1 | Nyeri Pemicu Rindu

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Raina mengeluarkan pekikan kecil. Selalu saja begini. Lelaki itu tak pernah bermain pelan. Bilur di tangannya yang belum pulih, kini bertambah lagi. 

Dan sengatan nyeri itu kembali datang.

“Rafe ....” Raina memelas. 

Dua butir air mata bergulir di pipi. Namun, lelaki muda berusia dua puluh lima tahun itu tak peduli. Dia terus bergerak, mengesampingkan kesakitan Raina, dan mendaki puncaknya sendiri.

Anehnya, perempuan itu juga berhasil mendapatkan pemuasannya. Di tengah kesakitan yang terus mendera, Raina menemukan pelampiasan. Pergelangannya yang terikat tali kulit mengencang. Perempuan itu mencengkeram ujung tali untuk mencegah gesekan yang lebih menyakitkan.

Kemudian, Rafe meninggalkannya.

Raina berada dalam kekosongan yang memuakkan. Matanya terpejam. Peluh masih membanjiri kening. Dia tak ingat kapan jatuh tertidur. Namun, saat membuka mata, selimut tebal telah membungkusnya. 

Tidak ada lagi tali pengikat. Ruangan sudah dibersihkan. Raina mengernyit.

Tidak, bukan dibersihkan. Raina berkata dalam hati. Melainkan dirinya telah dipindahkan ke kamar lain. Kamarnya sendiri.

Perempuan itu serta-merta bangkit. Nanar dipandanginya seisi kamar. Dia sudah berhasil keluar dari ruangan ini minggu lalu. Seharusnya dirinya tidak dikembalikan ke kamar lajangnya ini. Melainkan dibawa ke kamar Rafael.

“Rafael Rys,” geramnya seraya mencengkeram selimut. 

Perlahan dia turun dari tempat tidur. Sedikit goyah karena masih merasa kesakitan. Lampu terang di tengah ruangan yang menyala pertanda suasana di luar pasti sudah gelap. Dan tebakan perempuan itu benar.

“Berapa lama aku tertidur?” Perempuan berambut sepunggung itu termangu.

Dia berdiri di ambang jendela. Mata cemerlangnya mengamati taman luas yang tertata rapi. Keluarga ini pasti tak segan menghabiskan uang banyak demi merawat tanaman-tanaman mereka.

[Jauh lebih banyak dibanding pendapatanku selama sebulan bekerja paruh waktu.] Raina bergumam dalam hati. Sendu.

Namun, cepat-cepat dia menyingkirkan perasaan rendah diri itu. Sekarang dirinya adalah bagian dari keluarga Vecchio. Menantu yang dipungut dari jalanan oleh nyonya di rumah ini dan dinikahkan semena-mena dengan putra bungsunya.

“Karena aku menantu, harusnya sekarang aku tidur di kamar Rafe.” Raina mengetukkan ujung jari di kaca jendela yang tebal. 

Menilik nama besar Vecchio yang tersohor, perempuan itu yakin seratus persen tiap bagian di rumah ini pasti mengandung material anti peluru. Termasuk jendela transparan di kamar lajangnya ini. 

Pasalnya, siapa pun di negara ini tahu sepak terjang klan Vecchio. Pendiri perusahaan farmasi besar, juga pemilik saham di berbagai perusahaan top nasional, sering diisukan menggunakan segala cara untuk memuluskan bisnisnya. Tak heran, keluarga ini selalu memanen musuh baru tiap tahun.

Ketukan di pintu membuyarkan lamunan Raina. Perempuan berdarah Indonesia-Italia itu terseok-seok menghampiri daun pintu tebal bercat putih. Tubuhnya yang terbalut jubah satin mewah masih dipenuhi nyeri akibat aktivitas terakhirnya bersama sang suami. 

Besar harapan perempuan dua puluh tahun itu jika sang pengetuk adalah pria yang telah mengikrarkan diri di depan altar sebulan lalu. Kali ini Tuhan berkenan mengabulkan permohonannya.

“Rafe?” sapanya penuh kerinduan.

Lelaki itu berjalan masuk. Tangannya menggenggam baskom air hangat. Dengan kakinya, dia mendorong pintu hingga terbanting menutup.

“Duduk,” perintah lelaki itu dingin.

Raina patuh. Dia duduk di tepi tempat tidur. Kesiap kagetnya terdengar saat Rafe mengangkat tubuh mungil itu dan meletakkannya di pangkuan.

“Ada apa?” tanya Raina lirih.

Telapak halusnya menyentuh pipi Rafael yang dipenuhi bakal cambang. Lelaki itu memejamkan mata, meresapi belaian halus Raina di wajahnya. Beberapa detik mereka berdiam diri. Saling berkomunikasi melalui batin. Hingga lelaki itu membuka mata.

“Aku sedikit kelewatan.”

Raina tahu yang dimaksud lelaki itu. Aktivitas tempat tidur mereka terbilang sangat aktif dan emosional. Vanila tak cukup bagi lelaki itu. Perlahan-lahan, Rafe mengenalkannya akan dunia lain yang memiliki dua sisi serupa air dan api.

Membakar hasratnya sekaligus mendinginkan sakit yang mendera.

“Aku tidak apa-apa,” ujar Raina berusaha ceria.

Rafe dengan kebiasaannya yang sangat irit kata-kata hanya membalas dengan tatapan dalam. Dia melepas ikatan jubah Raina. Bahu mulus perempuan itu terekspos saat Rafe menarik turun helaian satin merah tua.

Lelaki itu memeras waslap yang terendam air hangat lantas mengusap lembut bagian-bagian tubuh sang istri yang mengalami memar. Raina sedikit takjub dengan tingkah sang suami yang berbeda seratus delapan puluh derajat dibanding bentuk fisiknya.

Rafael Rys Vecchio adalah pria berdarah campuran Italia-Inggris. Bertinggi seratus sembilan puluh sentimeter, rambut cokelat gelap, dan mata cokelat yang selalu menyorot malas-malasan membuat lelaki muda itu tak pernah absen jadi incaran para perempuan.

Tak bisa dibayangkan lelaki jangkung ini mampu memberi perlakuan selembut itu. Mengingat dia juga hobi menyiksa orang lain.

Hanya keberuntungan, atau kesialan, yang membuat Raina berhasil menjadi istri lelaki itu. Dia tak tahu bagaimana memosisikan nasib saat ini. Yang perempuan itu ketahui hanya dia harus berusaha semaksimal mungkin menjadi istri yang tetap disukai Rafe.

“Aduh.” Raina memekik tertahan saat kain waslap menggesek dadanya.

“Kau kesakitan di sini?” Rafe menahan kain basah itu di lebam Raina.

“Ya, aku ....”

Perkataan perempuan itu terputus. Pandangannya berserobok dengan netra Rafe yang menggelap. Raina menelan ludah.

“Rafe, aku perlu istirahat. Kumohon?” bujuk Raina penuh harap.

“Hanya sebentar,” balas Rafe dingin.

“Rafe? Tolong?” Raina berusaha menahan lelaki muda itu. 

Namun, Rafe tak peduli. Jemarinya sudah bermain-main. Raina mulai diserang rasa panik. Pertahanan diri perempuan itu nyaris runtuh sebelum sisa akal sehatnya berhasil mengambil alih kendali otak.

“Chili!” teriaknya keras-keras.

Rafe membeku. Tangannya yang sudah berada di belakang tubuh Raina berhenti bergerak. Wajah pria itu mengerut seolah tampak kesakitan. 

“Rai?” Suara Rafe serak.

Raina menggeleng tegas. Air mata merebak di pelupuk mata perempuan itu.

“Tidak, Rafe. Kau meninggalkanku. Seharusnya aku berada di kamarmu sekarang. Bukan kembali ke tempat ini.”

Tinju Rafe terkepal. Bibir lelaki itu menipis. Tanpa banyak kata, dia kembali membasuh luka-luka di tubuh Raina dan mengoleskan salep khusus. Obat yang diperolehnya dari dermatologis langganan khusus bagi para wanita teman tidur lelaki itu.

“Aku tak pernah menganggapmu istri. Kau tahu itu,” kata Rafe dingin.

“Tapi ....” Raina terlihat bingung. “Kau menyuruhku pindah ke kamarmu.”

“Itu instruksi dari Madre,” ujar Rafe menyebut panggilan ibunya. “Wanita tua itu selalu mengatur dirimu, bukan?”

Raina mencelus mendengar perkataan tajam Rafe. Hatinya bergejolak. Rasa sakit yang diderita, ditambah sikap dingin sang suami, membuat perempuan itu murka.

“Aku hanya mencoba memuaskan budak Madre.” Satu sudut bibir Rafe tertarik ke belakang. Lelaki itu mencibir sinis. “Bodoh sekali jika kau menganggap pernikahan kita serius.”

Raina yang sudah dipindahkan Rafe ke tepi tempat tidur sontak berdiri. Kilat di mata cokelat gelap perempuan itu memancar kuat. Tanpa tedeng aling-aling, tangannya melayang ke pipi lelaki yang jauh lebih tinggi darinya.

Suara tamparan keras membahana di kamar yang luas. Telapak Raina berdenyut nyeri. Sementara pipi kiri Rafe membekas cap merah tangan istrinya.

“Berani-beraninya kau menamparku?” geram Rafe. Dirasakannya asin tercecap lidah. Mata lelaki itu sedikit membesar menyadari bibirnya robek karena tamparan seorang perempuan.

“Perempuan brengsek.” Rafe memaki.

“Kau yang brengsek!” Raina menyambar kerah kemeja Rafe dan menarik turun lelaki itu. 

Tanpa peringatan perempuan itu menghantamkan kepala sekuat tenaga ke dahi sang suami.

“Itu balasan setimpal untuk orang bodoh sepertimu, Rafael Rys Vecchio!”

***


Hai, kembali lagi dengan cerita baruku. Semoga kalian suka ya, Readers. Jangan lupa vote dan comment biar daku makin semangat nerusin ini cerita. 🥰

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro