25 (B)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hubungan manusia itu seperti kaca, bila sudah retak, tidak akan kembali seperti semula. Bahkan sekeras apapun kita berusaha, pasti akan terlihat retakannya

•••••

"Kakak kok bisa di sini?" tanya Juli bingung.

"Gue ditugasin jadi ketua OSIS sementara di sini, dan ketua OSIS di sini pindah ke sekolah gue. Ya ... semacam pertukaran gitu deh," jelas Juni.

"Kok bisa pas banget di sekolah ini sih kak?" tanya Juli bingung.

"Gue yang minta sama mom and dad. Gue tau lo pura-pura jadi anak miskin dan di bully anak satu sekolah," jelad Juni. "Lo gila apa ya? Masa gitu aja nggak berani ngelawan? Kalau gue jadi lo, mulut anak satu sekolahan udah gue pelintir," ujar Juni kesal.

"Ih, kakak kan tau aku nggak berani sama kekerasan," ujar Juli.

"Lagian Julian kerjaannya gimana sih? Jadi suami nggak becus amat. Gue bantai lama-lama."

Juli melotot ke arah Juni, "kakak nggak boleh gitu!"

"Kesel gue Jul! Liat aja nanti, orang-orang yang nyiksa lo bakalan gue buat mereka sadar diri," ujar Juni. "Btw, lo nggak ke kantin?"

"Nunggu Julian, katanya mau jemput," jawab Juli.

"Oh, ya udah, gue ke ruang kepala sekolah dulu ya! Tadi sempat dipanggil soalnya." Juni beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Juli.

Juli menatap kukunya yang sedang mengetuk meja berlapis kaca itu. Ia bosan sedari tadi menunggu Julian yang tak kunjung datang.

Langkah kaki seseorang pun terdengar menuju bangku Juli, membuat gadis itu mengangkat kepalanya dengan semangat. Benar saja dugaannya. Kini di hadapan Juli ada seorang lelaki.

"Nungguin?" tanya Julian.

"Iya, tapi lo lama banget," ujar Juli.

"Maaf ya, tadi gue dipanggil guru. Lain kali kalau gue lama, jangan nungguin ya! Nantu capek," uajr Julian sambil mengelus kepala Juli singkat.

"Terus gue harus ninggalin lo gitu?" tanya Juli.

"Iya! Biar nanti gue yang ngejar lo."

Pipi Juli sekarang benar-benar memerah.

"Duh, merah." Julian menyubit pipi Juli gemas.

"Ih, Julian!" teriak Juli.

"Apa?" tanya Julian dengan nada lembut.

"Ee ... eee ... laper!"

"Ayo ke kantin!" Julian menarik gadis itu dan membawa gadis itu ke kantin.

Mereka masuk bersamaan ke kantin dan mengambil makanan bersama. Hal itu membuat Juli dan Julian menjadi pusat perhatian.

Setelah mengambil makanan, mereka memutuskan duduk di meja kosong. Julian duduk duluan, dan saat Juli hendak duduk juga, tiba-tiba Angela datanv dan menyenggol tangan Juli. Hampir saja sup yang ada di nampan Juli terjatuh jika Julian tidak sigap memegangnya.

Bukannya merasa bersalah, Angela malah dengan percaya diri duduk di depan Julian. Juli pun menatap Angela kesal.

"Apa lo liat-liat? Pergi sana!" usir gadis itu.

Juli semakin kesal dengan Angela dan akhirnya membuka suara, "yang diajak makan sama Julian itu aku, bukan kamu! Jadi yang seharusnya pergi itu kamu, bukan aku," ujar Juli.

Angela menatap Juli kesal. Gadis itu beranjak dari duduknya dan melayangkan tangan untuk menampar Juli.

Belum sempat tangan Angela mengenai pipi Juli, tangan gadis itu sudah dismash oleh Juni yang tiba-tiba muncul bersama Juna.

Juna tampak santai memainkan hapenya. Bukannya tak peduli terhadap masalah Juni, Juna cuma sudah sangat terbiasa untuk mengawasi Juni menyelesaikan masalahnya sendiri.

Hal itu membuat Angela meringis, "awww, sakit!" ujar Angela.

Dua antek-anteknya yang sedari tadi berdiri di belakang Angela pun mendekat dan ikutan panik.

"Lo! Berani banget ya!" Angela memelototi Juni.

"Kenapa saya mesti takut dengan orang seperti anda?" tanya Juni dengan santai.

Angela geram dan melayangkan tangannya ke pipi Juni. Juna melihat kejadian itu pun menyelesaikan gamenya kemudian berjalan menuju Angela. Lelaki itu menahan tangan Angela.

Angela berusaha melepas tangannya, "lepasin ga—" ucapannya terhenti ketika melihat lelaki dengan rambut yang sedikit acak-acakan.

"Lo ... lo siapa?" tanya Angela menatap Juna dengan pandangan kagum.

"Dasar cabe!" umpat Julian sambil bangkit dari duduknya.

"Lo yang namanya Julian?" tanya Juna.

Julian melirik Juna sebentar dan mengacuhkan pertanyaan lelaki itu. Julian menganggap Juna seperti anak tengik yang sok-sok menjadi jagoan di siang bolong.

"Dih songong, pantesan Juli stress sama lo," ujar Juna.

"Ih, Kak Juna," gerutu Juli.

"Udah lah sama gue aja," ujar Juna kepada Juli.

Juni menatap Juna dengan tatapan super mematikan. Dan Juna hanya bisa nyengir.

"Plis deh, kalian nggak usah hanyut dalam obrolan kalian sendiri! Sadar dong di sini ada gue," ujar Angela.

"Dih, siapa suruh situ nyempil," ujar Juna.

"Lo ganteng-ganteng kok galak sih? Lo nggak usah jual mahal deh sama gue, gue tau lo suka kan sama gue," ujar Angela, dengan pedenya ia mengibaskan rambutnya.

"Jul, kita pergi aja!" ajak Julian. Ia menaruh nampan yang dipegang Juli dan menarik gadis itu pergi.

Sementara Juna menatap Angela dengan pandangan 'dih, ni cabe girang amat deh'.

"Uni! Silahkan diurus ini orang, aku males," ujar Juna.

Juni mendelik mendapatkan panggilan seperti itu. Kemudian dia kembali menatap Angela, "sepatu, make up, rok, baju, semuanya pelanggaran!" ujar Juni.

Angela menatap Juni marah, "terus masalah buat lo?! Lo emang siapa?"

"Saya sekarang di sini sebagai ketua OSIS. Dan saya berhak untuk membuat orang-orang seperti anda agar mengikuti peraturan," kata Juni. "Dan kalau besok anda masih melanggar peraturan, saya akan memberikan hukaman pada anda!" ujar Juni tegas sebelum akhirnya dia menarik Juna.

Juna menengok ke arah Angela, lelaki itu mengedipkan sebelah matanya pada gadis itu dan memberikan senyuman mautnya. Juni yang melihat hal itu pun menggetok kepala Juna.

•••••

Juli terus mengikuti Julian yang menariknya.

"Lo mau ngajak gue ke mana?" tanya Juli.

"Lo kan laper, tadi belum sempat makan," kata Julian.

"Terus kenapa kita malah pergi dari kantin?" tanya Juli.

"Gue nggak selera makan di sana, banyak cabe-cabean liatin gue," ujar Julian.

"Terus kita sekarang mau ke mana? Kok ini arahannya malah ke gudang?" tanya Juli bingung.

"Ikut aja!"

Julian mengajak Juli masuk ke dalam gudang, kemudian ia menutup pintu gudang dengan rapat. Ruangan itu pun menjadi gelap, refleks Juli memeluk Julian dengan begitu erat.

Julian balas memeluk Juli. "Tutup mata aja sebentar dan ikutin aja ke mana gue pergi," ujar Julian. Sambil memeluk Juli, Julian berjalan ke sebuah rak buku besar. Ia memencet tombol di sebelah rak tersebut, membuat rak buku itu tergeser dan membelah menjadi dua.

Sebuah pintu pun nampak di sana. Julian membukanya dan masuk ke sana.

"Udah, lo bisa buka mata sekarang!" ujar Julian.

"Wow, ini ruangan apa Julian?" tanya Juli takjub.

"Ini kamar rahasia gue di sekolah ini. Gue minta ini ke nyokap gue dulu, soalnya gue dapet kabar kalau Julia bakalan pindah sekolah. Tapi, tiba-tiba semua masalah itu terjadi dan gue dipaksa ngejauhin Julia sama nyokap gue," jelas Julian.

Lagi-lagi semuanya tentang Julia. Juli jadi merasa bahwa ia telah merusak hubungan Julian dan Julia, karena perasaan kekanak-kanakkannya.

"Gue nyusahin lo ya?" tanya Juli.

"Iya," jawab Julian.

"Maaf," ujar Juli sambil menunduk.

"Semua orang emang sifatnya nyusahin orang lain," kata Julian.

"Tapi gue udah buat lo sama Julia nggak bisa jadi sahabat lagi," ujar Juli, kini gadis itu hendak menangis.

Julian pun menggetok kepala Juli membuat gadis itu meringis dan mengusap kepalanya.

"Ih, kok dipukul?" rengek Juli.

"Ya habis, gue belum selesai ngomong lo malah udah mewek," ujar Julian.

"Habisnya gue merasa bersalah."

"Lo nggak usah merasa bersalah, gue sama Julia emang udah nggak bisa sahabatan lagi. Hubungan kita udah terlanjur hancur. Dan diperbaiki pun nggak bakalan bisa kayak dulu. Jadi ini semua bukan salah lo."

"Beneran?"

Julian mengangguk.

"Mana yang lebih nyusahin? Gue atau Julia?" tanya Juli.

"Keduanya sama-sama nyusahin. Kalian berdua itu sama, kalian berdua ngebuat gue berubah," ujar Julian.

"Kok lo nyamain gue sama Julia sih?" tanya Juli.

"Bentar dulu napa, tapi Julia ngubah gue dari yang biasa-biasa aja jadi tertutup, dan lo ngeluaran gue dari ketertutupan itu," ujar Julian.

Juli kembali tersenyum mendengar perkataan Julian. Setidaknya Juli bisa lebih unggul sekali saja dari Julia.

"Terus kenapa lo bawa gue ke sini?" tanya Juli.

"Di sini ada dapur, gue bakalan buatin lo makanan," ujar Julian.

Bahkan kini tanpa Juli minta, Julian mau membuatkan dirinya makanan. Ah, memikirkannya membuat Juli melayang.

•••••

Vommentnya yaa!! Bantu cerita ini naik ranking. Btw makasi buat part kemarin, aku seneng banget banyak yang comment!

20-01-2018

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro