1 - Galak itu Seksi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Apa salahnya jadi orang cantik, pinter, tajir, sama famous? Tiap hari dinyinyirin terus.

Joyvika

.

.

Cerahnya pagi ini tidak sejalan dengan suasana ruang rapat direksi utama A&J Collection. Para jajaran tinggi, para pegawai pada bagian HRD, menundukkan kepala, saat sang CEO menatap mereka dengan tatapan tajam dan dingin yang membuat merinding, tidak ada yang berani mengucapkan sepatah kata pun untuk menjawab pertanyaan dari wanita dua puluh enam tahun itu.

"Jadi, nggak ada yang bisa kasih saya jawaban?"

Satu ruangan masih hening. Terlihat beberapa peserta rapat bergerak di kursinya dengan tidak nyaman.

"Oke kalau begitu, rapat saya hentikan sampai di sini."

"Tunggu, Bu Joyvika!" Seorang pegawai wanita bernama Sari, sesuai dengan name tag di dadanya, berdiri. Panggilannya menahan wanita yang dipanggil Joyvika itu bergeming di tempatnya. "Kita ngaku ini kesalahan HRD. Seharusnya kami nggak menerima Rachel di sini, sebelum melewati tahap seleksi. Karena Rachel adik Bu Joy, jadi kami kira nggak masalah untuk menerima Rachel kerja di sini."

Ujung bibir Joyvika terangkat membentuk senyuman miring yang membuat Sari menundukkan kepalanya. "Adik? Seinget saya, saya anak tunggal."

"Tapi Bu Joyvika, Bu Riana sendiri yang dateng, terus minta kami menerima Rachel," imbuh Sari dengan nada ketakutan.

"Emangnya Bu Riana siapa? Pemegang saham di sini? Atau penasihat perusahaan ini?" tanya Joyvika dengan nada ketusnya. Ia menatap Sari, lalu mengedarkan pandangannya pada para pegawai yang duduk melingkar. "Ini perusahaan saya, bukan perusahaan Bu Riana. Dia nikah sama papa saya bukan berarti dia punya akses ke perusahaan ini."

"Jadi, gimana keputusannya Bu Joyvika?" tanya Brenda, Kepala HRD A&J Collection.

"Kalian yang nerima, kenapa malah tanya saya?" Joyvika balik bertanya, membuat Brenda dan Sari perwakilan dari HRD saling menatap lalu menunduk.

Seorang perempuan, bernama Lulu, Manajer Divisi Pemasaran, mengangkat tangan. "Bu, gimana kalau Rachel gabung divisi kita aja? Dia selebgram tuh, siapa tahu bisa dimanfaatkan."

Joyvika mengangguk-angguk. "Boleh, ada usul lagi?" Terlihat beberapa orang menggelengkan kepala. "Karena Rachel udah terlanjur masuk, lihat gimana kinerja dia. Kasih dia kerjaan yang menguntungkan kita. Untuk peringatan semuanya, jangan terima pegawai tanpa melalui tahap seleksi normal, siapa pun itu," tutup Joyvika sebelum meninggalkan ruang rapat.

Sepatu hak tinggi Joyvika beradu dengan lantai yang dingin menimbulkan suara nyaring. Di belakangnya, sang sekretaris, bersusah payah mengikuti langkah panjang wanita dengan tinggi badan 170 senti meter. Saat mereka masuk ke dalam lift, Joyvika melirik perempuan di sebelahnya yang bernapas ngos-ngosan.

"Kalau nggak bisa pakai heels, nggak usah dipaksain, Rin."

Perempuan itu melirik ke arah bosnya dengan mengerucutkan bibir. "Bu Joy aja yang jalannya kecepetan."

"Kamunya aja yang lelet, Maurin," jawabnya dengan nada datar. Perempuan bernama Maurin itu memilih diam, tidak menanggapi bosnya. Karena tahu wanita itu sedang dalam kondisi tidak baik, dengan kata lain siap meledak.

Suasana hati Joyvika memang sedang buruk. Beberapa kali wanita itu terdengar menghela napas kasar. Seharusnya rapat tadi membahas tentang persiapan fashion show yang akan diadakan tiga bulan lagi di Jakarta Fashion Week. Namun, salah satu pegawainya tiba-tiba menanyakan apa Rachel akan diikutsertakan dalam acara besar itu, membuat Joyvika mengerutkan keningnya. Apa urusannya dia sama acara gue? Begitu pikirnya, sebelum ia tahu jika Rachel diterima di perusahaannya tanpa izin darinya. Mau tidak mau, Joyvika memanggil dua pegawai HRD, Brenda dan Sari dalam rapat untuk menjelaskan duduk perkara tersebut.

"Sialan!" Joyvika mengumpat tanpa sadar saat teringat kejadian rapat tadi.

"Nyebut, Bu!" kata Maurin.

Wanita itu menghiraukan Maurin. Bergegas masuk ke dalam ruangan kerjanya dan mendaratkan bokongnya di kursi. "Rin, pesenin saya americano dingin. Habis ini saya mau cek persiapan baju. Ada aja ini yang belum jadi, gimana sih?" Raut wajah Joyvika berubah masam, saat membaca pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. "Kerja pada lelet semua!"

"Bu Joy, jangan galak-galak atuh," cicit Maurin.

Joyvika mendongakkan kepalanya dan menatap Maurin garang. "Saya galak pun kamu masih tetep saya gaji, 'kan?"

Hubungan Joyvika dan Maurin bisa dibilang akrab. Joyvika menganggap Maurin sebagai teman dan adiknya. Maklum, Maurin baru berusia dua puluh tiga tahun. Maurin jadi salah satu dari sedikit pegawai yang berani memberikan komentar pada Joyvika. Wanita itu pun tidak keberatan jika sekretarisnya memberi kritik ataupun saran.

***

"Kenapa ini belum jadi?" tanya Joyvika kepada kelompok pembuat baju. "Bulan depan ini udah dipake buat photoshoot!"

"Dua hari lagi jadi, Bu," jawab perempuan berbaju hijau tosca, bernama Sisil.

Mata tajam Joyvika menangkap gaun yang baru selesai setengah dipasang di manequin. "Ini kenapa?!"

"Itu punya Erli," jawab sang ketua kelompok, Rezky.

"Belum nemu model penggantinya?" Rezky menggeleng. "Akhir minggu ini, mau nggak mau kalian harus nemu model pengganti Erli!"

Lelaki berwajah oriental itu mengangguk. "Kita udah kirim proposal ke model-model kok Bu, tinggal tunggu jawaban mereka."

Erli adalah model yang dipilih Joyvika secara pribadi untuk bergabung dengan projek A&J Collection untuk fashion show tahun ini. Namun sayang sekali, ia mengalami kecelakaan dan Erli patah tulang, wanita itu terpaksa mundur dari projek ini.

Joyvika kembali berkeliling di ruang produksi memantau pembuatan desain terbaru untuk A&J Collection. Bagi wanita itu, kesempurnaan produk adalah nomor satu. Apalagi brand pakaiannya bukan brand sembarangan. Dalam sesi koleksi musim panas tahun ini, Joyvika mendesain sepuluh koleksi edisi terbatas, yang memiliki harga fantastis. Salah satu koleksi edisi terbatas itu, gaun yang akan digunakan Erli.

"Ini kenapa gaunnya jadi kayak gini?!" Suara Joyvika nyaring membuat para pegawai menoleh ke arahnya dengan tatapan takut.

"Kenapa ya, Bu?" tanya seorang pegawai wanita yang sedang memasang payet di bagian kerah. Suara wanita itu bergetar.

"Ini koleksi Summer A1, 'kan?" tanya Joyvika memastikan. Ia memang memberi kode untuk seluruh koleksinya. Pegawai itu mengangguk. "Kamu nggak tahu kesalahan kamu?"

"M-maaf, Bu." Pegawai itu menundukkan kepalanya.

"Lihat saya kalau lagi ngomong!" kata Joyvika dengan suara rendah, tapi mematikan. "Nama kamu siapa?"

"Nama saya Tika, Bu," jawabnya dengan suara bergetar.

"Kamu ngerti ini warna apa?"

"Hijau."

Joyvika menghela napas kasar, kemudian tertawa. "Rezky! Ini pegawai lo, nggak ngerti bedain warna," serunya. Perlu digaris bawahi, Joyvika akan selalu memakai bahasa formal di kantor, untuk menjaga kesopanan. Akan tetapi, jika sudah ada yang membuat dia kesal, wanita itu tidak akan memikirkan lagi bahasa, bahkan perasaan para pegawainya. Masa bodo!

Lelaki berkaca mata itu menghampiri Tika. "Ini warna arthicoke."

"Denger, Tik?" Joyvika mengusap gaun-gaun di atas lutut yang terpasang di manequin. "Seinget gue, warna yang gue minta lauren green. Coba cek buku desainnya!"

Rezky berlari tergopoh-gopoh ke lemari mengambil buku rancangan desain. Ia lalu mencari apa yang diminta bosnya. Suara erangan lolos dari mulut lelaki itu, saat ia membaca informasi yang ia butuhkan.

"Gimana, Rez? Warna apa?"

"Lauren green, Bu." Rezky memberikan bukunya ke Tika.

"Kamu bisa baca, 'kan? Di situ jelas banget warnanya apa," tukas Joyvika.

"Cuma kode, Bu." Tika mengerutkan keningnya karena tidak mengerti.

Lagi-lagi Joyvika tertawa karena kebodohan pegawainya. "Semua warna punya kode, kode di situ punya lauren green. Kenapa bisa sih ada pegawai nggak ngerti warna bisa diterima?" gerutu Joyvika.

Ia lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, sebelum kembali menatap Tika dan Rezky. "Ini anak buah lo, lo yang urusin. Buat ulang gaun itu sesuai warna di buku desain! Gue udahan di sini. Kerja kalian bikin gue harus evaluasi HRD kenapa ada pegawai-pegawai kayak gini di A&J Collection!"

Joyvika keluar dari ruangan diikuti Maurin, sekretarisnya itu tidak berani bersuara sejak bosnya menginjakkan kaki di ruang produksi. Joyvika yang melihat wajah Maurin yang sedikit pucat terkekeh pelan.

"Ya Allah, Bu ... jangan tiba-tiba ketawa sendiri, ah! Kayak psikopat nakutin," tutur Maurin bergidik ngeri.

"Udah hampir setahun aja kerja sama saya masih sok ketakutan." Joyvika mencibir. "Saya mau ke toilet, kamu kalau mau pergi, pergi aja dulu."

Wanita itu masuk ke dalam salah satu bilik toilet untuk buang air kecil. Ia lalu segera menyiram closetnya, dan hendak keluar saat suara dua orang perempuan asyik mengobrol terdengar. Joyvika memilih untuk menguping pembicaraan mereka, karena ia mendengar beberapa kali namanya disebut.

"Itu Bu Bos, galaknya amit-amit!" kata si perempuan pertama. "Tikanya juga bego banget lagi."

"Bu Joy ini udah lama jomlo, maklum galak gitu," sahut perempuan kedua.

"Kalau gue jadi cowok pun males sama dia. Sayang banget ya, cantik begitu tapi galak, judes."

"Jangan-jangan sih karena itu dia nggak laku-laku. Sok berkuasa banget, mana ada cowok doyan sama cewek begitu."

Setelah mendengar cukup banyak, Joyvika memutuskan untuk keluar dari bilik toilet. Kedua perempuan tadi yang melihat bosnya dari cermin, menganga karena terlalu terkejut. Mereka berdua lalu berbalik dan menghadap Joyvika.

"Kenapa? Mukanya pucet amat, santailah." Joyvika mengibaskan tangannya. "Cuma satu pertanyaan dari saya ke kalian, nggak malu, dapet gaji dari orang yang barusan kalian nyinyirin?"

Bukannya tidak tahu gosip tentang dirinya yang beredar di kantor. Apa gunanya Maurin kalau begitu? Sekretarisnya selalu melaporkan gosip terhangat mengenai dirinya. Akan tetapi, Joyvika tidak peduli. Dia tidak akan marah, kalau mereka tidak berbuat salah. Kualitas nomor satu bagi perusahaannya. Karena A&J Collection adalah harta paling berharga yang ia punya. Joyvika menganggap, ini adalah bentuk baktinya pada sang mama.

A&J Collection adalah perusahaan yang bergerak di bidang fashion, gabungan dari Ameer Style, brand pakaian wanita milik Yunita Ameer, ibunya yang kemudian diwariskan pada Joyvika setelah wanita itu meninggal sembilan tahun lalu, dan Joy Collection, brand pakaian milik Joyvika sendiri. Yunita meninggal saat Joyvika berusia tujuh belas tahun. Ameer Style lalu diwariskan pada putri satu-satunya, tapi karena Joyvika belum lulus SMA pada waktu itu dan harus melanjutkan kuliah, Ameer Style dikelola oleh adik Yunita dulu, Kamila.

Setelah Joyvika lulus kuliah, ia secara resmi bergabung dengan Ameer Style. Karena ia memang berkuliah untuk menjadi desainer seperti ibunya, dan menuruni bakat sang ibu. Joyvika mulai membuat rancangan pakaian wanita sendiri dan menamainya dengan Joy Collection yang sangat berbeda dengan Ameer Style yang menciptakan kebaya, gaun-gaun mewah dan formal. Joy Collection lebih fokus pada pakaian modis wanita zaman sekarang, seperti pakaian santai, formal, dress santai, dan berbagai aksesoris wanita lainnya.

Atas saran Kamila, Joyvika menggabungkan Ameer Style dan Joy Collection menjadi A&J Collection. Perusahaan ini semakin berkembang pesat tiap tahunnya, Kamila pun tetap menjadi pengelola Ameer Style mendampingi Joyvika. Ia sangat bangga dapat mewujudkan mimpi ibunya, dan fakta bahwa perusahaan ini tidak ada campur tangan dari Seno, ayahnya, yang sangat ia benci.

TBC

***

Jangan lupa votement-nya gaesss. 

Luvs,

Oktyas.

PS: Akan diupdate dua hari sekali kalau tidak ada halangan.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro