Perkara Book-shaming

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Belakangan ini, isu sensitif muncul di internet. Sebenarnya tidak begitu sensitif layaknya isu SARA dan politik. Entah kenapa isu itu berkembang berkat ketidakdewasaan kita dalam bertindak, terlebih di media sosial.

Jujur aja, ane emang secara mental masih anak SMA meskipun usia di atas kepala dua. Tapi, ane masih belajar untuk menghargai pendapat orang.

Masalah buku pun tak luput dari cibiran netijen yang budiman.

Ane emang pembaca segala, selama itu bukan gore berlebihan apalagi pornografi. Meskipun begitu, ane kadang baca cerita bergenre erotica atau ecchi, tergantung pada penulisnya.

Genre favorit ane sebenernya nonfiksi dan humor. Ane juga lebih suka baca komik daripada novel.

Apa itu berarti ane pembaca berselera rendah?

Buku yang kita baca tidak selalu menentukan kualitas kita sebagai pembaca. Hal yang paling menentukan kualitas sebenarnya pemahaman kita akan buku itu.

Nah, coba kita pikir lagi.

"

Apa tujuan awal kita membaca?

"

Setiap orang punya tujuan yang berbeda meskipun bacaannya sama.

Ada yang senang membaca untuk eskapisme, dengan kata lain "ngehalu"/"pelampiasan".

Ada yang memang ingin mengisi waktu luang.

Ada yang pengen banget baca buku itu sebagai seorang pengulas profesional.

Ada yang ingin belajar dari buku itu.

Ada yang ingin riset akan beragam hal di sekitarnya.

Ada yang sekedar ingin eksis dengan baca buku dan memamerkannya di media sosial.

Ada juga yang tidak ingin ketinggalan informasi/tren terkini.

Nah, tujuan temen-temen baca buat apa sih? Coba kita ngobrol bareng.

Tujuan awal yang berbeda menghasilkan preferensi bacaan yang berbeda juga.

Jangan memandang rendah seseorang hanya karena buku yang mereka baca. Toh, tujuan mereka juga beda apalagi urusan selera.

Jika kita bersikap seperti itu, justru kita malah memperburuk minat baca di negeri ini yang rendah.

"Ah, gue ogah baca buku itu. Ntar malah dijulidin sama mancing drama netijen yang budiman."

"Itu 'kan buku buat orang intelek. Apalah dayaku yang otaknya aja segede remahan rengginang."

"Duh gimana? Ntar kalo baca buku yang ini dikira cuman bisa ngehalu."

Apa temen-temen gak sadar hal itu bisa memperburuk minat baca?

Adanya pengotak-ngotakan seperti itu justru membuat orang lain menyingkir dari buku itu. Lambat laun buku itu akan terlupakan berkat ulah pembacanya sendiri.

Ingat, bacalah apapun yang kita suka.
Bacaan terbaik itu tidak selalu berarti buku bagus rekomendasi dari pecinta buku. Bacaan terbaik itu selalu menimbulkan kesan di benak kita, membuat kita merasa lebih baik setelah membacanya, dan tentu saja, bisa hadirkan kepuasan dalam diri kita.

Jadi, jangan rendahkan seseorang karena selera bukunya. Bisa saja orang yang kita hina itu punya pemahaman yang jauh lebih baik tentang buku bacaannya dan tidak menelan bulat-bulat semua hal dalam buku itu.

Nah, sekarang giliran temen-temen buat bercerita.

Apa pendapat temen-temen soal fenomena ini? Apa ada yang pernah merasakan ini juga? Kuy ngobrol!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro