek. Akan lebih berbahaya buat kesehatannya kalau Papi memaksakan diri. Kalau aku ke Singapura, nggak ada yang bantuin Papi. Kak Ana sama Mami minta aku buat stay di Indonesia."

"So, kamu nggak jadi lanjut pendidikan S3?"

"Jadi, tapi nggak di James Cook. Aku akan coba daftar ke Pelita. Di James Cook aja aku diterima, apalagi di Pelita, kan?" Mau tak mau, Cynthia tersenyum saat mendengar kesombongan dalam ucapan Brian. "Aku tetep bisa lanjut S3 di Indo, bisa tetep kerja bantu Papi, juga tetep bisa deket sama kamu."

"Kamu serius mau lanjut di Pelita?" tanya Cynthia tak percaya. Bukan apa-apa, tetapi kampus itu milik papanya. Bagaimana gerak-gerik Brian, sudah pasti akan tertangkap basah oleh Billy selaku rektor. Ini merupakan kesialan atau anugerah?

"Iya. Aku mau lanjut S3 di Pelita. Kenapa? Takut aku makin klop sama Papa Mertua?" goda Brian.

Cynthia tersenyum malu saat mendengar jawaban dari Brian. Papa mertua? Cynthia geleng-geleng mendengarnya. Tuhan memang baik. Siapa yang menyangka semua akan menjadi pas seperti ini? Yang jelas, Cynthia sangat bangga pada kekasihnya itu. Brian memang samgat bisa diandalkan, untuk keluarga, pekerjaan, juga untuk dirinya.

"Ian ...."

Brian mendongak. Ia suka saat Cynthia mengucapkan namanya. Suara Cynthia terdengar lebih lembut saat memanggilnya.

"I love you, Ian."

Brian melongo. Ia tidak salah dengar, kan? Cynthia tidak kemasukan jin, kan? Aduh ... jantungnya sangat tidak aman jika Cynthia sudah berubah menjadi lembut seperti ini. Cynthia dalam mode galak saja sudah membuat dirinya gila. Apalagi berubah seperti ini? Semoga Tuhan tetap menjaga jantungnya agar tetap sehat.

Perlahan, senyum Brian mengembang. "I love you more, Cynthia."

***

1128 words 🔥🔥🔥

Yeyyyy ga jadi LDR ahayyy 😝😝😝

Follow akun wattpad @ichaaurahmaa

Follow instagram
Ichaaurahmaa

19-08-2021
Revisi 07-12-2021
With love, IU ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro