11. Canda = Bencana

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Aku sedang belajar untuk tidak mengubah lara menjadi bara. *@tasyayouth*

_______

Nandara tidak suka bercandaan yang berlebihan. Entah siapa yang mengajari kakak sepupunya berkelakuan semenyebalkan itu. Namun, ia sangat yakin bahwa Xilon yang telah mempengaruhi otak polos Zuma.

Suara tawa yang belum juga selesai sejak semenit yang lalu itu semakin membuat Nandara jengkel. Tadi kakak sepupunya sudah mendapat sebuah jambakan yang belum pernah ia lakukan sama sekali. Tentu saja Zuma kaget dengan keganasan Nandara. Sungguh, tidak disangka. Dan sekarang ia kembali ingin menjambak lelaki yang terus menertawai kebodohannya itu.

Nandara benar-benar tidak tahan lagi.  Ia benar-benar menjambak rambut Xilon dengan penuh dendam. Seolah tidak ada hari esok untuk membalasnya. Suara mengaduh Xilon terdengar. Lelaki itu mencoba melepaskan diri, bahkan dibantu oleh Zuma tetapi kekuatan Nandara benar-benar kuat.

"Udah, Nda!" seru Xilon dan kali ini dengan sedikit sentakan akhirnya ia berhasil terlepas dari keganasan Nandara.

Napas Nandara memburu. Ia belum puas dengan jambakan itu. Ia ingin terus mengulangnya hingga kepala Xilon botak.

"Ganas banget calon istri, sampe mau rontok nih rambut gue. Emangnya lo mau nikah sama cowok botak?" sindir Xilon membuat Nandara menatapnya tajam. Lain dengan Xilon yang semakin membalas tatapan Nandara dengan sama tajamnya, Zuma justru terlihat segan. Ia tidak pernah melihat adik sepupunya seperti itu. Selama ini, Nandara itu adalah gadis yang lembut. Masih dalam kondisi syok, Zuma memilih menonton drama gratis di depannya.

"Siapa yang mau nik--"

Hampir saja Nandara mengeluarkan kata-kata yang berakibat kebohongan mereka terbongkar. Nandara mengutuk di dalam hati. Semua ini gara-gara ucapan sialan beberapa waktu lalu. Jika saja ia tidak berpura-pura pacaran dengan Xilon, mungkin keadaannya tidak akan serumit ini.

Nandara menghela napas dengan pelan. Ia mencoba meredakan emosi agar tidak meledak-ledak.

"Maaf, Nda. Kakak cuma bercanda," cicit Zuma terlihat takut-takut.

Melihat wajah memelas Zuma membuat Nandara tidak tega. Ia menyesal telah merusak tatanan rambut Zuma dengan sekali jambakan mautnya. Sungguh, ia tidak berniat mengurangi ketampanan sang kakak sepupu. Dirinya hanya kesal karena dibodohi.

Mengenai penyakit Xilon, Zuma hanya bercanda. Ia hanya ingin melihat reaksi Nandara. Jujur, ia merasa ada yang aneh dengan hubungan Nandara dan Xilon hingga dirinya mencoba untuk mengetes Nandara. Melihat betapa khawatirnya Nandara, membuat Zuma yakin bahwa Nandara memang mencintai sahabatnya. Ia hanya memastikan.

Lain dengan Zuma yang merasa bersalah, Xilon malah tertawa lebar-lebar setelah mengetahui alasan Nandara memeluknya. Sorot takut kehilangan terpampang jelas di mata  Nandara. Dan ia rasa itu lucu sekali mengingat keduanya bak kucing dan tikus.

"Aku nyakitin kamu banget ya, Nda?" tanya Zuma merasa tidak enak  hati saat melihat Nandara menundukkan kepalanya.

"Kira-kira dong, Zuma. Lo bikin cewek gue salah paham dan takut. Penyakit itu bukan suatu hal yang bisa dicandakan. Siapa tahu gegara ucapan lo, malaikat aminin. Gimana?"

Nandara menoleh ke arah Xilon yang seenak jidatnya berbicara. Bagaimana jika malaikat mengamininya? Bagaimana jika Tuhan mengabulkannya?

Saat tahu bahwa yang diucapkan Zuma hanyalah bualan, ada perasaan lega yang mengendap di hatinya. Dan dirinya tidak suka jika Xilon mengucapkan hal-hal aneh seperti itu.

"Gue minta maaf, deh. Serius, tadi itu--"

"Bercanda boleh, tetapi dibatasi. Tidak semua orang bisa menerima sebuah candaan dan tidak semua orang bisa bahagia karena sebuah candaan. Lo paham maksud gue, kan?" tanya Xilon menatap Zuma dengan pandangan yang sulit diartikan. Zuma berdeham sebelum akhirnya mengucapkan kata maaf lagi.

"Dimaafin. Btw, gue butuh privasi sama calon istri. Lo bisa--"

"Gue paham, kok. Maafin Kakak ya, Nda. Kakak ke dalam dulu," ujar Zuma beranjak dari kursinya. Nandara hanya mengangguk pelan. Ia memang membutuhkan pembicaraan empat mata dengan Xilon--si biang masalah.

Sepeninggalan Zuma, Nandara langsung memasang wajah tidak sukanya pada Xilon. Lelaki yang ditatap hanya duduk dengan bersila santai, seolah tidak terganggu dengan tatapan dari Nandara.

"Gue nggak ngerti mau lo," ucap Nandara dengan gemas. Xilon memandangnya lalu kemudian tersenyum tipis.

"Apa-apaan dengan pernikahan? Gue nggak tahu apa yang lo pikirin!" marah Nandara meluapkan emosinya. Bukannya merasa bersalah, lelaki itu malah tersenyum lagi. Nandara benci senyuman itu, sudah cukup sebagian hatinya yang mulai meleleh.

"Kenapa dengan pernikahan? Lo masih nggak ngerti tentang nikah? Pernikahan itu adalah sebuah ikatan suci dari sebuah hubungan di mana sepasang manusia akan bersatu," jelas Xilon dengan tampang yang membuat Nandara ingin menceburkannya ke kolam renang.

"Gue nggak butuh definisi pernikahan dari lo. Gue cuma mau tahu alasan lo minta nikahin gue dalam bulan ini sama Papa gue. Apa maksud lo?" tanya Nandara dengan amarah yang semakin meluap-luap.

"Gue udah jelasin tentang definisi nikah. Masih nggak paham?"

Nandara benar-benar kesal. Xilon hanya memutar-mutar pembicaraan. Bukannya mendapat titik terang, Nandara malah semakin pusing.

"Ya, nikah untuk bersatu dalam ikatan suci. Gue ngerti. Tap--"

"Lo udah ngerti sejauh itu, Dara. Masih gagal paham?" Xilon mendekatkan wajahnya dengan Nandara lalu menaikkan sebelah alisnya. Sontak Nandara mendorong tubuh lelaki itu untuk menjauhinya.

"Gue butuh alasan lo," geram Nandara.

"Itu alasan gue."

"Itu bukan alasan, Myroxilon Azadirachta. Jangan jadiin pernikahan ini sebagai permainan. Semua berawal dari salah paham. Kita sama-sama tahu alasan kita pacaran. Walaupun Papa gue suka sama lo, bukan berarti Papa gencar sama pernikahan ini. Jadi ini bukan murni perjodohan, tapi lo sendiri yang ikut andil besar. Gue rasa nggak usah ada acara nikah-nikah. Gue yakin lo ada maksud tersembunyi. Lo pasti berniat buat hanc--"

"Di otak pintar kamu itu ternyata penuh kotoran, ya? Otak Einstein tapi moral not understand. Kamu berpikiran buruk sama saya. Apa kamu pikir itu sopan? Saya lebih tua dari kamu, loh," potong Xilon dengan mode 'dosen'.

Apa-apaan ini? Kenapa Xilon jadi mode 'dosen galak' seperti ini? Mereka membicarakan pernikahan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan perkuliahan. Ini di luar kampus dan Xilon tahu hal itu. Jadi, ingin menyalahgunakan jabatan, ya?

"Wah, mendadak jadi dosen. Jangan bilang lo mau ngalihin pembicaraan!" tuduh Nandara dengan tatapan sengit miliknya.

Xilon berdeham. Niatannya ternyata diketahui terlebih dahulu oleh Nandara. Lalu ia kembali tersenyum. Tak terhitung sudah berapa kali bibir tipis itu melengkung untuk hal-hal yang tidak bisa Nandara tebak.

"Oke. Gue cuma mau nikahin lo. Salahnya di mana?" tanya Xilon kembali ke mode normal.

Nandara menggelengkan kepalanya tanda tidak percaya. Benarkan lelaki di depannya itu adalah seorang dosen muda?

"Kita sama-sama nggak cinta, Xilon. Lo harusnya tahu hal itu," tekan Nandara dengan wajah kesal.

"Kenapa lo seyakin itu? Bukannya lo udah jatuh cinta sama gue? Apa yang lo ragu? Apa karena lo belum yakin sama perasaan lo? Percaya sama gue, cinta lo ke Zuma nggak akan pernah berhasil. Jadi, jangan berpikir lo bisa bahagia sama Zuma sebagai pasangan. Lo cukup yakinin perasaan lo ke gue dan kita nikah."

Inilah yang Nandara benci dari Xilon. Lelaki itu selalu bisa menebak apa yang dipikiran Nandara. Dia berbicara seolah tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Ia berbicara seolah tahu apa yang ada di hati Nandara. Hal itu membuatnya jengkel. Ia tahu apa yang diinginkan hatinya. Apalagi mengenai Zuma. Ia tahu persis ke mana hatinya tertuju.

"Jangan sok tahu!" desis Nandara.

"Gue tahu apa yang bahkan lo nggak tahu. Gue ngerasain apa yang lo rasa. Karena kita satu. Itulah alasan gue nikahin lo. Karena kita satu," ucap Xilon menekankan kalimatnya. Lelaki itu lalu beranjak dari kursi dan berniat untuk pergi dari sana.

"Gue bakal nikahin lo. Sekalipun dengan cara memaksa."

Nandara mengepalkan tangannya. Sementara Xilon melangkah menjauhinya, gadis itu pun mengejar langkah Xilon. Ia menahan jas lelaki itu hingga Xilon menghentikan langkahnya dengan mendadak.

"Gue gak bodoh, Xilon. Lo egois! Gue rasa lo punya sebuah ambisi untuk hancurin keluarga gue. Niat lo benar-benar gak terdeteksi. Gue rasa alasan lo itu cuma bualan. Gue bakal batalin pernikahan ini. Apapun caranya!" tegas Nandara.

Xilon membalikkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Nandara. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam kantong celananya.

"Siapa pun yang egois, orang itu adalah lo dan gue. Lo tahu arti satu? Lo tahu maksud dari bersatu? Satu bagian yang sakit, maka bagian lainnya juga akan sakit. Lo butuh gue dan gue butuh lo. Masih nggak jelas?"

"Nggak! Nggak jelas sama sekali!"

"Kalau gitu. Kenapa tadi lo meluk gue saat tahu gue punya penyakit?"

Nandara tersentak kaget dengan pertanyaan itu. Mendadak lidahnya kelu. Padahal ia cukup bilang bahwa ia hanya merasa kasihan dengan Xilon jika lelaki itu memiliki penyakit. Naluriah manusiawi.

"I-itu ...."

"Itu karena lo takut kehilangan gue. Gue adalah bagian dari lo. Kalau gue pergi, lo juga bisa mati. Di hati lo."

Nandara terdiam di tempat. Xilon pun kembali membalikkan badannya untuk pergi.

Nandara merasa ada yang aneh dari tubuhnya. Sejak insiden pelukan sebelumnya, ia merasa aneh. Sedari tadi, hidungnya menikmati aroma melati dari tubuh Xilon. Jiwanya terasa tenang. Namun, saat tubuh Xilon menjauh bersamaan dengan aroma itu, ia merasa ada yang hilang.

Inikah satu yang dimaksud Xilon? Sejak kapan? Sejak kapan ia membutuhkan aroma itu? Kenapa ia mendadak kehilangan semangat seperti ini?

Mata Nandara masih menangkap sosok Xilon yang menjauh darinya. Entah dorongan dari mana, Nandara langsung berlari dan menyerbu punggung Xilon dengan memeluknya erat.

Xilon kaget dengan kehadiran Nandara yang mendadak memeluknya dari belakang. Apa yang telah terjadi? Sementara Xilon larut dengan keterkejutannya, Nandara menghirup dalam-dalam aroma jasmine yang menguar dari tubuh Xilon.

Untuk pertama kalinya, Nandara membutuhkan sesuatu yang aneh seperti ini. Ia merasa candu. Candu pada aroma kematian yang selama ini menganggunya. Aroma itu sedikit berbeda dari biasanya. Apakah itu yang menyebabkan Nandara menyukai aroma itu?

"Dara ...."

"Oke. Kita nikah."

Xilon terlihat kaget. Ia baru saja akan membalikkan badannya jika saja kepala keluarga tidak berdiri di depannya.

"Xilon, Om mau bicara."

Nandara melepas pelukannya dengan cepat begitu mendengat suara papa tercintanya. Ia bersembunyi di balik tubuh kekar Xilon. Namun, beberapa detik kemudian tubuh Xilon tidak lagi berada di depannya. Lelaki itu melangkah pergi mengikuti kepala keluarga Granitama itu ke lantai dua.

Bagaikan baru bangun dari tidur, Nandara seperti merasa kesadarannya baru saja terkumpulkan. Ia menyadari ada yang salah dengan dirinya. Apa yang ia katakan tadi? Ia bersedia menikah dengan Xilon? Lalu kenapa ia memeluk Xilon dengan begitu eratnya?

Tanpa sengaja, mata Nandara menangkap sosok adiknya yang baru masuk ke rumah. Sepertinya Oktan baru selesai latihan basket di lapangan basket kompleks perumahan mereka.

Oktan menatapnya tanpa ekspresi. Sementara Nandara berdiri mematung di tempat, Oktan berjalan ke arahnya seraya membawa basket di tangannya. Saat kedua kakak-adik itu berjarak satu meter, Oktan melempar bola basketnya pada Nandara. Untung saja Nandara bisa menangkapnya sehingga tidak mengenai wajahnya.

Nandara berniat mengomeli adiknya, tetapi tidak jadi saat melihat ekspresi adiknya yang sulit ditebak.

"Bencana akan datang."

Apa-apaan dengan semua orang? Kenapa Nandara merasa mereka semua aneh? Nandara memang jenius, tetapi orang jenius juga memiliki kelemahan. Nanda tidak mengerti dalam hal dunia per-kode-an. Dia tidak bisa memecahkan teka-teki. Teka-teki hidup.

###
To be continued.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro