5. Atasan Baru

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Takdir itu bisa baik, tapi juga bisa jahat. Karena takdir diatur untuk membuat kita menjadi lebih dewasa dalam menghadapi segala masalah.

* * * * *

"Tidak." Itulah jawaban Denis ketika Meghan mengajukan usulannya saat sedang makan malam.

Kepala Joey tertunduk lesu. Dia sudah menduga suaminya akan berkata seperti itu. Denis tidak pernah membiarkan Joey bekerja. Bahkan keluar tanpa ijinnya pun dilarang. Karena itulah Joey merasa seperti burung yang tinggal dalam sangkar yang sesak.

Meghan meletakkan pisau dan garpu yang digunakan untuk mengiris steak daging. "Ayolah, Denis. Joey tak pernah pergi ke mana pun. Lagipula kau sedang sibuk-sibuknya bekerja. Dia hanya berada di rumah sendirian."

"Tapi Joey sama sekali tidak protes karena hal itu." Jawab Denis dengan santainya melanjutkan acara makannya.

"Itu karena Joey takut padamu. Karena itu dia tidak mengajukan protes. Kau bisa membuatnya stress berat dengan hanya berdiam diri di rumah sendirian, Denis. Lagipula ini hanya sementara sampai kau benar-benar tidak sibuk dengan pekerjaanmu. Ditambah aku ada di sana untuk mengawasinya jika itu yang kau takutkan." Meghan masih berusaha membujuk kakaknya.

Denis terdiam. Dia berhenti menikmati daging steak menggiurkan buatan istrinya. Lalu pria itu menoleh ke arah wanita yang sudah menjadi istrinya selama empat tahun. Tampak Joey menunduk ketakutan.

"Apa kau bosan berada di rumah sendirian?" tanya Denis.

Joey terkejut mendengar pertanyaan suaminya. Dia pun mendongak dan menatap pria berambut pirang itu. Dia tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan itu. Dia berpikir jika dia menjawab 'ya' Denis akan memukulnya. Tapi jika dia menjawab 'tidak' maka Denis akan memenangkan perdebatannya dengan Meghan. Artinya Joey gagal mendapatkan kesempatan untuk bekerja.

"Ya." Wanita itu langsung menunduk dan bersiap untuk menerima pukulan dari suaminya.

Namun bukan pukulan yang diterima wanita itu. Denis sama sekali tidak melayangkan tangannya. Dia hanya meletakkan garpu dan pisau di atas meja. Kemudian dia memandang adaiknya.

"Baiklah. Tapi kau harus mengawasinya untukku. Kau mengerti?" ucap Denis membuat Joey mendongak menatap suaminya tak percaya.

Mata Meghan pun berbinar mendengar persetujuan dari kakaknya. "Aku mengerti, Denis."

Tiba-tiba ponsel Denis berdering. Pria itu meraih ponselnya dan melangkah pergi sembari mengangkat telpon itu. Meghan dan Joey saling menatap dan menunjukkan ekspresi senangnya.

"Terimakasih banyak, Meghan. Aku tidak menyangka Denis akan menyetujuinya." Ucap Joey.

"Aku juga tidak menyangka. Tapi tetap senang dia mengizinkannya. Setelah makan malam, kita ke kamarku dan membuat surat lamaran serta data dirimu kemudian mengirimkannya ke perusahaan tempatku bekerja."

Joey menganggukkan kepalanya. Dia tidak sabar untuk mengirimklan surat lamarannya. Dan dia juga tidak sabar bisa diterima bekerja di perusahaan yang bergerak dalam bidang transportasi udara itu.

* * * * *

Keesokan harinya Darwin meletakkan komputer tabletnya di atas meja Axelle. Kemudian pria itu mundur satu langkah untuk membiarkan atasannya melihat data-data pelamar yang akan menggantikannya. Sebenarnya itu adalah tugas HRD. Tapi karena pekerjaan ini berkaitan langsung dengan sang CEO, maka Axelle akan memilih sendiri sekertaris yang bisa menggatikan Darwin untuk sementara.

"Sudah banyak pelamar dengan berbagai latar belakang yang melemar, Mr. Harcourt. Dan kebanyakan adalah wanita."

"Aku tidak peduli dia pria atau wanita, Darwin. asalkan dia memiliki latar pendidikan bagus dan bisa bekerja dengan baik, aku pasti akan menerimanya."

Axelle menggeser layar tablet itu. Dia membaca sekilas. Dia melihat nama, foto dan pengalamannya. Jika tidak sesuai keinginan Axelle, pria itu akan menggesernya dengan cepat. Sudah ada kira-kira lima belas orang pelamar yang ditolak oleh Axelle. Lalu saat melihat pelamar berikutnya, tangan Axelle berhenti menggeser. Terutama ketika matanya melihat foto wanita yang mengusiknya selama beberapa minggu ini. Rambut coklat panjangnya masih teringat jelas dalam ingatan Axelle. Juga senyuman wanita itu tak bisa dia lupakan. Seketika Axelle berdiri karena terlalu senang.

"Aku menemukannya, Darwin." Axelle menatap sekretarisnya.

"Menemukan siapa, Mr. Harcourt? Menemukan pelamar yang cocok dengan keinginanmu?" tanya Darwin bingung.

"Aku menemukan Joey." Axelle memberikan tablet itu kembali pada Darwin.

Pria yang mengenakan setelan hijau tua itu langsung membaca profil Joey yang dicari oleh bosnya. Dia membaca nama wanita itu adalah Josephine Lambert. Namun mata Darwin seketika melotot membaca status wanita itu.

"Tapi, Mr. Harcourt." Darwin menatap atasannya dengan ragu.

"Ada apa?"

Darwin menyerahkan tablet itu kembali pada atasannya. "Kau harus membaca statusnya."

Axelle mengambil tablet itu kembali. Dia membaca status yang dikatakan oleh Darwin. Seketika darah pria itu mendidih membaca kata 'Menikah' yang tertulis di status Joey. Dia marah pada Joey karena telah memanfaatkan dirinya sebagai pelarian dari suaminya. Tak pernah Axelle merasa sehina ini karena dirinya hanya cinta satu malam wanita itu.

"Terima dia sebagai penggantimu." Axelle meletakkan tablet itu di atas meja. Dia kembali menjatuhkan dirinya di atas kursinya.

"Anda yakin, Mr. Harcourt?" tanya Darwin meyakinkan atasannya.

"Sangat yakin, Darwin. Aku memiliki rencana sendiri untuk wanita itu."

Sebenarnya Darwin ragu karena tahu perasaan atasannya terlibat dalam keputusan ini. Tapi dia tidak bisa membantah bosnya.

"Baiklah, Mr. Harcourt."

Darwin mengambil tabletnya dan berjalan keluar. Setelah sekretarisnya pergi, Axelle teringat kembali malam panas yang dilewatinya bersama dengan Joey. Seketika bibirnya menyunggingkan senyuman sinis.

"Bagaimana bisa wanita bersuami terlihat polos seperti itu? Kau penuh dengan kelicikan, Joey. Kau akan lihat sebentar lagi kau akan menyesal sudah mempermainkanku." Rencana-rencana licik untuk membalas dendam pada Joey pun sudah dibangun dalam pikiran Axelle.

Kemudian terdengar ponselnya membunyikan notifikasi. Dia melihat layar ponselnya menampilkan sebuah pesan baru. Sebenarnya pesan yang sangat banyk dari satu orang yang sama sekali tidak ingin Axelle buka. Pesan itu berasal dari Odette. Mantan kekasihnya yng tidak terima ketika Axelle mengatakan jika hubungan mereka berakhir. Axelle meletakkan ponsel itu tanpa berniat membukanya. Dia memilih menikmati menyusun rencana untuk membalas Joey.

* * * * *

Joey yang berdiri di depan gedung Harcourt Airlines tampak begitu gugup. Wanita yang mengenakan rok hitam berpotongan hingga lutut serta blouse putih itu berusaha menenangkan dirinya dengan mengatur pernafasan. Meghan mengatakan pada dirinya jika bukan HRD yang akan mewawancarinya. Tapi atasannya langsung yang akan melakukannya. Dengan alasan karena pekerjaan ini berhubungan langsung dengan atasan dari perusahaan ini.

Akhirnya Joey berusaha melangkah dengan tenang. Dia tidak bisa membuang waktu yang akan membuatnya terlambat. Memasuki lobi perusahaan itu, Joey dibuat terpana dengan desain modern yang tampak sangat mewah. Wanita itu berjalan menghampiri meja resepsionis. Wanita yang mengenakan seragam biru muda dengan logo burung elang dengan nama 'Harcourt Airlines' dibagian bawahnya.

"Selamat siang. Bisa saya bantu?" tanya wanita itu.

"Saya ingin bertemu dengan Mr. Harcourt. Saya memiliki janji wawancara dengan Mr. Harcourt."

Seketika Joey merasakan tatapan wanita itu berubah sinis. Dia tidak mengerti mengapa wanita itu tampak kesal. Tidak ada lagi senyuman ramah di wajahnya.

"Ikut dengan saya." Ucap wanita itu dengan ketus.

Akhirnya Joey memilih menyingkirkan pertanyaan itu dan mengikuti wanita itu menuju lift. Di dalam lift, wanita resepsionis itu menekan tombol 20 di mana ruangan CEO berada. Wanita itu menatap Joey dari atas ke bawah. Membuat Joey menunduk malu karena pasti pakaiannya biasa saja. Bahkan dia tidak merias wajahnya berlebihan karena Denis melarangnya. Beruntung tidak lama kemudian lift terbuka. Segera Joey mengikuti resepsionis itu.

"Mr. Farley. Ini adalah Mrs. Lambert yang sedang anda tunggu." Ucap resepsionis itu.

Joey melihat pria tampan yang tersenyum ramah padanya. Pria itu segera berdiri dan mengulurkan tangannya.

"Senang bertemu dengan anda, Mrs. Lambert."

Dengan membalas tersenyum, Joey membalas uluran tangan Darwin. "Saya juga senang bertemu dengan anda, Mr. Farley."

"Silahkan masuk ke dalam, Mrs. Lambert. Mr. Harcourt sudah menunggu anda." Darwin menunjuk ke arah pintu kayu berwarna coklat gelap.

"Terimakasih, Mr. Farley."

Joey semakin gugup ketika berjalan menuju pintu itu. Dia bahkan menarik nafas lebih dahulu sebelum akhirnya membukanya. Dia segera melangkah masuk dan menutup pintu lagi. Namun saat dia berjalan hendak menghampiri meja atasan barunya, langkah tiba-tiba terhenti.

"Lama tidak berjumpa, Joey." Axelle yang duduk di kursinya tampak menyunggingkan senyuman penuh arti.

* * * * *

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro