Menguasai Rantai Makanan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Semut Hitam pernah berkata, “Hei, Jeruk! Biar kuberi tahu satu rahasia kepadamu. Kau ini hebat! Kau berada di puncak rantai makanan!”

Segera setelah Semut Hitam mengatakannya, Jeruk melibas makhluk mungil tersebut. “Omong kosong,” balas Jeruk ketus. Jeruk tanpa pikir panjang membunuh Semut Hitam, dan memang benar kata jeruk-jeruk lain bahwa Jeruk itu tidak memiliki hati nurani.

Dan, kini, Jeruk terpuruk di dalam gorong-gorong nan kotor lagi pengap, tanpa adanya harapan hari esok akan datang.

Sebelumnya, pada pagi itu, seorang juragan membeli semua jeruk yang ada di lapak pedagang. Namun, bodohnya si pedagang, dia langsung menuang semua jeruk sekaligus ke dalam bak mobil kol, dan tak menyadari bahwa Jeruk terjatuh begitu saja, menggelinding lalu masuk ke dalam lubang dan menuju gorong-gorong yang pengap lagi menjijikkan.

Pedagang bodoh! umpat Jeruk dalam hati.

Sekarang, Jeruk harus berjuang agar tetap hidup di dalam tempat nan lembap juga penuh bakteri ini. “Astaga! Bagaimana caranya aku bisa keluar dari neraka ini!”

Sudah berkali-kali Jeruk meneriakkan kalimat itu, tetapi tak ada satu pun ide muncul yang membantu Jeruk agar bisa keluar dari gorong-gorong. Jeruk melirik lubang yang sebelumnya dia masuki, ternyata lubang tersebut telah tiada.

Sudah berhari-hari Jeruk terjebak di dalam gorong-gorong. Tanpa nutrisi, tanpa air bersih. Kulit Jeruk mulai mengeriput. Namun, tiba-tiba terdengar suara benda besar yang jatuh, berasal dari tempat tidak jauh dengan posisi Jeruk berada. Jeruk, dengan segala kondisi yang mengenaskan, dengan susah payah menyeret tubuh menuju sumber suara tersebut.

Setelah sampai, rupanya terdapat sebuah tablet abu-abu dengan layar dari kaca gelap, dan tampak tidak rusak sedikit pun. Yang ada, tanah dan dinding di sekitar benda itu yang malah mengalami kerusakan. Jeruk pun berjalan mendekat. Mendadak, layar di tablet menyala, menjadi terang, lalu menampakkan seekor makhluk berbentuk dan berwarna seperti telur.

“Salam, aku Telurr, nenek moyang dari seluruh spesies jeruk,” ucap makhluk tersebut dengan ekspresi serius.

“Ah, iya, iya, dan, aku, Jeruk, salam kenal, Telurr,” balas Jeruk, dan Jeruk tiba-tiba menjadi amat terkejut, lalu hendak menjauh.

“Tunggu, Jeruk. Kau adalah yang spesial karena telah menemukanku. Ucapkan keinginanmu dan aku akan membalas jasamu dengan membantumu,” kata Telurr yang menghentikan gerakan Jeruk. “Ngomong-ngomong, ini di mana? Kok bau?”

“Hei! Makhluk tanpa hidung kok bisa tahu di sini bau? Ini gorong-gorong, ngomong-ngomong.”

“Oh, bagus lah. Hanya gorong-gorong.”

“Jadi kau akan mengabulkan permintaanku?” Jeruk mengeluarkan ekspresi licik, “Hehe, tolong buktikan kalau aku ini berada di puncak rantai makanan. Semut Hitam—korban perundunganku—pernah mengatakannya, tetapi aku tidak mengerti sama sekali maksudnya.”

Telurr kebingungan. “Mengapa kau malah tidak meminta untuk dikeluarkan dari tempat ini?”

“Kalau itu sih, aku bisa numpang kau. Coba pikir, pasti lah, kau tidak mau tertinggal di sini. Jadi, kau juga mau keluar, nah, aku bisa ikuti kau, dan aku tidak perlu repot-repot untuk memohon ke kau. Jadi, sia-sia ‘kan kalau aku minta seperti itu?”

“Astaga, aku baru tahu kalau keturunanku memiliki kegeniusan seperti ini. Baiklah, aku akan membantumu membuktikan kalau kau itu berada di puncak rantai makanan. Dan, nanti hati-hatilah saat menumpang.” Mendengar itu, Jeruk berjingkrak-jingkrak kegirangan.

Telurr mengakhiri pembicaraan dengan mengubah tampilan menjadi gambar roket, dan kemudian dia bersama Jeruk terbang ke atas, menghancurkan campuran semen yang rupanya merupakan trotoar. Akhirnya Jeruk berhasil keluar dari gorong-gorong.

Jeruk mengibas tubuhnya agar debu-debu enyah dari kulit Jeruk. “Wow, terima kasih, Telurr. Jadi, bagaimana kau akan membantuku?”

“Dengan itu!”

Telurr membimbing Jeruk agar menoleh ke arah yang dia maksud, yaitu pada sebuah tempat semacam lapangan, dan ada Ulat Buah, Tikus Rumah, Ular Sawah, serta Elang Gunung yang tengah bermain kejar-kejaran di sana, berlari-lari secara memutar membentuk pola lingkaran. Elang Gunung mengejar Ular Sawah, Ular Sawah mengejar Tikus Rumah, Tikus Rumah mengejar Ulat Buah, sedangkan Ulat Buah seolah-olah mengejar Elang Gunung.

“Apa-apaan itu?” Jeruk pun menghantamkan muka ke muka trotoar.

“Hei, kalian semua! Ini ada Jeruk di sini! Mungkin kalian ingin berkenalan dengannya!" ucap Telurr.

Jeruk pun bergeser agak ke depan. “Halo, aku Jeruk! Aku di sini ingin membuktikan kalau aku itu berada di puncak rantai makanan. Maukah kalian membantuku?”

Elang Gunung menyipitkan mata seraya menjulurkan leher. “Huh? Puncak? Berarti, di atasku, ya? Haha, jangan bercanda! Jeruk hanyalah sampah yang biasanya kutemui di TPA, membusuk dan dikerubungi para lalat.”

Ular Sawah menggulungkan badannya dengan cepat, kemudian menaikkan kepala tinggi-tinggi. “Jeruk adalah gangguan, aku selalu kesulitan mencari mangsa ketika harus melalui batang-batang pohonnya yang berduri.”

Tikus Sawah membalikkan badan, lalu menoleh ke arah Jeruk. “Aku benci Jeruk. Jeruk adalah makanan yang tidak layak dimakan, karena sangat masam dan kadang pahit. Kalau sudah busuk, menjadi tidak sedap! Huh!”

Ulat Buah menjulurkan badan ke atas, membiarkan bagian depan tubuhnya menggantung. “Aku ulat pemakan jeruk. Namun, aku menyesal terlahir sebagai ulat jeruk. Aku selalu iri dengan ulat-ulat lain yang memakan daun-daun lezat dan buah-buah manis.”

“Jadi … kalian tak mau membantuku … ?” tanya Jeruk ragu-ragu.

Elang Gunung berkata, “Hanya ada satu kesimpulan yang dapat menjawabnya—”

Kemudian, ketiga hewan yang lain ikut berkata, “Bunuh Jeruk!”

Mereka berempat pun memasang ancang-ancang, pose menakutkan yang memberi kesan menindas, mengancam Jeruk yang terdiam dalam posisinya—bersama Telurr—kemudian mereka melesat maju menyerang Jeruk.

Jeruk, yang tampak terkejut karena serangan tiba-tiba tersebut, mendadak membesar ukuran tubuhnya, pori-pori kulit melebar dan menguarkan aroma khas Jeruk, muncul semacam sulur-sulur hijau nan masif pada bagian bawah, terbentuk mulut berupa seringaian lebar yang menunjukkan dua barisan taring tajam bercampur air liur, dan kemudian lendir-lendir menjijikkan memenuhi permukaan tubuh Jeruk.

Keempat hewan tadi langsung menhentikan gerakan terjang mereka, berbalik untuk menghindari sosok raksasa yang amat mengerikan itu, tetapi mereka semua tak sempat karena sosok tersebut langsung menangkap keempatnya dengan sulur-sulur hijau yang memanjang dan melilit tubuh mereka.

Elang Gunung mengepak kedua sayap paksa, tetapi sulur hijau langsung menangkapnya, dan memasukkan ke dalam mulut sosok raksasa itu. Ular Sawah mencoba kabur dengan lincah, tetapi tubuhnya terlilit oleh sulur hijau, kemudian dia masuk ke dalam mulut sosok raksasa itu. Tikus Rumah berlari terbiri-birit menuju lubang selokan terdekat, tetapi badannya langsung dijerat sulur hijau, dan dia masuk ke dalam mulut sosok raksasa itu. Ulat Buah badannya dilumat oleh sulur hijau, hancur seketika menjadi lendir hijau. Kemudian, sosok raksasa mengeluarkan lidah merah muda penuh papila berbentuk setengah bola, lalu menjilat lendir tadi sekaligus.

    “Wow … ! Sensorku menunjukkan bahwa kau telah mencapai puncak rantai makanan ….” Telurr menampilkan grafik perubahan tubuh Jeruk yang tampak begitu ekstrem.

Jeruk—yang telah menjadi sosok raksasa—bergerak menggunakan sulur-sulur hijaunya yang masif, menuju gang di mana orang-orang lalu-lalang pada trotoar, yang seketika membuat para manusia itu ketakutan, berhamburan ke sana kemari tanpa arah, dan kini Jeruk melilit tubuh seorang manusia, dengan sulur-sulurnya, memasukkan ke dalam mulut yang penuh dengan taring tajam.

Jeruk menangkap dan menangkap manusia lagi, begitu banyak makan hingga orang-orang di sana berkurang, dan kini Jeruk masih ingin memakan manusia lagi.

Telurr, yang tergeletak tak jauh dari situ, mencoba menghentikan amukan Jeruk agar berhenti, tetapi tak satu pun caranya yang berhasil. Tiba-tiba, seorang pemuda berkacamata datang, memungut Tablet Telurr, kemudian berkata, “Wah, ini ‘kan tabletku yang hilang semasa peluncuran pilot tadi.”

“Tuan?” Telurr menatap pemuda itu.

Pemuda tersebut mengernyitkan dahi kala menampak layar tablet yang digenggamnya. “Eh? Apa ini? Puncak rantai makanan?” Dia melihat sosok Jeruk raksasa yang berlarian, mengejar para manusia yang berhamburan ke segala penjuru. “Oh, ini sih gampang.” Jemari tangannya dengan cepat mengusap layar tablet berulang kali, bak kesetanan dia mengotak-atik tablet tersebut.

Mendadak, sosok Jeruk raksasa seketika terhenti, berbalik menghadap sang pemuda, dan berangsur-angsur ukuran tubuhnya mengecil dalam hitungan detik, segala fitur monster melenyap, akhirnya Jeruk kembali menjadi normal.

Pria tadi pun menghampiri Jeruk sambil memberikan senyuman hangat. Dia tak lupa membiarkan Tablet Telurr agar bisa melihat Jeruk. Jeruk agak mendongak, menatap wajah sang pria. Mendadak, Jeruk memuntahkan cairan jingga, keluar begitu deras dari mulut, begitu melimpah jumlahnya hingga menimbun pria itu secara keseluruhan, kemudian tiba-tiba cairan membeku menjadi padat, menimbun sang pria, tak memberikan peluang agar bisa keluar. Pria tersebut berteriak-teriak, tetapi lambat laun akhirnya terhenti.

Telurr dan Jeruk terlarut dalam suasana berkabung yang singkat, setelahnya berjalan meninggalkan tempat di situ.

“Hei, Jeruk. Tuanku baru saja memberi tahu bahwa kau bisa pergi menuju tempat ‘Tanah Akhir’ untuk membuktikan apakah kau memang berada di puncak rantai makanan atau tidak.”

Maka, setelah itu, mereka berdua pergi dalam perjalanan nan jauh menuju tempat yang disebut sebagai “Tanah Akhir”.

Selepas perjalanan nan jauh yang memakan waktu begitu lama, akhirnya Jeruk dan Telurr berhasil mencapai “Tanah Akhir”. Di sana, padang rumput nan amat luas terhampar. Pada bagian tengah tempat tersebut, tumbuh kukuh sebatang pohon raksasa, dengan dedaunan hijau yang rimbun, berbuah sangat lebat; yakni buah jeruk. Di sekitar pohon itu, telur-telur berbaris rapi mengelilinginya, membentuk pola lingkaran yang semakin jauh semakin lebar radiusnya, tampak syahdu laksana menyembah pohon tersebut nan terkesan sebagai tempat suci lagi damai. Jeruk terperangah, tak bisa berkutik menyaksikan pemandangan luar biasa tersebut.

“Akhirnya aku menemukan tempatku kembali, Telurr.”

Telurr tersenyum.

“Akhirnya aku tau harus ke mana aku pergi, di mana aku berakhir selama ini, Telurr.”

Telurr tersenyum lebar.

“Aku tidak peduli lagi dengan rantai makanan atau apalah, tetapi aku akan bergabung dengan saudara-saudaraku, menggantung pada pohon raksasa itu.”

Telur agak tersenyum.

“Aku tidak tau harus berkata apa, tapi … terima kasih, Telurr.”

Telurr tak membalas.

“Hei, Telur, keturunanmu hebat, bukan?”

Jeruk melihat bahwa layar tablet yang bersamanya telah redup, menjadi gelap.

“Telurr? Oh, kau kehabisan baterai, ya? Wah, aku menyesal ikut membawamu ke tempat ini. Padahal tadi kau sudah mengatakan akan segera mati.” Jeruk pun memutuskan untuk berbalik, meninggalkan tempat yang menakjubkan tersebut. Yang seharusnya menjadi tempatnya kembali. “Ah, tidak jadi.”

Singkat cerita, Jeruk kembali pada tempat asalnya. Lapak pedagang; pedagang yang menjual buah-buahan. Namun, Jeruk mendapati bahwa mantan pedagangnya telah tidak menjual buah lagi, melainkan kini menjual sembako; telur, sayur-mayur, gula, garam, dan lain-lain.

Jeruk mendadak menjadi naik pitam. Jeruk melompat dengan ganas lagi liar, terjun ke dalam kotak kayu yang penuh akan telur-telur ayam—tertulis “barang murah” pada kertas di atas tumpukan itu. Jeruk memakan satu per satu telur dengan lahap, menelan tanpa menyisakan sedikit pun ceceran. Setelah puas meluapkan amarahnya, Jeruk terbang meninggalkan kotak kayu tersebut. Namun, rupanya masih tertinggal sebutir telur di sana; telur yang bersembunyi pada tumpukan alas jerami.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro