34 : Festival Sekolah (Part 1)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Part ini akan kubagi menjadi 2 bagian karena akan panjang, selamat membaca :)


Menjelang festival sekolah, suasana Saint Sirius High School penuh dengan persiapan festival. Para anggota Osis terlihat memasang properti dan lampion di sepanjang jalan masuk bazaar. Selama beberapa hari, siswa-siswi pun sibuk mempersiapkan bazaar masing-masing kelas. Tapi kegembiraan mempersiapkan festival ternyata tak dirasakan oleh Zizi. Ia melipat tangan di depan dada, pandangannya mengarah ke luar jendela lantai 2 ruang klub dance, matanya menerawang siswa-siswi lain yang sedang mempersiapkan festival di halaman utama.

"Ya ampun, Zizi. Aku cari kamu kemana-mana. Di-chat nggak dibales, telpon nggak diangkat, ternyata di sini ..." Ayu berhenti berbicara sejenak untuk melihat ekspresi Zizi, "lagi galau?"

Zizi mendesah panjang, "Ya, begitulah. Kakak inget nggak waktu kita nyari Elang di ruang klub bola dan tiba-tiba Bimo telpon bilang kalau Elang lagi sama dia?"

"Inget, kenapa? Kamu nyusul Elang ke tempat futsal, kan?"

"Iya, pas sampai di sana Elang nggak ada, kata Bimo keluar sebentar tapi kutunggu sampai si kunyuk itu selesai main futsal Elang tetep aja nggak ada."

"Ya mungkin udah pulang atau ke mana gitu, Zi."

"Nggak, Kak. Aku tahu kalau ada yang nggak beres dan benar aja, aku ketemu Adit dan katanya waktu itu Elang lagi sama si cewek kampung itu."

Alis Ayu tertarik ke atas, "Hmm? Naya maksud kamu?"

Zizi mengangguk pelan, "Aku yakin Bimo sama Elang berkomplot, untungnya mereka lupa ngasih tahu Adit. Jadi, aku tahu kebenarannya dari dia."

Ayu tertawa muak, "Lagi-lagi cewek kampung itu bikin kesal. Setelah nyari masalah sama Tiara, sekarang sama kamu."

"Aku yakin cewek itu pasti punya rencana lain setelah dia gagal deketin kak Ares. Targetnya sekarang itu Elang."

"Kamu nggak bisa diem aja, Zi. Pasti tuh cewek punya rencana manfaatin Elang."

"Tentu aja aku nggak bakal tinggal diam, sama kayak cewek-cewek lain yang deketin Elang, aku juga harus nyingkirin dia."

"Labrak aja, Zi. Bikin dia kapok, pasti bakal seru."

Pandangan Zizi menerawang, benaknya memutar kejadian yang dilihatnya sekilas ketika Naya jatuh menimpa Elang di ruang klub sepak bola. Cewek itu buru-buru bangkit ketika tahu dirinya masuk ruangan. Ia tertawa pendek, hatinya sekarang terasa panas. "Nggak hanya itu, Kak. Aku pengen lebih. Aku bakal kasih kejutan ke dia waktu malam peluncuran kembang api."

Ayu mengerutkan kening, "Kejutan apa, Zi?"

Zizi tersenyum miring, "Lihat aja nanti."

-----##-----

Ares tersenyum di depan kaca sambil merapikan kemejanya. Beberapa hari ini suasana hatinya sedang baik, ia jarang bermimpi buruk dan tak begitu susah tidur. Juga semenjak mengungkapkan perasaannya kepada Naya, ia seakan terlepas dari beban berat, karena itulah ia merasa sangat lega. Pandangannya teralihkan ketika mendengar suitan dari arah pintu kamarnya.

Elang melipat tangannya di depan dada sambil tersenyum miring, "Wah, wah, wah, apa Kakak mau pergi kencan?"

Ares tertawa mendengar godaan adiknya, "Kau berlebihan."

"Apalagi kalau bukan kencan, heh? Kau senyum-senyum sendiri di depan cermin."

Ares menggeleng pelan, setengah malu karena tertangkap basah adiknya. Ia berpikir cepat agar Elang tak bertanya macam-macam, "Simon dan beberapa temanku akan datang ke festival. Kamu nggak ke sana?" katanya sambil memilih jam tangan yang akan dipakainya.

"Ya. Sebentar lagi aku juga berangkat ke sana. Sengaja telat biar nggak disuruh bantu-bantu di bazaar kelas. Males banget." Elang terhenyak ketika melihat kakaknya menyemprotkan parfum, "Ah, sial! Aku lupa pakai parfum."

Ares tersenyum, kemudian melempar botol parfum ke arah Elang, "Pakai itu saja daripada balik ke kamar."

Elang tertawa pendek, setelah menyemprotkan parfum itu ke badannya, ia melempar kembali botol itu ke arah kakaknya, "Thanks. Kalau gitu, aku duluan. Selamat berkencan, Kak," ujarnya sambil berlalu.

Ares tertawa, "Kencan apanya?" ia termangu sejenak, sempat berpikir untuk menghubungi Naya dan menanyakan tentang jawaban atas perasaannya, tapi ia segera mengenyahkan pikirannya. Ia tak mau memaksa gadis itu, ia akanmenunggu gadis itu siap memberikan jawaban kepadanya.

-----##-----

Suasana festival Saint Sirius School semakin semarak. Berita tentang 100 kembang api yang akan diluncurkan tepat jam 12 malam rupanya menyebar dengan cepat di kalangan masyarakat umum, sehingga tampak pengunjung yang semakin membludak seiring malam datang.

"Wah, makin malem makin banyak aja pengunjung yang dateng," Eli menaruh kasar satu krat botol soda yang sudah kosong, "sampai capek ngangkutin botol kayak gini. Jadi ngerasa nggak beruntung dapet shift malem, enakan Dini yang dapet shift siang, nih."

Naya tersenyum kecil mendengar keluhan Eli, "Udah jangan ngeluh, El. Cuma setahun sekali. Lagipula, menurutku seru kok buka bazaar jualan kayak gini. Apalagi sebentar lagi ada pesta kembang api."

Eli melirik jam tangan, "Empat puluh lima menit lagi. Nanti kita lihat bareng-bareng sama Dini dan Hara. Aku udah nggak sabar pengen lihat peluncuran kembang api," ujar Eli.

"Sama, aku juga."

"Hei kalian! Bisa minta tolong ambilin gula sama sirup tambahan di kelas nggak? Di sini udah abis," ujar Retha, teman sekelas Naya.

Naya mengangguk, "Iya kita ambilin." Naya dan Eli beranjak, tapi Retha menghentikannya.

"Eh-eh! Biar Naya aja yang ambil, kamu bantuin aku nglayanin pembeli. Bazaar lagi rame banget, nih," ujar Retha kepada Eli.

"Lah? Dewi sama Rafa yang tugas ke mana?"

Retha berdecak, "Mereka juga kewalahan, belum angkutin barang dagangan di belakang stand juga. Duh, pokoknya kamu bantu di sini aja. Kita kurang personil, nih."

Eli memandang Naya sambil memanyunkan bibir.

"Nggak papa, El. Aku berani, kok. Lagian banyak ruang kelas yang lampunya nyala." Naya kemudian beranjak pergi.

Di sisi lain, Zizi, Ayu, Arlin, dan Vira yang sedari tadi mengamati mengikuti Naya hingga ke kelas. Mereka sangat berhati-hati agar Naya tidak sadar kalau sedang diikuti. Naya segera keluar dari kelas setelah menemukan yang dicari, tapi ketika baru saja melewati pintu kelas, ia terkejut karena Zizi langsung membekap mulutnya sedangkan Arlin dan Ayu menahan kedua tangannya hingga ia menjatuhkan barang bawaannya.

Naya meronta, tapi mereka berhasil menahan dan membawanya ke gudang perlengkapan kebersihan di ujung lorong lantai 1. Mereka mendorong Naya dengan keras hingga ia jatuh terduduk. Pandangan Naya menyapu sekitar ruangan sempit itu. Lembab dan bau apek. Zizi memandang gadis itu dengan tatapan tak suka.

"Kenapa Kakak nglakuin ini? Apa salahku?"

Zizi mendekat kemudian menjambak rambut Naya dengan kasar, gadis itu meringis kesakitan. "Kamu bener-bener cewek licik!" ujar Zizi setengah berteriak. Naya mencoba melawan dengan menarik rambut Zizi, tapi itu tak bertahan lama karena Arlin dan Vira segera menahan kedua tangannya. Ia didorong sampai punggungnya membentur tembok dan kesulitan melawan. Ruangan itu penuh dengan perlengkapan kebersihan, sapu, alat pel, ember, dan lainnya sehingga membatasi ruang geraknya.

"Aku peringatin kamu, jangan deketin Elang!"

"Deketin kak Elang? Aku bener-bener nggak ngerti apa maksud Kakak."

Zizi merasakan kebencian yang luar biasa, ia menampar Naya hingga pipi gadis itu memerah.

"Kamu pikir aku nggak tahu? Kamu sengaja deketin Elang, kan?"

"Aku nggak deketin sia-"

Tamparan keras lagi mendarat di pipi Naya, ia memekik.

"Dasar cewek miskin nggak tahu diri! Mikir dong, kamu itu siapa sampai berani deketin Elang, hah? Kamu bahkan pura-pura tahan jadi babunya biar bisa punya banyak kesempatan sama dia, kan?" Zizi menatap Naya tajam, tangannya benar-benar gatal ingin menyakiti gadis di hadapannya itu.

Naya membalas tatapan tajam Zizi. Ia tak takut menghadapi kakak kelasnya itu kalau ia merasa benar. "Tuduhan Kakak itu nggak beralasan sama sekali."

Zizi mengepalkan tangan, "Berani banget kamu menatapku kayak gitu. Dasar cewek murahan!" Ia meraih krah baju Naya dan mendorong gadis itu hingga tubuhnya menimpa peralatan kebersihan. Zizi meraih alat pel dan menggunakan gagangnya untuk memukuli Naya.

Entah berapa lama Naya menahan pukulan dengan kedua tangannya dan berteriak minta tolong. Seakan tak ada yang memedulikannya, ia masih saja dipukul bertubi-tubi. Melihat emosi Zizi yang meledak-ledak, Ayu menarik Zizi sedangkan Arlin merebut alat pel dari tangannya.

"Udah, Zi. Dia udah lemes, kamu bisa bikin dia mati," ujar Ayu.

"Biarin! Biar dia mampus sekalian!" teriak Zizi.

"Gila kamu, Zi! Bisa kena masalah kita. Udah bawa dia keluar, Yu," ujar Vira. Ayu segera membawa Zizi keluar meskipun gadis itu meronta dan mengeluarkan sumpah serapah. Vira menutup pintu dan menguncinya dengan gembok.

Naya meringis merasakan ngilu di sekujur tubuhnya. Melihat ia ditinggalkan sendirian, ia mencoba bangkit kemudian meraih gagang pintu. Menyadari bahwa pintu kayu itu terkunci, ia menggedor-gedor dengan keras agar terdengar orang di luar.

"Tolong! Tolong!" Air matanya mulai membasahi pipi. Ia mengedarkan pandangan ke ruangan sempit itu, mencari alat berat yang sekiranya bisa ia gunakan untuk mendobrak pintu. Ia tambah panik ketika tidak menemukan apapun. Ia bergerak kesetanan menggedor pintu kayu itu hingga seluruh badannya bertambah ngilu.

-----##-----


Lanjut ke part 2   


10 Januari 2019

22:57

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro