21 - Konspirasi Alam Semesta

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ada yang aneh. Reira merasa hari ini benar-benar aneh. Kenapa banyak orang menatapnya tajam? Tunggu, apa ini artinya dia semakin terkenal? Mereka nge-fans padanya?

Sepanjang jalan dari gerbang hingga sekarang di depan anak tangga, banyak sekali mata mengikuti gerakan Reira. Ia menatap sekilas sebentar, lantas lanjut melangkah. Masa bodoh dengan mereka, hari ini ia ingin bertemu dengan Ardi.

Kemarin saat mata mereka bertemu, cowok itu malah membuang muka. Kenapa lagi dia? Apa mencretnya masih belum sembuh?

Saat tiba di lantai dua, Reira mengernyit bingung, kenapa banyak sekali orang yang berkumpul di sini? Apa mereka menunggu kedatangannya? Sungguh, memangnya apa yang sudah ia lakukan hingga banyak adik kelas jadi nge-fans begini? Rasanya kemarin tidak ada hal besar yang ia lakukan.

Reira tersenyum manis pada mereka, tetapi hanya dibalas dengusan. Ketika mencoba untuk lewat, barisan itu semakin rapat dan berisik. Membuat ia kesulitan untuk lewat.

"Permi--" Suara Reira tertelan oleh obrolan para gadis ini. Suara mereka ternyata lebih toa, mampu mengalahkan milik Reira.

Setelah lima menit gagal percobaan, akhirnya gadis itu menyerah. Ia melanjutkan langkah menuju lantai tiga. Tempat ruang ujiannya berada. Ia sendiri heran, kenapa di antara seluruh kelas, XII IPS 2 harus dapat ruang ujian di lantai tiga lagi? Kan capek harus naik turun tangga. Awalnya ia berharap bisa ulangan di lantai satu, bukan apa-apa, soalnya kantin ada di sana.

"Re, ada apa di lantai bawah? Berisik banget." Lia yang baru keluar dari kelas di dekat tangga bertanya. Keningnya mengernyit heran, agak terganggu karena jadi sulit berkonsentrasi. Padahal ulangan selanjutnya adalah matematika, ia sedang memantapkan hapalan rumus, tapi kalau berisik begini jangankan menghapal, membaca saja sulit.

Reira mengangkat bahu. "Gak tahu. Lagi gosipin kucing lahiran kali."

Lia memutar bola mata malas. "Ya kali, Re. Suruh pada diam dong, Re. Gue gak bisa belajar."

Reira menggaruk kepala yang tidak gatal, lalu tersenyum lebar. "Gue bisanya bikin berisik di tempat hening, bukan bikin sepi tempat ramai."

Lia mengembuskan napas berat. Benar juga! Reira biangnya berisik, bukan penenang yang baik. Kalau gadis itu turun lagi, yang ada malah makin gaduh suasananya.

Tetapi beberapa saat kemudian suara berisik itu hilang, membuat Lia tersenyum lebar dan berpamitan kembali ke kelas. Reira mengangkat bahu saat ditinggalkan. Saat matanya menangkap keberadaan Nazril dan Zidan di koridor, kakinya segera berlari menghampiri mereka.

"Pagi eperibadih!"

"Bahasa Inggrismu, Nak. Parah sekali," komentar Zidan prihatin.

Reira hanya tertawa, lalu mendudukkan diri di samping Zidan. Ia membuka buku pelajaran lalu mulai membaca, pelajaran matematika membuatnya semangat karena mempunyai guru privat. Siapa lagi kalau bukan Ardi.

Zidan dan Nazril yang melihat Reira bersemangat saling pandang, lantas membuka buku mereka juga, tidak ingin kalah.

***

Reira keluar kelas sambil melompat-lompat, walau diajari Ardi tidak keseluruhan materi, tapi ia cukup senang karena bisa menjawab lebih dari setengah soal yang ada dengan menghitung. Sisanya dia menghitung kancing, terutama di bagian integral dan logaritma.

Daripada pusing gadis itu hanya mengerjakan soal yang ia bisa. Buat apa buang-buang waktu di kelas mantengin soal yang dibacanya aja susah, apalagi diselesaikan. Mending juga langsung ke keluar dan nongkrong di kantin sambil jilatin es krim.

Reira duduk di koridor untuk menunggu kedua sahabatnya, ia memperhatikan orang-orang yang lewat. Hanya ada beberapa murid, bisa dibilang Reira keluar kelas paling awal. Hampir di setiap pelajaran begitu, karena ia tidak pernah repot-repot nunggu hidayah pas ngerjain soal, kalau enggak bisa ya langsung keluar saja.

"Woy, Re. Mantap, yang diajarin Ardi sebagian besar ada." Zidan berseru heboh, cowok itu terlihat sangat bahagia. Harus Reira akui, kapasitas otak Zidan sedikit lebih baik darinya. Sedikit ya, hanya sedikiiiiiit.

"Iya, dong, calon imam gue emang pinter banget," sahut Reira jumawa. Gadis itu memasang senyum terlebar yang ia bisa.

Zidan rasanya ingin muntah kala mendengar balasan Reira, calon imam katanya? Adik kelas mereka bahkan kayaknya enggak tahu sahabat perempuan yang punya hobi kena sial ini suka padanya. Bagaimana bisa dia jadi calon imam Reira?

"Halu mulu, Re. Masih pagi, jangan bikin orang mual, deh." Nazril yang baru keluar kelas ikut bergabung. Walau pun enggak seyakin Reira dan Zidan, ia juga mengerjakan soal dengan cukup baik.

"Mual? Lo hamil? Ih, keren banget ucapan gue bisa bikin orang hamil." Reira memegang pipi dengan ekspresi berbunga-bunga. Kedua sahabatnya segera menjitak gadis itu tanpa belas kasih.

Reira mengelus ubun-ubun penuh kasih sayang, kena jitak dua tangan gajah tentu rasanya tidak seenak dielus kepala sama gebetan. Gadis itu meringis, menatap kedua sahabatnya marah. Tega sekali, kalau ia jadi bodoh karena kelakuan mereka bagaimana? Memangnya mereka mau bertanggung jawab apa?

"Udah, ayo kita ke kantin aja. Otak gue terbakar setelah mengingat-ingat rumus yang lebih rumit dari hubungan gue sama mantan itu." Zidan segera mendahului mereka menuju tangga berada.

"Ah, tunggu." Reira berteriak, gadis itu menatap kedua sahabatnya sembari tersenyum lebar. "Bagaimana kalau kita bertemu Ardi dulu? Kita harus mengucapkan terima kasih padanya karena sudah mau mengajari kita."

Zidan dan Nazril berpandangan, lantas mengangguk setuju.

***

Nazril dan Zidan mengutuk Reira karena mereka harus menyambangi hampir setiap kelas, cewek itu tidak tahu di mana letak ruangan ujian Ardi. Memang dasar gadis merepotkan. Ia tidak menyerah sedikit pun. Namun karena Zidan sudah merengek ingin makan, gadis itu akhirnya setuju pergi ke kantin terlebih dahulu.

Mereka setuju untuk balap lari menuju kantin, yang menang harus mentraktir mereka semua. Akan tetapi peraturannya mereka harus berlari sekuat tenaga. Beruntunglah Reira yang memiliki kaki pendek, jadi sudah dipastikan ia bisa datang terakhir. Namun Zidan dan Nazril tentu saja tidak bodoh, mereka berlari tidak dalam garis lurus, tetapi mengambil jalan memutar. Jadilah Reira yang memimpin.

Saat beberapa meter lagi dari kantin, gadis itu melihat malaikatnya keluar dari toilet yang berada di sebelah kantin. Ia segera tersenyum ceria, akhirnya bisa menemukan malaikatnya.

"Ardi!" panggilnya membuat bukan hanya Ardi yang menoleh, tetapi hampir seluruh siswa yang berada di sana.

Reira terlalu fokus melambaikan tangan, hingga tidak menyadari beberapa gadis merencanakan hal buruk padanya. Mereka menjegal kaki Reira hingga gadis itu tersungkur.

Bukan kebetulan yang berada di area itu adalah para gadis kelas X, mereka sengaja berjaga di sana untuk mencegah Reira bertemu Ardi. Lebih nahas lagi, tidak ada yang sadar gadis itu dijegal kakinya. Ardi tidak melihatnya karena memalingkan muka, cowok itu masih kesal pada kakak kelasnya walau tidak tahu karena apa. Sementara kedua sahabat Reira cukup jauh di belakang.

Saat Ardi memalingkan wajah lagi, cowok itu kaget karena Reira sedang tengkurap di lantai. Gadis-gadis yang mengerjai sudah bersembunyi entah di mana. Ia hendak membantu gadis yang sedang meringis kesakitan itu, tetapi membatalkan niat ketika kedua sahabatnya datang sambil memanggil nama Reira cukup khawatir.

"Lo ngapain tiduran di situ, Re?" Zidan dan Nazril mempercepat langkah. Cukup menyesal mengambil jalan memutar, mereka lupa Reira itu biangnya sial. Ditinggal sebentar saja bisa terluka.

tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro