9.

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seumur-umur, Taehyung jarang sekali merasakan sebuah penyesalan. Dia terlalu menyukai kehidupannya sebagai orang kaya, yang bisa ini dan itu seenaknya. Dia juga terbiasa apa-apa dilayani dan dipenuhi keinginannya, makanya dia benci sebuah penolakan. Satu penyesalan yang dia rasakan sejak dulu hanya saat jatuh cinta dengan Irene. Selebihnya? Tidak terlalu penting.

Namun kali ini, rasa sesal itu kembali menjenguk. Dalam kasus sama, hanya saja kali ini dengan orang yang berbeda. Kedua benaknya tidak mau memutar bayangan lain selain netra Minji yang bergetar dan berkaca, memohon agar dia memberi jarak padanya.

"Aaaaah anjir! Kesel gue sama lo, dah nggak usah main aja!" Teriakan Jungkook mengacaukan bayangan itu.

"Dari tadi ngomel mulu lo kayak perawan lagi pms!" Taehyung tidak mau kalah.

"Ya jelas aja, lo main overwatch kayak anak sd baru belajar pipis sendiri. Sepuluh kali lo mati dan bikin tim kita kalah."

Seokjin kemudian meraih alat kontrol permainan milik Taehyung. Hal itu sukses membuat Jungkook tidak marah-marah lagi. Taehyung yang menjadi sasaran kekesalan Jungkook menghela napas sebal, menuju ujung ruangan untuk meneguk segelas air putih. Dia lalu menghempaskan tubuhnya di kasur ukuran king size milik Jungkook. Ya, selain fakultas, basecamp mereka adalah rumah Jungkook.

"Something happen?" Namjoon duduk di sofa yang sejajar dengan kasur itu.

Taehyung menghela napas, kemudian memiringkan tubuhnya agar menghadap Namjoon.

"Nothing."

"Tumben lo ngelamun mulu. Abis nonton bokep, ya?"

Taehyung menoleh sekali lagi, sambil berdecak pelan. "Sialan, emangnya gue lo! Nggak, gue cuma kepikiran sesuatu sih."

"Minji?" Namjoon asal bicara sebenarnya. Tapi nggak disangka, tubuh Taehyung merespon nama itu.

"Baru kali ini gue ngeliat orang bener-bener benci sama gue, cewek lagi. Padahal cewek lain pada heboh ngejar gue."

Mendengar hal itu, Namjoon sedikit memutar bola matanya karena yeelah kepedean banget si Taehyung. Tapi omongan itu ada benernya juga, sih.

"Mungkin lo terlalu ngeselin buat dia. Mungkin juga lo bikin dia menderita, makanya dia nggak suka sama lo."

Taehyung langsung terduduk dan menatap Namjoon kesel. "Gila lo, masa menderita sih? Cowok seganteng gue bikin menderita?"

"Fans lo kan bejibun. Yakin tuh si Minji baik-baik aja?"

Ah iya, Namjoon pinter juga. Dia jadi berpikir keadaan Minji kayak tadi mungkin karena tingkah fansnya. Habisnya, nggak mungkin banget kan Minji sobek-sobek bajunya sendiri? Mungkin sih, kalo emang Minji itu agak gak waras dan punya style fashion  yang ekstrim. Namun, untuk hal itu, Taehyung cukup tahu Minji modelannya kayak apa.

Setelah Namjoon ngomong gitu, sebuah pesan masuk di notifikasi ponsel Taehyung. Dia menggeram kesal lalu menelpon seseorang dengan tidak sabar.

"Mochi, lo harus bantu Min—eh cewek gue!" kata Taehyung dengan alis yang mengkerut karena marah.

~

"Seriusan lo nggak apa-apa?" Hoseok yang mengantarkan Minji pulang baru saja menyodorkan semangkuk ramen dan sup tahu kafetaria. Setelah Minji jauh lebih baik, dia mengambil makanan itu dan menyantapnya tanpa banyak bicara.

"Gue nggak bisa lebih lama hidup dengan lelucon kampret si Taehyung Taehyung itu. Bajingan tengik!" Minji meluapkan emosinya, tidak peduli dengan mulut yang masih penuh.

"Aduh! Lo cewek apa bukan sih? Makan kok muncrat," kata Hoseok sebal sambil mengambil nasi yang sempat melayang ke wajahnya.

"Emangnya tadi lo diapain ama Taehyung? Dia kan nggak masuk kelas, dan baru ketemu pas tadi mau pulang," lanjut Hoseok lagi.

Kalau Minji punya kemampuan magis, mendingan dia mentransfer apa yang sedang dia pikirkan kepada Hoseok, jadi mulutnya nggak perlu capek-capek ngomong. Namun, karena dia cuma manusia biasa, dia kembali menceritakan kejadian dengan geng cabai itu. Ketika Minji nggak bisa berbuat apa-apa karena disumpel dan dipegangin badannya sehingga nggak bisa bergerak. Mengingat hal itu, otomatis Minji menangis. Sekuat-kuatnya dia menghadapi geng cabai, dia merasa harga dirinya diinjek-injek.

"Sorry ya gue ninggalin lo tadi. Kalo aja gue nungguin lo, mungkin hal kayak gini nggak bakalan terjadi." Hoseok berujar pelan, penuh penyesalan. Minji menggeleng dan nepuk pungung sahabatnya sesekali.

"Bukan salah lo. Kalau ada orang yang pantes disalahin ya cuma Kim sialan itu."

Hoseok menghela napas, kali ini mengakui bahwa perkataan Minji ada benarnya juga.

"Dah, daripada lo bersedih-sedih ria, mendingan sekarang siap-siap."

Minji mengernyit. "Mau ke mana?"

"Jelas aja potong rambut. Nggak mau kan modelan rambut lo awur-awuran kayak gitu?"

Minji nyengir, kemudian gegas untuk mengganti baju. Setelah selesai, Minji membuka pintu apartemennya, bersamaan dengan suara bel yang baru saja menggema.

"Lo Choi Minji?" tanya gadis itu dengan wajah yang super jutek. Minji sempat mengamati gadis di depannya ini dengan saksama sebelum menjawab. Nggak, dia masih belom siap kalau harus di bully ama fans pria kampret itu lagi.

"I-iya. Lo siapa?"

Gadis itu menarik lollipop dari dalam mulutnya kemudian menyeringai. Sebelah tangannya diulurkan dengan sedikit enggan.

"Gue Jennie. Dan gue harap, lo mau ikut sama gue sekarang."

~

Akhirnya embemku Jenieeeee 😍

Sorry telat banget. Mau pagi tadi tapi belom rampung. Masih set 12, jadi masih hari selasa lah ya wkwkwk.

Btw, met puasa bagi yang menjalankan. Maafin kalau ada salah-salah kata pas bales komen atau gimana. Ehe.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro