REVIEW FILM: SCARY STORIES TO TELL IN THE DARK

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

REVIEW FILM
SCARY STORIES TO TELL IN THE DARK
Oleh: ScottLehnsherr95

“Cerita bisa menyembuhkan. Cerita bisa melukai. Jika kita mengisahkannya terus menerus ... cerita itu bisa menjadi nyata. Mereka membentuk jati diri kita. Cerita itu memiliki semacam kekuatan. Hal ini aku pelajari ... di musim gugur terakhir masa kecil kami.”

- Stella Nicholls -

“Scary Stories to Tell in the Dark” merupakan judul dari sebuah film horor Amerika yang rilis pada tahun 2019 lalu. Disutradai oleh Andre Ovredal dan diproduseri oleh Guillermo del Toro, film ini diangkat berdasarkan sebuah seri buku anak, karya Alvin Schwartz yang berjudul sama.

Film ini mengisahkan tentang kenakalan remaja pada umunya di malam hallowen, yang membuat Stella Nicholls dan teman-temannya pergi ke sebuah rumah kosong, yang menurut legenda, merupakan tempat yang pernah dihuni keluarga Bellows, di mana nyaris seluruh anggota keluarga Bellows hilang secara misterius. Di rumah tersebut, Stella menemukan sebuah buku tua milik Sarah Bellows, salah satu anggota keluarga Bellows yang memiliki riwayat hidup tak lazim.

Di buku tersebut, berisi kumpulan cerita menakutkan yang menarik perhatian Stella, dan karena itu Stella membawa buku tersebut pulang bersamanya. Tanpa tahu konsekuensi yang datang akibat melakukan itu, bahwa dengan membawa bukunya, membangkitkan kemarahan arwah Sarah Bellow, pemilik asli buku itu.

Tak lama kemudian, Stella mendapati teror yang sebenarnya, ketika buku yang ia bawa tersebut secara misterius menuliskan cerita-cerita horor baru pada halaman kosong, dengan tokoh utama yang Stella kenal, yakni teman-temannya sendiri. Dan setiap cerita baru muncul, satu per satu temannya hilang, dari sanalah Stella dan beberapa temannya yang masih bertahan harus memecehkan misteri ini, meredam amarah arwah Sarah sebelum bukunya mencelakai semua orang, termasuk Stella sendiri.

Untuk ide ceritanya menurutku normal, cenderung klise, karena cerita tentang sekelompok remaja yang menemukan sebuah benda kuno terkutuk yang membunuh orang satu per satu sudah sangat sering aku temui. Setidaknya, itulah yang aku pikirkan di tengah-tengah menonton film ini. Namun, setelah film ini selesai, aku menyadari bahwa dengan ide mainstream sekali pun, film ini cukup membawa angin segar bagi penikmat film horor sepertiku, karena cara pengemasan alur, konflik serta akhir cerita yang berbeda.

Penasaran akan film ini? Cek info selengkapnya di bawah ini:

1. IDE CERITA

“Banyak anak datang kemari, berharap bisa bertemu Sarah si Aneh. Dan meski mereka tak pernah melihatnya, mereka bisa mendengar suaranya ... melalui tembok. Sarah menceritakan kisah-kisah para mereka ... kisah menakutkan. Beberapa anak tak pernah pulang, anak-anak di kota meninggal ... diracun, katanya. Semua orang tahu itu ulah sarah. Tapi sebelum warga bisa menangkapnya, dia gantung diri ... dengan rambutnya sendiri. Dan legendanya berkata ... jika kau datang ke rumah Bellows saat gelap, dan meminta Sarah bercerita padamu, itu akan jadi cerita terakhir yang pernah kau dengar.”

Ide cerita ini berpusat pada sebuah mitos yang sudah beredar lama di tengah-tengah warga kota kecil bernama Mill Valley di Pennsylvania, Amerika Serikat. Tentang keluarga Bellows yang memiliki sebuah perusahaan kertas di Mill Valley pada awal abad ke-19. Salah satu anak dari keluarga Bellows yang bernama Sarah, diceritakan memiliki kelainan yang membuat dirinya harus dikurung di ruangan sempit dan gelap, bahkan keberadaannya tidak diakui oleh keluarganya sendiri.

Sarah dinilai sebagai gadis aneh, pembunuh anak-anak, dan suka menuliskan cerita horor pendek yang ia tulis di sebuah buku menggunakan tinta darah para anak-anak yang dibunuhnya. Dan buku milik Sarah inilah yang menjadi pusat dari film ini.

Pada malam hallowen tahun 1968, Stella beserta temannya August “Auggie” dan Charlie “Chuck”, serta pria yang baru dikenal Ramon Morales mendatangi rumah kosong tempat keluarga Bellows pernah tinggal. Kemudian dua orang lain, Ruth dan Tommy Milner ikut menyusul masuk. Di sana mereka menceritakan tentang mitos rumah tersebut, dan tanpa sengaja menemukan ruangan kecil di mana Sarah Bellows dikurung, diasingkan dari dunia. Di ruangan itulah Stella menemukan buku milik Sarah yang berisi kumpulan cerita horor pendek.

“Sarah Bellows, tell me a story,” ucap Stella sambil membuka lembar demi lembar buku tersebut. Mengawali teror dari buku tersebut, beserta mahluk mengerikan lainnya.

Aku melihat premis dari cerita film ini begitu sederhana, bahkan klise, tapi konflik yang ada di dalamnya begitu kompleks. Lapisan demi lapisan cerita bertumpuk hingga menjadi konflik yang padat dan berisi. Ditambah lagi latar belakang setiap tokoh yang beragam, menambah keseruan sepanjang alur cerita film ini berjalan.

2. JUMPSCARE DAN PARA HANTU

“Pertama, Tommy menghilang. Dan kemudian Auggie. Cerita mereka tertulis di dalam buku, dan itu terjadi setiap malam. Kau tak membaca bukunya ... buku itulah yang membacamu. Aku takut bahwa kita telah membangunkan sesuatu ... dan hal yang sama akan menimpa kita semua. Kita semua berada di rumah itu.”

Tak lama setelah Stella membawa buku milik Sarah Bellows, dia menyadari bahwa sebuah cerita horor baru telah tertulis di halaman kosong, membuat satu per satu temannya hilang. Stella-lah yang pertamakali menyadari bahwa buku itu ‘membaca’ kamu, dan buku itu menuliskan cerita horor yang paling kamu takuti. Cerita itu pun menjadi nyata.

Untuk efek jumpscare di film ini tak terlalu banyak. Kemunculan para mahluk halus dalam cerita tidak dibuat mendadak. Namun sebaliknya, film ini lebih mengutaman proses, suasana yang gelap dan penuh teror dibangun dari awal, lalu dengan perlahan sang hantu pun muncul, dalam berbagai macam rupa, menculik dan membunuh satu per satu teman Stella.

Jujur saja, tak banyak adegan horor yang membuatku terkejut di film ini, karena seringnya kemunculan para hantu bisa diprediksi dari terbangunnya atmosfir horor yang ada. Namun uniknya, kemunculan para hantu ini terasa begitu ikonik. Rupa para hantu begitu beragam, sehingga tiap kemunculannya terkenang olehku setelah menonton film ini sampai selesai.

Contohnya seperti Harold the Scarecrow, boneka sawah bertampang mengerikan yang membunuh Tommy, seperti dalam cerita yang tertulis di buku. Lalu ada The Toe Monster, mayat wanita (zombie) yang mencari satu jempol kakinya yang hilang, membuat Auggie menghilang. Di lain cerita, ada hantu bernama The Pale Lady, hantu wanita super gemuk, berwajah pucat, bermata hitam dan berambut hitam panjang yang berjalan amat lambat, membuat teman Stella yang bernama Chuck menghilang.

Setiap tokoh, setiap teman Stella, menghilang dengan cara yang yang berbeda dan oleh mahluk yang berbeda pula. Eksekusinya begitu jelas dan membuat penonton sulit untuk melupakan. Benar-benar jenius!

3. PLOT TWIST

[SPOILER ALERT!]

Sarah Bellows bukanlah orang jahat!

Stella dan Ramon, dua orang yang masih bertahan berusaha untuk mengungkap kebenaran tentang kisah hidup Sarah Bellows. Plot twist di film ini tidak ditampilkan secara langsung. Tapi keping demi keping fakta didapatkan satu per satu setelah melalui beragam penyelidikan. Yang akhirnya kumpulan fakta kebenaran tersebut membentuk sebuah gambaran besar: kisah yang sebenarnya tentang Sarah Bellows.

Sarah adalah gadis yang normal. Sarah Bellows tidak penah membunuh anak-anak, malah sebaliknya, Sarah pernah mencoba untuk menyelamatkan mereka. Sarah mengetahui satu fakta bahwa pabrik kertas milik keluarganya mencemarkan air di sungai dengan merkuri, yang adalah zat kimia berbahaya. Sarah berusaha memperingati anak-anak yang hendak bermain di sungai, karena sungai itu beracun. Namun, Sarah dilarang oleh keluarganya untuk keluar dari rumah.

Anak-anak itu pun mati, karena racun di sungai, yang bersumber dari pabrik kertas milik keluarga Bellows.

Keluarga Bellows yang lain tahu bahwa Sarah berniat untuk buka mulut. Dengan begitu mereka mengunci Sarah di ruangan sempit dan gelap, menyiksa Sarah dengan berbagai macam cara, memaksa Sarah agar bungkam. Menyebarkan rumor bahwa Sarah adalah gadis aneh yang memiliki kelainan.

Gadis kecil bernama Sarah Bellows itu selalu dikunci di ruangan sempit, disiksa anggota keluarganya yang keji, dan beberapa kali menulis cerita horor pendek pada sebuah buku, dengan anggota keluarganya sebagai para tokoh.

Lalu, entah karena sihir hitam atau amarah Sarah yang meluap-luap, cerita-cerita itu menjadi nyata. Seluruh anggota keluarga Bellows menghilang. Meninggalkan Sarah seorang diri yang tak lama kemudian meninggal bunuh diri. Kebenaran akan hidup Sarah Bellows pun terkubur selama berpuluh-puluh tahun hingga akhirnya terungkap oleh Stella dan Ramon.

Jujur, bagiku ini adalah plot twist dengan efek yang sangat mengubah pandanganku tentang Sarah, dan film ini pada artian luasnya. Apa yang terlihat dari awal bukanlah fakta yang sebenarnya, Sarah yang di awal film digambarkan sebagai gadis aneh, pembunuh dan memiliki teror buku, pada akhirnya bertransformasi menjadi tokoh yang aku kasihani karena hisah hidupnya yang menyedihkan.

Salah satu adegan yang paling susah dilupakan adalah ketika Stella dan Ramon mendengar sebuah rekaman tua, berisi pada saat-saat keluarga Bellows menyiksa Sarah dengan kejutan listrik agar Sarah mau bungkam. Adegan yang sangat mengganggu, tapi punya efek besar dalam penilaianku akan film ini.

4.  PENYELESAIAN KONFLIK DAN AKHIR FILM

Tak lama setelah Stella dan Ramon mengetahui kebenarannya, buku milik Sarah Bellows tersebut mulai menuliskan kisah horor untuk mereka berdua. Dengan segera mereka kembali ke rumah kosong Bellows untuk mencoba menghentikan amarah arwah Sarah yang meledak-ledak.

Ramon mendapat kisah horor tentang The Jangly Man, mahluk yang datang dengan organ tubuh terpotong-potong tapi dapat tersambung kembali. Mahluk itu terus menerus mengejar Ramon untuk membunuhnya. Sementara Stella mendapat cerita tentang Sarah Bellows itu sendiri.

Ini adegan yang cukup membuatku merinding. Stella tiba-tiba seolah terlempar ke masa lampau. Stella menjadi Sarah, gadis tak bersalah yang disiksa oleh keluarganya yang keji. Stella harus merasakan kengerian yang pernah dialami Sarah, diseret dengan paksa ke ruangan sempit nan gelap dan menguncinya di sana.

Di ruangan itulah akhirnya Stella bertemu dengan sosok arwah Sarah yang sebenarnya. Arwah Sarah hendak membunuh Stella, tapi Stella memberitahu Sarah bahwa apa yang dilakukannya salah. Di sini, Stella semacam ‘menceramahi’ arwah Sarah bahwa kemarahannya pada keluarganya harus segera berakhir, dan Sarah harus merelakannya.

Lalu, setelah Stella berjanji bahwa ia akan mengungkapkan kisah Sarah Bellows yang sebenarnya pada semua orang, arwah Sarah pun bisa berdamai dengan keadaan dan melepaskan kutukan bukunya. Mahluk The Jangly Man yang berusaha membunuh Ramon pun menghilang.

Dan ... teror buku Sarah Bellows pun berhasil dihentikan. Buku itu berhenti menuliskan kisah horor baru. Namun, hal itu tak membuat teman-teman Stella yang telah menghilang kembali, tapi Stella tetap yakin bahwa cara untuk mengembalikan mereka ada di buku itu.

Setelah itu Stella benar-benar memenuhi janjinya. Menyebarkan fakta kebenaran bahwa mitos tentang keluarga Bellows tak sepenuhnya benar. Sarah tak bersalah, racun yang terkandung dalam air sungailah yang membuat anak-anak mati keracunan.

Pada adegan penutup, telihat Stella, ayahnya dan Ruth, salah satu temannya yang ternyata berhasil selamat berada dalam mobil di perjalanan menuju luar kota ... dengan buku milih Sarah Bellows berada di pangkuan.

Menurutku, ini adalah penyelesaian konflik yang sangat sederhana, tak terlalu rumit tapi tetap masuk di akal, dan akhir film cukup membuatku puas. Sarah akhirnya mendapat keadilan, Stella dan temannya yang tersisa bisa hidup tenang untuk melanjutkan hitup.

Bukan ending yang buruk untuk sebuah film horor, ‘kan?

5. PENOKOHAN

Penokohan di film ini menurutku sangat bagus. Pengembangan karakternya memang tak begitu merata ke semua tokoh, tapi tiap karakter memiliki backstory yang berbeda dan kuat.

Aku bisa sedikit memahami polanya, tiap watak, sifat dan latar belakang para karakter ditentukan, dan akan memberi pengaruh pada berjalannya alur cerita.

Contohnya si tokoh utama, Stella Nicholls. Stella memiliki minat pada dunia tulis menulis. Punya cita-cita menjadi seorang penulis cerita fiksi, dengan begitu dia teramat senang saat menemukan buku kumpulan cerita horor pendek milik Sarah Bellows dan membawanya pulang. Dengan begitu pula dia merasa punya koneksi yang kuat dengan arwah Sarah karena memiliki ketertarikan yang sama.

Stella juga menyalahkan dirinya sendiri atas kepergian ibunya yang entah ke mana. Mengira ibunya pergi karena tak mau mengakui keberadaan dirinya.

Stella meyakini bahwa dirinya adalah penyebab dari semua kejadian buruk yang terjadi pada hidupnya. Dengan begitu Stella pun menyalahkan dirinya sendiri ketika satu per satu temannya hilang akibat buku itu, Stella merasa semua itu salahnya yang membawa buku itu pulang pada kejadian pertama. Dan perasaan bersalah itu yang menjadi penggerak utama dalam cerita film ini.

Lalu ada Ramon Morales, sempat menyamarkan namanya sebagai Ramon Rodriguez untuk mengelabui polisi akan identitas aslinya. Sedikit plot twist di sini, Ramon ternyata adalah seorang pemuda yang mencoba menghindar dari tugasnya, panggilan Negara untuk ikut berperang di Vietnam. Ramon sangat ketakutan untuk memenuhi panggilan itu, karena beberapa bulan sebelumnya saudara yang terlebih dulu ikut berperang, kembali dari medan perang dengan kondisi organ tubuh terpotong-potong. Karena itu pula Ramon mendapat monster The Jangly Man, mahluk yang terpotong-potong.

Dan pada akhirnya, di akhir film Ramon memberanikan diri untuk memenuhi panggilan itu dan pergi ke Vietman untuk berperang.

Dari sini, bisa dilihat bahwa setiap karakter yang ada punya pengaruh besar terhadap cerita. Semua telah diperhitungkan. Memang, tak semua tokoh memiliki pengembangan karakter yang kuat. Seperti August “Auggie”, Charlie “Chuck” dan Tommy Milner yang seolah ada hanya untuk mati pada saat tertentu. Ruth beserta para ‘orang tua’ remaja ini juga tak begitu berkesan keberadaanya.

Namun, pada akhirnya semua tokoh yang ada memiliki fungsi dan daya tarik masing-masing dalam pembentukan cerita secara menyeluruh.

6. SETTING TEMPAT DAN WAKTU

Cerita ini berlokasi di sebuah kota kecil bernama Mill Valley, Negara bagian Pennsylvania, Amerika Serikat. Setting waktunya sendiri terjadi pada tahun 1968, masa-masa ketika Amerika Serikat berperang dengan Vietnam.

Pada masa itu, pemerintah Amerika Serikat sering memaksa para pemuda yang sudah cukup umur untuk memenuhi panggilan bertugas, dikirim ke medan perang di Vietnam. Hal ini yang berkaitan dengan tokoh Ramon Morales, salah satu pemuda yang mencoba untuk kabur dari panggilan tugas tersebut karena takut. Berbeda dengan tokoh Tommy Milner yang di awal film ditunjukkan begitu bangga karena sudah resmi mendaftar untuk ikut berperang, dan mengaku sudah tak sabar untuk pergi.

Penentuan setting waktu dan tempat ini benar-benar berpengaruh pada cerita. Atmosfir zaman perang masa lampau sudah begitu terasa sejak adegan pembuka. Suara penyiar lelaki di radio yang menyerukan agar tak mengirim anakmu mati di medan perang, alat komunikasi ‘walkie talkie’ yang digunakan Stella dan teman-temannya, bioskop jaman dahulu di luar lapangan terbuka di mana penontonnya dapat menonton dengan santai di dalam mobil masing-masing yang berjejer rapi, semua hal yang ada merujuk pada setting waktu kejadian cerita ini, yakni awal abad 19.

7. PENUTUP

Ada banyak hak yang bisa aku pelajari dari susunan cerita di film ini, yang mudah-mudah bisa aku terapkan dalam menyusun cerita novel fiksi milikku sendiri. Dan semoga kalian yang telah membaca review ini hingga selesai, bisa memetik pelajaran juga.

Cukup sekian review dariku mengenai film ini. Mohon maaf apabila ada salah-salah kata dan salah dalam menginterpretasikan maksud dan tujuan dalam film ini. Beda kepala, beda pendapat pastinya, kan? Aku berharap kalian menemukan manfaat dan pengetahuan baru setelah selesai membaca review film ini.

Sekian dan terima kasih!

******************

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro