01. Kala Ksatria Bucin

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Balik! Se-ka-rang!"

Kalau Mbay sudah mengomel, Kala cuma bisa pasrah. Enggak seru banget. Namun, sebagai pacar yang baik dan cinta banget sama Mbay, sudah hampir enam bulan dia menuruti kemauan gadis itu. Kala tahu itu juga demi kebaikannya; Mbay selalu marah-marah kalau Kala nongkrong sampai nyaris tengah malam.

Kala memasukkan ponsel ke saku celana, bangkit dari tempat duduk yang sebenarnya sejak tadi sudah nyaman banget. Gerakannya membuat tiga pasang mata yang ada di sana mendongak kompak.

"Mbay lagi?" Si kepala nyaris botak itu belagak bertanya. Padahal sudah tahu kalau Kala pulang cepat pasti karena Mbay.

"Lo kayak enggak tahu aja. Emaknya Kala sekarang udah ganti jadi Mbay," celetuk yang rambut klimis, kurus, tampak rapi di antara mereka.

"Nggak asik lo, Kal. Belom juga menang udah mau balik," ketus si paling antusias sejak rencana main PS dicetuskan oleh rambut klimis alias Riki.

"Sori, besok ada ulangan, bisa gawat kalau nilai gue jeblok lagi. Mau taruh mana muka gue?"

"Belajar enggak belajar juga remed, Kal. Sebenernya Lembayung enggak ngaruh banget buat lo," komentar Heksa langsung membuat Kala menghentikan aktivitas memasang sepatu di pintu kamarnya. "Maksud gue, dia itu pinter. Seengaknya nular ke lo, lah. Kalau nggak nular, itu artinya otak lo aja yang bego dari lahir."

"Nggak peduli. Gue balik dulu. Makanya punya pacar biar ada yang ingetin jangan main sampai tengah malem," celetuk Kala dan segera berlalu dari rumah Heksa.

Kala berjalan tak acuh ke arah motor matic milik sang bapak. Sebenarnya sejak SMP, dia enggak pernah dapet motor milik sendiri, maksudnya motor pribadi buat bolak-balik ke sekolah. Apalagi sebentar ini dia mau lulus dan kuliah, tetapi bokap masih belum mengizinkan punya motor sendiri. Mau heran dan membantah, tetapi Kala sadar posisi. Beban keluarga yang enggak bisa berkata-kata, kalau protes bapaknya pasti bakal minta Kala keluar dari kartu keluarga.

Ponsel Kala bergetar ketika hendak menyalakan mesin. Mbay lagi!

"Kenapa, Mbay? Ini udah mau balik, kok."

"Dari tadi ngapain aja, sih? Aku kira udah nyampe rumah!" Gadisnya menggerutu saja membuat Kala gemas. Padahal jelas-jelas sedang dimarahi.

Dia membayangkan wajah Mbay marah-marah. Pipinya gembul bikin Kala khilaf pengin ci ... eh, cubit maksudnya.

"Iya, Mbay. Ini mau balik, udah stater motor."

"Ya, udah buruan. Besok ulangan!"

"Oke, Mbay Sayang. Tutup, ya. Nanti aku kabarin kalau udah sampai rumah. Aku telpon."

"Jangan. Aku mau belajar. Kita ketemu besok aja di sekolah. Udah, ya. Aku tutup, kamu hati-hati!"

Belum sempat dia menjawab, Mbay sudah lebih dulu menutup panggilan. Sebenarnya Kala lelah melihat Mbay belajar ekstra keras kalau ada ulangan atau ujian semester. Kasihan. Pernah sekali Mbay sakit sampai izin enggak masuk karena dirawat di Puskesmas. Bagaimana Kala sebagai cowoknya enggak merasa kasihan? Sementara dia selalu main-main di sekolah dan Mbay belajar dengan tekun.

Mbay terlalu takut posisinya digeser oleh orang lain. Sesekali Kala menasihati gadis itu biar enggak terlalu keras terhadap diri sendiri. Akan tetapi, pikiran Kala enggak seperti apa yang ada di pikiran gadis berpipi tembam itu.

"Enggak bisa, Kala. Bentar lagi kita ujian kenaikan kelas, aku enggak bisa diam aja." Begitu katanya sesekali atau begini, "Nanti aja sekalian. Aku udah makan tadi pagi, masih cukup, kok. Makan siang bisa entaran atau nanti sekalian makan malam. Hari ini ada les, penting."

Jadi, rasa-rasanya percuma Kala menasihati Mbay. Toh, dia enggak pernah bisa mencegah atau mengubah kemauan pacarnya. Kadang-kadang dia kesel karena Mbay enggak pernah memberi waktu istirahat buat dirinya sendiri. Apalah daya Kala, kalau sekalinya ngomong pasti selalu dijawab dengan jawaban yang akhirnya bikin dia kehabisan kata-kata.

"Ini penting, Kala. Ini demi masa depanku."

Kalau Mbay udah bahas-bahas masa depan cowok jangkung itu cuma kicep.

Awal pacaran orang-orang enggak menyangka seorang Lembayung Purnama bisa pacaran sama Kala. Sekala Danureja yang sekolah saja masih suka absen dua sampai tiga hari. Yang kalau belajar di jam pertama pasti ada, nanti di jam-jam berikutnya cuma bertengger tas di atas meja.

Saat hubungan Kala dan Mbay terendus oleh anak-anak di kelas, mereka semua enggak percaya. Semua keheranan. Bahkan ada yang mikir Kala pakai pelet buat dapetin Mbay. Sebenarnya Kala sudah naksir Mbay sejak kelas sepuluh. Sejak mereka satu kelas. Cuma karena dulu gadis itu anaknya cuek, rajin, dan cerdas, jiwa mindernya pun bergejolak. Lembayung Purnama enggak mungkin suka cowok dengan pringkat lima dari bawah di kelas.

Makanya Kala abai. Perasaannya tetap ada, tapi enggak bisa tersampaikan ke Mbay. Apalagi sejak kelas sepuluh mereka enggak dekat. Jarang berbicara kalau enggak ada tugas yang mengharuskan satu kelompok. Mbay kayak ogah gitu temenan sama anak-anak badung, itu pikiran sempit Kala dulu. Namun, sejak mereka naik kelas sebelas dan sering dipasangkan dalam kelompok belajar, akhirnya Kala sama Mbay makin dekat.

"Lembayung, pulang sama siapa?" tanya Dio kala itu. Kalau enggak salah, semester dua di kelas sebelas. Saat mereka sedang ada tugas belajar kelompok di rumah Saras, salah satu teman mereka.

"Tadinya dijemput, tapi kata papa mobilnya tiba-tiba bermasalah. Mungkin nanti naik taksi," ucap Mbay.

Asumsi negatif Kala tentang Mbay yang suka pilih-pilih teman pun terpatahkan. Setelah makin kenal, Kala jadi tahu kalau Mbay ternyata friendly. Walaupun mukanya jutek dan sering cuek sama orang yang memang enggak akrab sama dia.

"Mbay, pulang bareng gue aja," ajak Kala saat itu.

"Mbay?"

"Kalau manggil Lembayung kepanjangan. Jadi, Mbay aja. Bagus itu, anggap aja panggilan spesial dari gue." Sengaja banget Kala modus dan tebar-tebar sinyal kalau dia naksir berat sama Mbay sejak dulu.

Mbay terkekeh dan Kala terkesiap karena responsnya. Mbay kalau ketawa mirip Jennie Blackpink. Kala enggak bohong, ini asli.

"Nggak, deh. Nanti gue balik pake taksi aja."

Tertolak. Namun, dia Sekala. Enggak ada kata menyerah. "Kita searah kebetulan," ungkap Kala.

"Lho, iya?"

Sebenarnya Kala agak enggak yakin. Menurut informasi dari Heksa, Mbay tinggal di jalan Sunan Malik. Enggak jauh dari daerah rumah Kala. Nah, karena cuma berbekal informasi mentah dari Heksa, dia agak takut-takut.

"Jalan Sunan Malik?"

"Kok, tau? Padahal gue belum pernah ngajak siapa pun ke rumah."

Girang banget hati Kala karena informasi dari Heksa tepat sasaran. Oke, ini saatnya beraksi. "Apa yang enggak gue tahu tentang lo? Lo kaget, kan? Itu karena lo pasti orangnya enggak pekaan."

"Maksud lo?"

"Tuh, bener." Kala melirik Mbay yang masih memperlihatkan wajah heran. "Ada yang naksir lo, tapi lo enggak peka."

"Lo naksir gue?" tanya Mbay.

Bisa konek juga dia. Saat itu Kala cuma manggut-manggut sambil senyum kayak orang gila. Mbay juga senyum, tapi sebentar saja. Senyum yang Kala enggak tahu maksudnya apa. Kala sudah pesimis banget, Mbay pasti bakal enggak nyaman dan menolak perasaannya.

Ternyata tidak!

Lima hari kemudian, Mbay resmi menjadi milik Sekala Danureja. Di mana itu berarti, semua orang enggak percaya kalau Mbay si anak kesayangan guru, tiba-tiba pacaran sama Kala yang malasnya kebangetan.

"Lo pasti pake pelet, ya, Kal?" tanya Riki sambil masang wajah iri dengki.

Masa bodoh, yang penting Lembayung Purnama sudah official menjadi milik Sekala Danureja!

Hai, Oneders!

Akhirnya bisa publish bab baru lagi hehe~
Bukan cuma cerita ini yang akan slow update, tetapi cerita Pejuang Tangguh juga. Huhu😭 karena aku nggak cuma menulis di Wattpad, jadi slow update banget di sini. Maafkan:)

Makasih buat yang udah ngasih vote dan memasukkannya cerita ini ke Reading List atau Library kalian 🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro