18. Secret?

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kalau kata Valeria, love is nothing. Kalau kata Camellia, love is the things. Bagi Valeria jatuh cinta itu ibarat tidak ada apa-apa. Bingung? Jadi begini, Valeria menganggap cinta itu ibarat kekosongan. Kenapa begitu? Karena saat seseorang jatuh cinta, dia tidak pernah memikirkan apa pun. Dia jatuh cinta begitu saja, tanpa paksaan, tanpa pilihan.

Jatuh cinta itu membuat seseorang terkadang melakukan hal-hal yang di luar nalar. Coba pikir, saat jatuh cinta apakah kamu bisa memilih siapa yang ingin kamu cintai? Bahkan seseorang bisa mencintai musuhnya sendiri, temannya sendiri, atau hal yang paling gila adalah saudaranya sendiri. Cinta itu memberi kekosongan. Tidak peduli beda ras, agama, negara, atau apapun itu. Cinta hadir begitu saja. 

Sedangkan menurut Camellia, cinta itu adalah sesuatu. Sesuatu yang tidak bisa diprediksi apa itu. Sesuatu yang bisa membuat seseorang bahagia dan sedih di waktu bersamaan. Camellia menempatkan cinta sebagai sesuatu. Hal yang tidak bisa diungkapkan kejelasannya. 

Inti dari pernyataan kedua kembaran tersebut adalah ... keduanya tidak tahu pasti bagaimana itu cinta. Sebaik apa pun Nandara memahami kedua persepsi kembaran itu, maka otaknya semakin gelap. Tanpa pencerahan. 

"Yang udah pasti adalah cinta itu tulus berasal dari hati. Entah cinta itu bikin lo bahagia atau terluka, lo tetap gak peduli. Hal yang harus lo pikirin sekarang adalah gimana caranya lo buktiin ke Kak Xilon kalau lo emang beneran cinta sama dia. Lo tahu aja kan? Terkadang ada orang yang terlalu takut jatuh cinta. Takut dikecewain. Mungkin Kak Xilon ngalamin hal itu. Yakini hati lo aja dulu. Lo bakal nemu jawabannya."

Lalu di sinilah Nandara berakhir. Di depan rumahnya. Menatap kosong ke rumah berlantai dua itu. Dia menghela napas panjang lalu memasuki rumah tersebut.

Sepi. Nandara tahu bahwa mungkin saat ini papa dan mamanya sedang quality time. Semoga ia tidak menganggu kemesraan keduanya.

Yah, Nandara yakin bahwa Oktan pasti menginap di rumah temannya. Awalnya Nandara juga berniat untuk menginap di rumah si kembar, tetapi ia malah merindukan rumahnya. Entah kenapa, malam ini ia ingin dipeluk oleh mama dan papanya. 

Nandara pulang ke rumah hangat yang menjadi favoritnya. Lantas Nandara menyeret langkahnya menuju kamar. Dua jam bergosip di rumah si kembar cukup membuatnya lelah. Ia ingin tidur lebih awal agar besok bisa bangun pagi lebih cepat.

Baru saja akan menaiki tangga pertama, langkah Nandara terhenti begitu matanya tanpa sengaja melihat sosok papa dan mamanya duduk di taman belakang rumah. Sebenarnya tidak sopan jika mengintip apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Hanya saja, hatinya tidak enak. Papa dan mamanya terlihat sedang terlibat pembicaraan yang serius.

Nandara mencari cara untuk menguping pembicaraan mereka. Bisa jadi, orang tuanya sedang membicarakannya.

Ia berdiri di balik tembok, sengaja untuk bersembunyi. Sedangkan orang tuanya duduk di atas kursi yang berada tidak terlalu jauh sehingga ia bisa mendengar pembicaraan orang tuanya.

Lamat-lamat terdengar suara Papa, untuk pertama kali.

"Aku akan ikut kamu, Git," tegas Ren dengan bola mata yang memerah. Nandara yakin, papanya sedang menahan air mata. Jika sudah seperti ini, ia yakin ada sesuatu yang serius. Selama ini papa dan mama jarang bertengkar. Sekalipun bertengkar tidak pernah seserius ini.

"Kamu bisa jaga anak-anak sama Mauryn, Ren," ujar Sagitta dengan suara yang pelan. Nandara yang mendengarnya jadi kaget. Apa maksud mamanya? Siapa Mauryn?

"Nggak, Git! Aku cuma bakal rawat anak-anak sama kamu! Dari dulu, Git. Dari dulu kamu selalu begini! Aku selalu bilang kalau aku nggak akan baik-baik aja tanpa kamu!" gertak Ren terlihat frustasi. Ia berusaha sekeras mungkin agar tidak membentak istrinya. Namun, tanpa bersikap seperti ini istrinya akan tetap pada pendiriannya. 

"Nggak, Ren! Anak-anak masih butuh kamu! Ayah mereka! Mereka juga masih butuh ibu dan ibu mereka ad--"

"Kamu, Git! Cuma kamu mama mereka. Gak akan ada yang gantiin posisi kamu!"

"Kamu lupa, Ren? Aku mama yang gak guna! Siapa yang buat Nandara menderita kayak gini? Semua karena aku!"

Deg!

Begitu namanya tersebut, gadis itu langsung membelalakkan matanya tidak percaya. Kenapa dengan dirinya? Apa kesalahan mama dan apa yang membuat ia menderita?

"Itu ... bukan salah kamu, Git. Itu ... kutukan."

Deg!

Nandara merasa tercekat dengan ucapan papanya. Siapa yang dikutuk? Nandarakah? Kutukan seperti apa?

"Ya, kutukan itu karena aku!"

"Sagitta!"

Papanya menyebut nama mamanya dengan suara meninggi yang terdengar frustrasi. Bisa Nandara lihat mamanya semakin terisak. Lalu sang papa mendekap mamanya dengan penuh cinta.

Cinta. Ya, cinta yang seperti itu. Sebuah tempat di mana seseorang bersandar, tempat untuk kembali pulang, dan tempat untuk berbagi. Itu cinta. Seperti papa dan mamanya.

"Gimana dengan Nandara, Ren? Gimana kalau ternyata bener aku bakal meninggal karena penyakit aneh ini? Gimana kalau ternyata dia tahu kalau Xilon bakal--"

Ucapan Sagitta terputus tatkala Nandara tiba-tiba muncul di depannya. Bukan hanya Sagitta, Ren pun kaget dengan kehadiran putrinya. Sagita melirik Ren dan anaknya berulang kali. Apa yang telah Nandara dengar?

"Kutukan apa, Ma? Apa bener kalau Manda mengidap penyakit? Penyakit apa? Kenapa Nandara nggak tahu? Terus apa yang akan terjadi sama Kak Xilon? Apa?! Apa?!" teriak Nandara dengan pertanyaan bertubi-tubi.

"Mine, yang tadi itu--"

"Kenapa Nandara kelihatan bodoh selama ini? Bener kayak kata orang-orang, Nandara emang anak yang dikutuk! Nandara emang anak sial! Nandara yang pantas mati bukan Manda!" Nandara mengeluarkan semua emosinya malam ini. Ia tidak menyangka, akan ada rahasia sebesar ini. 

"Nandara! Masuk kamar!"

Ren menyerah. Ia tidak bisa memberi penjelasan malam ini pada Nandara. Mengurus istrinya saja sudah kesusahan. Ibu dan anak itu, pikirannya sedang tidak stabil. Ren hanya tidak mau ada hal-hal buruk yang terjadi.

"Nggak! Nandara mau penjelasan Panda!" 

"Mine! Nggak gitu cara ngomong sama orang tua! Masuk kamar sekarang, Mine! Sekarang!" tegas Ren dengan raut wajah marah. 

Nandara tahu bahwa ia tidak akan mendapat penjelasan malam ini. Ia tidak bisa menahan air matanya. Tak bisa dipungkiri jika ia mungkin akan berpikir hal yang gila untuk kedua kalinya.

Nandara beringsut mundur saat melihat mamanya kembali terisak.

"Nda ... Manda--"

"Gitta!" seru Ren frustrasi.

Ren mengalihkan pandangannya pada Nandara yang tidak sanggup mengucapkan apa pun.

"Mine, apa pun yang terjadi, itu bukan salah Manda. Apa pun yang kamu tahu nanti, Pan--"

"Nandara akan cari jawabannya sendiri, Panda. Jaga Manda, Pa. Nandara janji nggak akan ngelakuin hal yang bodoh. Nandara cuma butuh waktu," ucap Nandara menyela.

Ren terkesiap, ia kira anaknya akan melakukan hal yang bodoh lagi. Namun, gadis itu sudah mulai berpikiran dewasa.

Nandara tidak tega melihat mamanya menangis sesegukan di pelukan papanya. Mama tidak pernah seperti itu sebelumnya. Sudah banyak beban yang dipingkulnya.

"Panda bakal jelasin nanti, Mine," lirih Ren sedikit merasa was-was.

"Ya, Panda."

Nandara menghapus sisa air matanya dan langsung membalikkan badannya pergi dari sana. Seperti yang ia katakan pada papanya, ia butuh waktu.

Nandara keluar dari rumahnya dengan langkah lesu. Malam ini, ia mungkin akan kembali ke rumah si kembar atau tidak sama sekali. Berjalan di malam hari sendirian sebenarnya juga bukan pilihan yang baik.

Sebentar. Nandara rasa dia butuh waktu sebentar untuk menyiapkan hatinya. Nanti, sebuah cerita yang tidak pernah terbayangkan akan didengar olehnya.

Nandara hanya berjalan tanpa arah. Hawa dingin yang menusuk kulitnya tak terasa lagi. Terbalut oleh perasaan yang gelisah.

"Panda akan jelasin sama kamu, Mine. Jangan jauh-jauh dari rumah."

Nandara yakin papanya sangat khawatir hingga mengirimkan pesan teks seperti itu. Ia ingin marah, tetapi mengingat keadaan mamanya, ia tidak yakin untuk hal itu. Mamanya sedang sakit. Aroma jasmine yang menguar dari tubuh mamanya semakin kuat. Nandara semakin kalut.

Tin! Tin! Tin!

Nandara menoleh ke sumber suara. Ia mendapati sesosok lelaki yang mungkin akan memberikannya sebuah jawaban.

"Ra, aku mau ngomong."

Nandara tahu, lewat sorot mata itu ia telah menemukan jawabannya.

🌂🌂🌂
Tbc.
28 Desember 2019

Repost (20 Feb 2021)


Note:

Gimana perasaan kalian baca part ini?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro