[Cerpen] Istri Akang Daniel oleh Andi Ardianti

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Istri Akang Daniel
Penulis: AndiAR22

Pendar cahaya lampu menyilaukan kedua netra legam lelaki berumur 25 tahun itu. Ia mengangkat tangannya, menghalau cahaya yang masuk ke matanya. Tubuhnya ia gerakkan ke kiri untuk memudahkan ia bangun dari ranjang berukuran 210 x 96 x 50 cm. Namun, saat tubuhnya sudah setengah terduduk, rasa sakit sakit di kepalanya menyerang. Ia berteriak dan membuat gadis  yang sedang berada di sampingnya terbangun.

“Jungkook! Kau sudah sadar?!” Gadis keturunan Chinese itu—Lusi—nampak panik dan memegang Jungkook yang hampir saja terjatuh. 

Secepat mungkin tangan kiri Lusi menekan tombol nurse call saat lelaki berahang tegas itu memberontak. “Ya! Jeon Jungkook, kau menyakiti tubuhmu,” bentaknya. 

Pintu terbuka dan seorang dokter serta perawat masuk ke dalam kamar rumah sakit dengan langkah tergesa-gesa.

Lusi segera bergeser dan memindahkan tubuh Jungkook ke dokter berkacamata. “Aku tidak tahu kenapa ia terus berteriak dan memukuli tubuhnya,” beritahu Lusi saat Jungkook mulai tenang karena perawat yang berada di sebelah kiri lelaki itu menginjeksikan cairan penenang. 

Perlahan-lahan tubuh Jungkook seperti melemah dan hanya beberapa detik setelah cairan itu disuntikkan, mata lelaki itu seperti terkantuk-kantuk hingga Lusi benar-benar dapat melihat Jungkook menutup kedua  kelopak matanya. 

Setelah itu sang dokter berkacamata langsung membaringkan kembali tubuh Jungkook dengan hati-hati.

“Dok, apa ada masalah yang serius dengan Jungkook?” tanya Lusi dengan nada khawatir. 

“Tidak ada yang serius, ini hanya efek yang ditimbulkan setelah ia tersadar dari komanya” jawab sang dokter..

Dokter berkacamata itu pun menepuk lembut bahu Lusi dan berkata, “jangan khawatir, sejam lagi dia akan terbangun.” Setelah mengatakan itu, lelaki berseragam snelli diikuti sang perawat meninggalkan Lusi dan Jungkook.

Lusi mendekati Jungkook, mengelus puncak kepala lelaki itu. Sampai detik ini ia tidak mengerti situasi yang sedang terjadi di keluarga Jeon. Kejadian tragis dua minggu lalu yang menewaskan sahabatnya—Jeon Somi. Somi ditemukan tidak bernyawa di kediaman mertuanya dengan banyaknya luka tusukan di tubuhnya. Fakta terberat yang harus Lusi ketahui adalah sahabatnya yang lain— Jungkook menjadi pelaku pembunuhan itu. 

Lelaki itu ditemukan pingsan di sebelah tubuh Somi, di mana ia memegang pisau yang diduga alat untuk menusuk istri dari kakaknya itu. Meski begitu, Lusi masih tidak percaya jika sahabat lelakinya itu melakukan hal mengerikan kepada orang yang dicintainya. Iya, Jeon Somi adalah mantan kekasih dari Jungkook, namun entah bagaimana perempuan itu tega meninggalkan sang lelaki demi menikahi kakak Jungkook—Jeon Seok Jin. 

Lusi tahu,  meski Jungkook sakit hati dan kecewa berat pada Somi. Tapi ia yakin, lelaki itu tetap menyayangi Somi, jadi bagaimana mungkin ia membunuhnya? Bahkan Lusi masih mengingat ketika ia menemani Jungkook membelikan hadiah yang katanya untuk pacarnya. Padahal jelas ia melihat hadiah kalung yang dibeli lelaki itu terukir nama Somi. 

“Kau harus bangun dan jelaskan apa yang terjadi.” Lusi mengenggam tangan Jungkook dan ia menangis sesenggukan di samping lelaki itu.

***

“Aku tidak membunuhnya Lusi!” ucap Jungkook datar. Mata lelaki itu lurus ke depan, memandangi bunga yang ada di taman rumah sakit. 

Kondisi Jungkook sudah agak membaik, sejak kemarin ketika sore menjelang, lelaki itu akan meminta Lusi untuk mengantarnya ke taman. Dan setelah sampai di taman, ia akan mengatakan jika dirinya tidak membunuh Somi. 

Lusi berpindah ke depan Jungkook, gadis itu berjongkok di hadapan lelaki yang memakai kursi roda itu. Ia mengenggam kedua tangan sang lelaki hingga mata mereka saling bertemu. “Aku tahu, kau tidak membunuh Somi. Tapi bagaimana kau akan menjelaskan semuanya pada polisi. Setelah kondisimu stabil, polisi akan meminta keteranganmu.” 

Refleks Jungkook menghentakkan tangan Lusi, mata lelaki itu berkilat marah. “Aku hanya tidak mengingat apa yang terjadi pada hari itu!” Mata Jungkook berkaca-kaca.

 Jungkook tidak tahu lagi harus berbuat apa, mendapati dirinya terbangun dari koma dan tuduhan pembunuhan kepada istri kakaknya benar-benar membuatnya frustasi. Ia ingin membuktikan dirinya tidak bersalah, namun ia tidak bisa mengingat kejadian mengenaskan itu. Di saat ia berusaha mengumpulkan ingatannya, bayangan Somi yang berteriak karena tusukan demi tusukan di tubuhnya membuat Jungkook semakin ketakutan. Dan bahkan sekarang ia terus bertanya, benarkah ia tidak membunuh Somi? Jelas, ia mengingat dirinya mencabut pisau yang tertancap di dada Somi dan setelah itu, tangannya menusukkan pisau itu ke bagian perutnya sendiri. Hanya sampai di situ ingatannya, dan hal itu membuat dirinya dirundung rasa frustasi.

“Aku yakin, Seok Jin Hyung yang membunuh istrinya sendiri!” tuduh Jungkook tiba-tiba.

Plak

Satu tamparan mengenai wajah mulus Jungkook. “Teganya kau menuduh saudaramu sendiri! Aku tahu kau sakit hati padanya, tapi bukan begini caranya, Jeon Jungkook!” emosi Lusi.

Jungkook menatap tajam sahabatnya itu. “Dia membunuhnya Lusi! Kenapa kau tidak percaya padaku?” Napas lelaki itu tersengal-sengal. “Sebelum kematian Somi, aku mendengar mereka bertengkar hebat dan Seok Jin terus mengatakan akan membunuh Somi jika ia macam-macam,” ungkap lelaki itu.

Lusi menelan ludahnya, tenggorokannya seperti tercekat. “K-kau yakin dia mengatakan itu?” gugupnya.

Jungkook hanya mengangguk, lelaki itu memutar kursi rodanya dan meninggalkan Lusi yang masih terpaku di tempatnya. Jadi siapa yang sebenarnya membunuh sahabatku? 

***

Jungkook baru saja kembali dari rumah sakit, namun hanya ayahnya yang menyambut kedatangan lelaki itu. Sementara ibunya tidak bisa menyambut karena sedang terbaring sakit di kamar karena mengalami shock berat setelah kematian menantu tersayangnya.

“Maaf, Appa tidak bisa menjemputmu di rumah sakit.” Pria paruh baya itu meminta maaf pada anaknya. Ia memeluk Jungkook, lalu membawanya masuk ke dalam rumah.

“Apa keadaan Eomma sudah membaik?” tanya Jungkook. 

Keduanya sudah berada di ruang keluarga, mereka pun duduk di sofa. “Kematian Somi membuatnya terpukul. Eomma-mu bahkan tidak ingin makan,” beritahu Ayah Jungkook.

“Seok Jin Hyung mana?” Jungkook mengedarkan pandangannya saat suara dari arah belakang menyapu pendengarannya.

“Kau ingin membunuhku juga, Berengsek!”

Dan belum sempat lelaki itu berdiri dengan baik, satu pukulan telak mengenai rahang Jungkook, Seok Jin menyerangnya dengan brutal. 

“Seok Jin, hentikan!” Ayah kedua lelaki itu segera berteriak memanggil pengawal dan dengan cepat dua lelaki berjas hitam datang, mereka langsung memegang lengan Seok Jin—menariknya agar menjauh dari Jungkook.

Pria berusia 50 tahun itu pun segera mendekati Jungkook, dan memeriksa wajah anaknya yang sudah babak belur. Ia segera memanggil maid untuk mengobati luka Jungkook.

“APA YANG KAU LAKUKAN PADA ADIKMU?!”

Jeon Hyunki menampar anak sulungnya hingga bibir lelaki itu berdarah setelah Jungkook sudah tidak di ruangan itu. Seok Jin meringis kesakitan. “Dia pantas dipukul!” teriaknya dan satu tamparan kembali mengenai pipi lelaki itu.

“Bawa dia ke kamarnya atau aku akan membunuh darah dagingku sendiri,” perintah Jeon Hyunki. Kedua pengawal itu langsung membawa  Seok Jin, meski lelaki itu terus memberontak.

“Somi pantas mati!” Jeon Hyunki menatap datar ke arah dinding, foto pernikahan anaknya dan Jeon Somi tertempel di sana.

Setelah Jungkook diobati oleh seorang maid  di rumah ini, ia memutuskan untuk menjenguk ibunya. Dan ia melihat betapa memprihatinkan kondisi ibunya karena kematian Somi. Jungkook tahu bahwa ibunya sangat menyayangi perempuan itu, meski menantunya itu telah mengkhianati anak kandungnya sendiri dan memilih menikahi anak tirinya. Ia tetap memberikan kasih sayangnya pada Somi. Saat ayahnya—Hyunki benar-benar tidak setuju dengan pernikahan Seok Jin dan Somi, tapi berkat ibunya lah, pernikahan itu bisa terlaksana. Wanita yang tetap cantik diusianya yang memasuki kepala empat itu memang tidak pernah membedakan kasih sayang antara Jungkook dan Seok Jin. Bahkan jika dipikir, wanita yang bernama Hae Won itu lebih banyak mencurahkan perhatiannya kepada anak tirinya itu.

Terkadang Jungkook merasa iri dengan Seok Jin karena mendapat perlakuan istimewa dari ibu mereka.

“Bagaimana Eomma bisa menjalani hari dengan baik tanpa Somi?” Hae Won menangis di pelukan Jungkook.

Jungkook mengelus puncak kepala ibunya, ia dapat merasakan kesakitan ibunya. Dan hal itu membuatnya terluka. “Bukan aku yang membunuhnya Eomma,” ucapnya parau.

Segera Hae Won melepas pelukannya, ia menatap iba ke arah Jungkook. “Eomma tahu, kau tidak melakukannya.” Ia mengelap air mata Jungkook yang membasahi pipi lelaki itu.

“T-tapi bagaimana bisa kau memegang pisau itu?” 

“Aku tidak bisa mengingatnya.” Jungkook menggeleng lemah.

Hae Won tersenyum lembut. “Beristirahatlah, jangan memaksakan diri. Kau baru saja kembali dari rumah sakit.” Ia mencium kening anaknya sebelum Jungkook kembali ke kamarnya.

***

Waktu menunjukkan pukul 12 malam, Jungkook terbangun karena mendengar suara seperti orang yang menangis. Setelah ia berhasil memulihkan kesadarannya, lelaki itu segera mencari sumber suara. Ia pun melangkahkan kakinya ke arah kamar mandi dan benar saja suara tangisan itu terdengar sangat jelas. 

“Hei, siapa di dalam?” 

Rasa cemas melingkupi wajah Jungkook, seketika bulu kuduknya merinding. Tangannya sedikit gemetar saat ia meraih kenop pintu. Perlahan-lahan tangannya membuka pintu dan apa yang dilihat Jungkook sekarang membuat wajah lelaki itu menjadi pucat.

“S-somi?” Refleks Jungkook mundur karena perempuan berambut panjang itu menatapnya tajam. Bibirnya yang pucat membuat Somi seperti mayat hidup.

“Kenapa kau—“ 

Somi tiba-tiba menyerang lelaki itu dengan pisau hingga pipi mulus Jungkook tergores, untung saja ia sempat menghindar. “Somi, apa yang kau lakukan?!” marahnya.

“Kau harus mati!” Perempuan itu kembali menyerang Jungkook, sehingga lelaki itu tidak dapat menghindar karena kursi menghalanginya. Jungkook yang pasrah pun, segera menutup matanya. Mungkin, setelah ini ia benar-benar tidak bisa lagi melihat dunia. 

Namun beberapa detik setelah lelaki itu memejamkan mata, ia tidak merasakan sakitnya pisau menembus kulitnya. Jungkook pun segera membuka matanya, dan ia tidak menemukan Somi di hadapannya. Cepat-cepat ia berdiri mencari keberadaan Somi, tapi perempuan itu benar-benar menghilang.

“Apa aku bermimpi?” Jungkook menggeleng. “Tidak, sudah jelas aku sedang berdiri, bukan berbaring.”

Tangan lelaki itu terulur menyentuh kepalanya, Jungkook merasakan denyutan yang sangat hebat. Ia berjalan sempoyongan untuk keluar kamar dan saat ia berhasil membuka pintu. Jungkook jatuh pingsan dan tak sadarkan diri.

Somi memandangi Jungkook, sudah hampir setengah jam lelaki itu terbaring di lantai. Sebenarnya, ia tidak mengerti kenapa tiba-tiba rohnya ditarik kembali ke kediaman mertuanya—tepat di kamar Jeon Jungkook. Ia tahu, dirinya sudah meninggal. Namun kenapa ia harus kembali ke rumah terkutuk ini? Baginya rumah ini adalah neraka. Bagaimana mungkin seseorang tega membunuhnya? Dan apakah lelaki yang berada di hadapannya ini benar-benar seorang manusia? Iya, dia melihat Jungkook menarik pisau yang tertancap di dadanya dan itu sudah jelas bahwa Jungkooklah yang membunuhnya.

Saat ia merasakan amarah yang luar biasa, sebuah pisau akan muncul di tangannya dan pisau itu akan melukai seseorang yang berada di dekatnya. Namun, ketika Somi merasa iba pada orang itu, maka seketika pisau itu akan menghilang dan ia tidak akan bisa menyentuh apapun.

“Jungkook, sebenarnya aku sedikit tidak percaya jika kau membunuhku. Tapi ingatanku hanya menunjukkan kau yang memegang pisau itu.”

Tiba-tiba lelaki di hadapannya itu melenguh hingga Somi sedikit memundurkan tubuhnya. Ia takut jika amarahnya akan muncul dan melukai Jungkook.

“Somi,” seru Jungkook saat ia bisa membuka matanya. Dia memandang perempuan di hadapannya dengan seksama. “Kau benar-benar Somi?” Maksud Jungkook adalah kenapa orang yang sudah meninggal bisa hidup kembali? Dengan sekuat tenaga lelaki itu bangun dan langsung duduk. Ia memijit kepalanya dan memeriksa kembali istri dari kakaknya itu. 

Refleks tangan Jungkook ingin menyentuh tubuh Somi, namun alangkah kagetnya saat ia tidak bisa memegang perempuan itu. “S-somi—“ 

“Aku benar-benar sudah meninggal!” suara Somi terdengar pilu saat mengatakannya dan entah kenapa hati Jungkook seperti tersayat-sayat mendengarnya.

Somi menatap lirih ke arah Jungkook. “Kenapa kau membunuhku, Jungkook?”

Jungkook menggeleng lemah, Kenapa semua orang, bahkan roh Somi pun menyudutkan dirinya dan berpikir bahwa lelaki itu adalah pembunuh. 

“Apa kau percaya aku adalah pembunuhmu? Aku bahkan membelikanmu kalung sebagai hadiah ulang tahunmu bulan depan,” ucap Jungkook dengan mata berkaca-kaca. Mendengar itu, Somi meneteskan air matanya. Ia terdiam dan terus menunduk.

“Aku memang sangat kecewa padamu, kau tahu, aku sangat terluka saat kau meninggalkanku sampai rasanya aku ingin mati saja!” jujur Jungkook. “Lebih membuatku  gila karena kau menikahi saudaraku.”

Somi memejamkan matanya, ia memang roh tapi rasanya saat ini mendengar ungkapan hati Jungkook membuat tubuhnya melemah. “Maafkan aku, Jungkook.” Hanya itu yang dikatakan Somi.

“Dan kau tahu titik kehancuranku adalah kematianmu!” Pada akhirnya Jungkook menangis tersedu-sedu. “Melihatmu sekarang meski aku tidak yakin kau adalah orang yang kucintai, aku sangat senang.” 

Lelaki itu mengelap air matanya dan mendekat ke arah Somi. “Somi, lihat aku!” Lalu Perempuan itu mengangkat wajahnya hingga ia bisa melihat senyuman Jungkook. Senyuman yang membuatnya lebih tenang.

“Aku tidak memintamu untuk mempercayaiku, aku hanya ingin kau menunggu sedikit. Aku akan mencari pembunuh yang sebenarnya.” Jungkook terlihat memikirkan sesuatu. “ Aku yakin, kau ada di sini dan aku bisa melihat rohmu bukan suatu kebetulan. Kurasa Tuhan ingin kau tahu bahwa bukan aku yang membunuhmu agar kau bisa pergi dengan tenang dan damai. Dan mungkin—“ Jungkook tercengang, ia dapat merasakan Somi memeluknya. 

“—agar aku bisa menebus kesalahanku dengan bersamamu sebelum rohku pergi untuk selamanya!” 

***

Jungkook menghela napas kasar, mungkin hampir setiap hari ia harus mengunjungi kantor polisi demi melengkapi keterangannya. Ia tidak mengerti dengan cara kerja pihak kepolisian, lelaki itu sudah berpikir bahwa setelah ia keluar dari rumah sakit maka polisi pasti akan segera menangkapnya karena ia adalah tersangka utama dalam hal ini. 

Tapi, menurut pihak kepolisian, dari hasil penyelidikan yang telah dilakukan di TKP bahkan identifikasi bukti pembunuhan. Polisi menemukan banyak hal yang janggal; adanya memar di beberapa titik tubuh Somi, seperti ia mengalami kekerasan sebelum ia meninggal. Lalu rumah keluarga Jeon yang tiba-tiba hari itu sangat sepi karena menurut Tuan Hyunki—mertua korban, mereka sedang melakukan upacara kematian mendiang kakek dari Jungkook. Dan juga keberadaan Jungkook yang ternyata setelah ditelusuri ia baru kembali dari Jepang setelah 3 jam kematian Somi dilihat dari catatan ahli patologi forensik.

Sehingga polisi beranggapan bahwa Jungkook memegang pisau bukan karena ia pelaku pembunuhan tetapi lelaki itu mencoba mencabut pisau yang tertancap di dada korban. Hanya saja polisi belum bisa menyimpulkan secara pasti karena ingatan Jungkook yang belum pulih.

“Jungkook, bagaimana hasilnya?” tanya Somi saat lelaki itu baru masuk ke kamarnya dengan pakaian kusut.

“Kau belum bisa keluar dari kamar ini?” Lelaki itu mengabaikan pertanyaan Somi.

Somi menggeleng lemah, lalu ia ikut duduk di samping Jungkook. Dia pikir dengan berada di rumah keluarga Jeon, perempuan itu bisa mencari tahu tentang kematiannya dan mengembalikan ingatannya. Namun nyatanya, roh perempuan itu tidak bisa ke mana-mana. Ia seperti terkurung di kamar lelaki itu.

“Pembunuh sebenarnya memukul bagian kepalaku sehingga aku amnesia, aku baru tahu dari pihak kepolisian setelah mereka melihat catatan perkembangan kesehatanku dari dokter,” beritahunya seraya melihat Somi.

Somi tercengang, ia mencoba mencerna perkataan Jungkook. “Mungkin dia berpikir aku melihatnya membunuhmu, tapi—“ Jungkook terdiam sebentar. “—jika dia orang lain, mungkin dia akan membunuhku juga, namun ia tidak melakukan itu.”

“Jadi, m-maksudmu yang membunuhku adalah orang yang dekat denganmu?”

“Mungkin saja Appa atau suamimu,” terkanya.

Somi menggeleng. “Tidak mungkin mereka melakukan itu.”

Appa sangat membencimu dan kau tahu itu dengan pasti. Dan bukankah kalian bertengkar hebat di waktu malam sebelum kematianmu?”

Tangan Somi seketika gemetaran dan membuat Jungkook panik. “Somi, kau kenapa?” Ia mengguncang bahu perempuan itu.

“Aku mengatakan kepada Seok Jin bahwa aku hamil!” 

Jungkook mundur, pupil matanya membesar. “Hamil?”

Entah apa yang terjadi hingga membuat lelaki itu langsung meninggalkan Somi dan berjalan keluar dengan langkah cepat. Dan tidak beberapa lama Jungkook kembali menghampiri Somi dan menyodorkan sesuatu.

“Apa ini milikmu?” Somi meraih testpack yang ada di tangannya Jungkook. Ia mengamatinya.

Napas Somi seperti tersengal-sengal. “Kenapa polisi tidak mengatakan aku hamil?”

Jungkook seperti mendapat sebuah pencerahan. Benar juga, kenapa di catatan kepolisian tidak menyinggung tentang kehamilan Somi. “Sepertinya aku mengingat sesuatu, Somi.” Ia menatap lekat ke dalam mata perempuan itu. “Masuki ragaku, Somi!” Jungkook pun jatuh tidak sadarkan diri.

***

Seperti memori lama yang diputar kembali, Somi melihat dirinya berada di sebuah kamar. Ia mengedarkan pandangan dan menemukan sebuah foto pernikahannya dengan Seok Jin. Somi baru saja selesai mandi hingga Seok Jin datang memeluknya. Mereka terlihat sangat romantis, namun senyum yang semula terbit di wajah Seok Jin perlahan menghilang. 

“Kau masih berhubungan dengan adikku?!” Seok Jin membentak Somi hingga perempuan itu tertunduk takut.

“Jawab, Somi!” Pria itu mencengkeram bahu Somi hingga terdengar suara ringisan dari mulut perempuan itu.

“Kau menyakitiku, Jin,” ucap Somi dengan air mata yang mulai membasahi pipiku.

Plak

Seok Jin menampar pipi Somi. “Sudah kukatakan berapa kali untuk tidak menyimpan nomor Jungkook.” Ia mendorong tubuh Somi hingga kepala perempuan itu membentur lemari.

“Itu tidak seperti yang kau pikirkan, aku pergi ke rumah sakit karena merasa kurang sehat dan dokter mengatakan itu karena aku hamil. Aku ingin segera pulang dan melakukan testpack untuk membuktikannya sendiri  dan memperlihatkanmu. Dan saat aku ingin pulang, aku bertemu dengan Jungkook di rumah sakit. Awalnya aku tidak ingin pulang bersamanya, tapi kepalaku sangat pusing jadi ia memaksaku untuk mengantarnya pulang. Hanya itu saja, Jin!” ungkap Somi.

“Hamil?” Bukannya merasa senang, Seok Jin malah kembali menampar Somi. “Perempuan sialan! Kau hamil anak Jungkook! Kau tahu, aku pasti akan membunuhmu jika bayi di dalam perutmu benar-benar milik Jungkook.” Seok Jin meninggalkan Somi.

Tubuh Jungkook yang dirasuki Somi melemah, perempuan itu memegang dadanya sesak. Tiba-tiba tubuhnya seperti ditarik ke dimensi lain. Dan betapa terkejutnya saat ia melihat tubuhnya diseret oleh— “Eomma?” Somi merasakan ketakutan yang luar biasa hingga ia dapat melihat ruangan bernuansa merah bata, ia kembali ke kamar Jungkook (masa sekarang) dan Somi sudah keluar dari tubuh Jungkook.

Ia segera mendekati Jungkook saat kesadaran lelaki itu sudah pulih sepenuhnya. “Kau baik-baik saja?”

“Aku baik-baik saja, bagaimana denganmu?” Somi mengangguk sebagai jawaban.

“Maafkan aku Somi!” Jungkook tertunduk lemas.

Bulir air mata Somi terjatuh begitu saja. “Aku tidak percaya Eomma melakukannya, Jungkook!” Tangis perempuan itu pun pecah dan Jungkook langsung memeluknya. 

“Kupikir ia sangat menyayangiku, ia bahkan merawatku dengan baik.” 

Jungkook mengelus punggung Somi. “Seandainya aku datang lebih cepat saat itu, kupikir aku masih bisa menolongmu.” Ia benar-benar menyesal. 

“Aku memberitahunya bahwa aku hamil anak Seok Jin, tapi aku tidak tahu bahwa ia tidak menyukai hal itu karena ia tidak ingin harta milik keluarga Jeon jatuh pada anak kami.” Somi tidak bisa menghentikan tangisannya.

Jungkook memeluk tubuh Somi lebih erat. “Maafkan aku, Somi. Aku tidak bisa melindungimu.”

Lelaki itu mengingat bagaimana surat wasiat ibu kandung Seok Jin tertulis, bahwa siapapu yang memiliki penerus Jeon lebih dulu. Baik itu lelaki atau pun perempuan. Maka ia penguasa tertinggi harta keluarga Jeon. Yuri—ibu kandung Seok Jin bersahabat dengan Hae Won. Sebelum wanita itu meninggal karena sakit kanker yang dideritanya, ia meminta Hae Won untuk menikah dengan suaminya. Dan dari pernikahan itu, Hyunki dan Hae Won dikaruniai seorang putera bernama Jeon Jungkook. Keceriaan Jungkook ketika masih kecil, menjadi kekuatan Yuri untuk menjalani sisa hidupnya. Hingga saat Jungkook berusia 4 tahun dan Seok Jin berusia 10 tahun, penyakit Yuri bertambah parah  dan saat di akhir hidupnya, ia ingin sekali memeluk Seok Jin. Namun lelaki itu tidak mau keluar kamar, ia marah karena Yuri lebih peduli pada Jungkook. Hal itu membuat Yuri terpukul dan kecewa hingga ia membuat surat wasiat yang ternyata pada akhirnya membawa malapetaka bagi keluarga Jeo

***

Jungkook menatap pohon sakura yang ada di hadapannya, kedua bibirnya melengkung membentuk sebuah senyuman. Dua tahun sudah ia ditinggalkan oleh orang yang dicintainya. Somi sudah tenang, dan mekar bersama sakura. Abu Somi menyebar di pohon musim semi itu. Sebelum rohnya ditarik kembali ke alam damai, perempuan itulah yang memintanya agar abu jenazahnya ditaburkan di pohon sakura—tempat ia pertama kali bertemu dengan jungkook.

Setiap awal musim semi, maka Jungkook akan datang ke tempat ini dengan membawa bunga lili. Lalu ia akan bercerita tentang banyak hal karena ia percaya Somi pasti mendengarnya. Meski ia sangat sedih karena ibunya harus mendekam di penjara seumur hidupnya, namun Jungkook lega karena kebenaran terungkap dan ia membuktikan bahwa dirinya bukan seorang pembunuh.

Ppa!” 

Suara  mungil bayi perempuan menyapu pendengaran Jungkook, lelaki itu berbalik dan mendapati anaknya yang berusia satu tahun memanggilnya. Bayi perempuan itu terlihat antusias saat melihat ayahnya, bahkan tangannya sudah terulur menggapai Jungkook.

Lantas lelaki itu mengambil alih puterinya ke dalam pelukannya. “Wangi sekali  anak Appa.” Ia mencium pipi gembul puterinya.

Eomma tidak ingin bertemu denganku, tapi ia bertemu dengan Youra,” beritahu Lusi. 

Jungkook menikahi Lusi satu setengah tahun yang lalu dan dikaruniai puteri bernama Jeon Youra—bayi perempuan yang digendongnya sekarang.

Jungkook tersenyum seraya tangan kirinya merangkul Lusi, ia mengecup puncak kepala istrinya itu. “Mungkin suatu saat Eomma akan mau menemui kita. Setidaknya ia masih ingin bertemu dengan cucunya.”

Ppa.... Ppa....”  Youra terus menggerutu dan memegang pipi Jungkook.

“Apa dia sudah minum susu?” tanyanya pada Lusi.

“Sudah, ia bahkan menghabiskan dua botol susu yang kubawa.” Lusi terkekeh

Tangan mungil Youra terangkat, ia menunjuk sesuatu. “Ppa!

“Sepertinya Youra ingin bertemu dengan samchon-nya.” Lusi mengelus surai Youra.

“Kau sudah tidak sabar yah bertemu Seok Jin samchon,” ucap Jungkook. 

Setelah mengetahui kebenaran dari pembunuhan istrinya, Seok Jin sangat terpukul. Terlebih ia begitu menyayangi ibu tirinya itu. Demi memulihkan kondisinya, lelaki itu menjalani terapi di sebuah rumah sakit. Hingga hanya Jungkook, Lusi, Tuan Hyunki dan bayinya—Youra yang tetap berada di kediaman keluarga Jeon. 

“Berikan Youra padaku, aku akan menunggumu di mobil,” pinta Lusi. 

Jungkook mencium terlebih dahulu Youra lalu berkata, “Aku tidak akan lama.” Ia memindahkan Youra ke gendongan Lusi.

Setelah Lusi sudah pergi, Jungkook mendekat ke pohon sakura itu. Tangannya menyentuh pohon itu. “Aku harus pergi, Somi. Suamimu akan mengomeliku jika tidak cepat membawa Youra menemuinya. Kondisinya sudah lebih baik, mungkin ketika aku datang ke sini lagi. Aku janji untuk pergi bersamanya.” 

Jungkook memejamkan matanya, lalu menghirup udara di sekitar pohon sakura itu. Perlahan ia membukanya dan tersenyum lembut. “Kau akan selalu tersimpan di hatiku, Jeon Somi!” Dan ia pun meninggalkan tempat itu, menyusul istri dan anaknya.

==SELESAI==

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro