21 (A)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Cinta itu memang sulit. Semua tindakanmu tidak akan membuat semua orang bahagia. Tindakanmu hanya bisa membuat satu orang bahagia. Dan kamu harus bisa memilih, memilih mana yang akan kamu bahagiakan dan kamu sakiti.

•••••

"Kamu sering minum obat tidur?" tanya Julian saat Julia telah siuman.

"Kamu nggak perlu tau. Ini tuh nggak ada hubungannya sama kamu, jadi kamu stop sok perhatian gitu sama aku," ujar Julia, lalu gadis itu beranjak dari tidurnya.

"Mau ke mana? Kamu diem aja dulu di sini," kata Julian.

"Perlu aku tegasin sekali lagi? Kalau kamu nggak usah sok baik sama aku, gak usah berpura-pura seakan-akan semuanya baik-baik aja! Kita tuh udah ditakdirkan buat gak bersama-sama lagi, jadi stop buat berusaha memperbaiki semuanya. Karena mulai sekarang, aku juga bakalan ngelupain semuanya, termasuk rasa cinta aku ke Julio. Aku bakalan mulai hidup ku dari nol, dan aku bakalan berusaha bahagia," ucap Julia lalu pergi.

Julian menatap punggung Julia yang kini telah menghilang.

Sedangkan Julia, kini sedang menangis di balik tembok. Gadis itu kini kembali berusaha kuat lagi. Berusaha berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja. Semuanya akan berlalu. Berharap dirinya mampu bertahan menghadapi semua masalah ini.

Di lain tempat, ada seorang gadis yang juga menangis. Ia menangis tanpa henti sejak tadi. Dia sendiri tidak tahu apa alasan dirinya menangis. Apakah karena dia dituduh mencuri oleh Julia? Atau karena sebuah fakta yang menyatakan dirinya menyukai Julian? Semua pertanyaan itu terputar di otaknya membuat kepalanya serasa ingin meledak.

Laki-laki di sampingnya yang sedari tadi setia bersama gadis itu mengelus kepala gadis itu, membuat Juli bersadar di dadanya. Berharap bahwa hal itu akan membuat gadis itu berhenti menangis.

"Kamu nangis gara-gara dituduh Julia?" tanya Julio pada akhirnya.

Tak ada jawaban. Yang terdengar hanyalah isakan tangis dari gadis itu.

"Aku percaya kok kamu nggak mencuri atau apapun itu yang dituduhin sama Julia. Aku yakin ada orang yang sengaja buat kamu terlihat sebagai pencuri."

Isak tangis Juli kini semakin kencang, membuat Julio bingung harus apa.

"Kok masih nangis sih? Aku jadi bingung mau ngapain. Tapi semoga ini bisa ngebantuin supaya tangisan kamu berhenti." Julio langsung memeluk Juli dengan erat sembari mengeluk rambut Juli dari belakang.

Diperlakukan seperti itu secara tiba-tiba, membuat Juli merasa kehangatan memancar dari diri Julio. Ia merasakan ada sebuah ketulusan yang dipancarkan lelaki itu padanya.

Hal itu membuat dirinya berpikir bahwa seharusnya ia menyukai lelaki ini bukan lelaki yang sekarang tengah menghilang.

Namun, tiba-tiba lelaki itu datang. Julian datang ke tempat yang menjadi saksi bisu isak tangis Juli. Julian geram melihat Juli malah berpelukan pada Julio. Ia kini merasa cemburu. Lelaki itu menarik Julio, memaksa lelaki itu berhenti memeluk Juli.

Tanpa aba-aba, Julian langsung menghajar Julio habis-habisan, membuat lelaki itu tersungkur.

"Lo emang bangsat! Lo udah buat Julia sakit hati dan lo tau, dia pingsan tadi! Itu semua gara-gara lo! Tapi lo nggak pernah merasa kasian sama dia sedikit pun? Lo malah di sini pelukan sama cewek lain!" ucap Julian lalu kembali memukul Julio.

"Udah, Julian, stop! Lo jangan mukulin Julio terus!" pinta Juli sambil terus menangis. Bukankah Julian tahu bahwa Juli sangat takut jika melihat kekerasan? Tapi kenapa dia malah melakukan kekerasan di hadapan Juli sekarang?

"Kalau gue bangsat, lo apa hah?! Lo ninggalin istri lo sendiri, sedangkan lo pergi buat nenangin cewek lain. Lo biarin dia nangis, dan lebih milih sama cewek lain. Lo nggak bisa mikirin perasaannya dia apa? Lo nggak punya hati?" ucapan itu membuat Julian kalah telak sekaligus tercengang. Bagaimana bisa Julio tau kalau Juli dan dirinya sudah menikah? Apakah Juli membeberkan itu semua ke Julio? Apa Juli benar-benar menyukai Julio?

Julian berteriak frustrasi sambil menghantam tembok. Lelaki itu mengacak-acak rambutnya, kemudian menarik Juli ke tempat yang kosong.

"Lo ngasi tau semunya ke Julio? Bukannya kita udah janji buat nggak usah ngasi tau pernikahan kita ke orang lain? Atau sekarang Julio bukan orang lain lagi bagi lo?" bentak Julian. Lelaki itu tak menyadari bahwa gadis di depannya kini sedang gemetaran sambil menahan tangis.

"Gue kira lo cewek yang berbeda dari yang biasanya gue temuin. Ternyata lo sama aja, sama-sama murahan." Ucapan itu kini membuat Juli tersadar. Tidak seharusnya ia cuma terdiam dan mendengar semua penghinaan ini. Ia harus mencoba berani.

Juli berusaha berkata sambil menahan isak tangisnya, "iya, gue tau gue murahan. Gue tau kalau gue bodoh. Gue bodoh banget, nempatin hati di cowok yang salah. Gue bodoh banget udah percaya sama cowok kayak lo! Lo tau nggak Jul? Gue kira lo itu mimpi indah yang pernah ada di hidup gue. Tapi ternyata apa? Lo itu cuma khayalan gue yang terlalu tinggi. Lo perlakuin gue, seolah-olah lo udah suka sama gue. Tapi ternyata, lo sukanya sama cewek lain. Apa gue di sini terlalu ke ge-er an sama lo? Apa gue yang terlalu berharap sama lo? Tapi lo juga yang ngebuat gue berharap sama lo. Lo yang buat gue suka sama lo. Semua perlakuan lo yang buat gue kayak gini. Dan sekarang, lo malah nyalahin gue untuk semua hal."

Gadis itu sudah tak bisa lagi menahan isak tangisnya. Air matanya mengalir terus-terusan membasahi pipinya. Bahunya bergetar. Ia sudah tak peduli apa yang kini Julian pikirkan. Yang pasti kini ia sadar. Bahwa ada yang lebih menyakitkan daripada ditinggalkan oleh sahabatnya. Ada yang lebih menyakitkan dari ketidakpedulian orang tuanya padanya. Ada hal yang lebih menyakitkan dari dikhianati oleh semua temannya.

Kini ia menyadari itu semua. Juli sadar bahwa ternyata cinta itu tak seindah film-film yang ia tonton. Tak semanis kata-kata yang ditulis di buku novel. Nyatanya, cinta itu bukan hal yang seperti itu. Cinta itu sangat menyakitkan. Sangat membuat dirinya frustrasi.

Julian menatap gadis di depannya yang kini tengah menangis. Melihat itu membuat dada nya sesak. Julian memeluk Juli dengan erat. Berusaha memberi kehangatan, berusaha membuat gadis itu kembali tenang.

Ia tak tahu apa yang ada di pikirannya. Sekarang semuanya terasa rumit. Kini yang ia ingin hanyalah agar gadis ini berhenti menangis. Karena tanpa Juli sadari, sebenarnya Julian juga sangat terluka. Laki-laki itu juga benar-benar tersakiti. Laki-laki itu benar-benar bingung. Ia bingung dengan perasaannya. Ia bingung harus memilih siapa, karena ia sadar bahwa siapa pun yang ia pilih, apapun yang ia lakukan, pasti akan membuat seseorang tersakiti.

Juli merasa nyaman dipeluk dengan Julian seperti ini. Ingin sekali ia diam dan menerima pelukan lelaki itu. Namun, setelah semua yang Julian lakukan kepadanya, ia merasa tidak adil jika kini ia hanya diam.

Juli melepas pelukan Julian walaupun sebenarnya ia sangat ingin merasakan pelukan itu lebih lama lagi.

"Maaf," ucap Julian sambil menatap Juli tepat di manik mata gadis itu yang kini sedang berkaca-kaca.

Juli tak tahu harus berbuat apa jika dipandang oleh lelaki itu seperti ini. Ingin sekali dirinya memaafkan Julian, namun ia juga tak ingin kembali dianggap murahan seperti kata Julian.

Alhasil Juli hanya bisa membuang muka dan berkata, "gue nyari Julio dulu. Gue takut dia kenapa-napa," ucap Juli lalu pergi begitu saja.

Dan hal itu kembali membuat Julian merasa sangat terpukul. Sama seperti tadi, disaat Julia pergi meninggalkannya. Namun, kali ini jauh lebih menyakitkan.

Julian tahu bahwa dirinya egois karena berusaha memiliki keduanya. Namun sebenarnya ia hanya tak ingin salah satu dari mereka tersakiti. Tapi ia tak sadar bahwa keegoisannya ini membuat dua-duanya tersakiti.

••••••

Next lagi nih! Jangan lupa vomment ya! Kalau vomment nya banyak, aku bakalan next secepatnya! Makasi!

02-01-2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro