Jurnal dan Penutup

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[ .... ]

[Selamat datang di Jurnal Digital ZXCV-0065, Kapten Peregrine Drake.]
[Masukkan kode dan nama: ...]

[][][][][][] - Ducky,
Memperbarui Data

[Pembaruan data, diterima]
[Masukkan nama tempat: ...]

Direland, Koloni AX-0931

[Data tempat diterima]
[Masukkan tempat menyimpan: ...]

Jurnal 25

[Tempat menyimpan baru, diterima]
[Mulai menulis]

Sudah enam bulan sejak grup mercenary kami berjalan. Tidak selalu lancar, karena kalau ada yang pasti di Direland, adalah ketidakpastian.

Beberapa kali klien mangkir tak mau membayar. Pada saat begitu pilihannya adalah mengejar untuk menagih atau membiarkan. Bagaimana kami memilih, tergantung situasi dan kondisi saat itu.

Terkadang kami menerima selebaran bounty atas kepala salah seorang anggota tim. Aku, Raz, Jei, masing-masing pernah terlukis di selebaran—entah kenapa wajahku yang paling sering terlukis dengan berbagai varian hadiah. Suster Tilia memajang selebaran-selebaran itu di dinding truk untuk kenang-kenangan. Yang mengejutkan, ada juga selebaran dengan lukisan wajah Silas, memang apa yang dilakukan oleh ilmuwan berbadan rambo tetapi berhati helokiti itu?

Kami bahkan mendapat kesempatan menghadapi cacing berkepala bunga lagi.

Ukurannya memang jauh lebih kecil dari yang pernah kami hadapi dulu. Dan kali ini bukan serangan mendadak, ada klien yang sengaja meminta kami membasmi seekor yang muncul dekat suatu koloni kecil. Kami berhasil menang tanpa korban jiwa.

Mungkin dipicu oleh kemenangan saat itu, bocah Jei mendadak mengajukan keinginan untuk mandiri. Dia memang cukup memberi andil saat kami melawan cacing berkepala bunga dengan pedang, tombak, dan katapelnya bergantian. Badannya juga sudah tak sekurus ketika kami pertama bertemu, berkat tambahan gizi dari Silas—ternyata protein hewani saja tak cukup.

Keputusannya itu mengejutkan. Kukira bila ada yang mentas di antara duo bocah itu, Raz lah yang lebih dulu melakukannya. Aku masih ragu-ragu, tetapi seperti biasa bocah keras kepala itu bila sudah memutuskan sesuatu tak ada yang bisa membelokkan.

Kami berpisah di koloni tempat aku, Jei dan Ven kali pertama bertemu, AX-0931. Dengan berjanji akan bertemu kembali setengah tahun lagi pada hari peringatan revolusi Liberté. Kudengar di sana dibangun monumen kecil dengan prasasti untuk mengenang kematian 'pahlawan' Kanselir Cohen yang mengorbankan diri untuk menahan pimpinan teroris.

Aku tak terlalu peduli soal embel-embel yang mereka sematkan. Bagi kami tempat itu semacam pengganti makam untuk orang-orang yang pergi duluan. Xi bagi kami dan teman-teman ilmuwan Liberté bagi Silas.

Suster Tilia tak tahu apakah ada kenalannya yang jadi korban, tetapi dia menolak untuk menunggu di Rogue saat kami menuju bekas Liberté nanti.

Jadi kami harus membawa seluruh barang-barang dalam truk utama ketika bertolak ke bekas Liberté.

[Menyimpan tulisan]

[ .... ]

[ .... ]

[Membaca jurnal lama ]
[Lewati jurnal: ...]

Jurnal 25 - 44

[Masukkan nama tempat: ...]

Direland, Koloni Rogue
[][] KM dari Bekas Liberté

[Data tempat diterima]
[Masukkan tempat menyimpan: ...]

Jurnal 45

[Tempat menyimpan baru, diterima]
[Mulai menulis]

Sudah setahun sejak apa yang disebut sebagai Revolusi Liberté. Situasi di area yang kini menjadi Bekas Liberté itu menjadi sangat tak stabil. Konon di luar tembok pembatas area Inner Circle, lebih kacau dari Rogue, nyaris sekacau koloni pinggiran Direland.

Dari omongan penduduk Rogue, sepertinya banyak penduduk koloni kecil-kecil yang datang untuk menjarah apa saja yang tersisa di Bekas Liberté. Beberapa dijual di Rogue, sisanya dibawa kembali ke koloni masing-masing. Hanya monumen kecil itu saja yang tidak tersentuh. Tumpukan batu dengan prasasti di tengahnya.

Kami tiba di Rogue setelah melalui rute Koloni AX-0976. Raz yang meminta, memberinya kesempatan untuk berziarah ke makam seorang anggota timnya, gadis itu bernama Ella—atau Etta? Aku kurang ingat. Jadi sepanjang waktu Raz bicara dan berdoa pada gadis itu, aku diam saja.

Aku jadi ingat pada seorang anggota tim 31 yang pergi lebih dulu. Jadi begitu tiba di Rogue, kuputuskan untuk menggunakan papan selancar gurun, yang lebih ringkas untuk pergi ke tempat Ven dimakamkan. Raz, Silas, dan Suster Tilia bersedia menunggu di Rogue.

Karena patokannya hanya titik jarak dan lokasi yang tercatat di jurnal tablet tuaku, butuh waktu untuk mencapai tempat itu lagi.

Tempat yang gersang. Nyaris tak berubah sama sekali dari ingatan. Yang membedakan, kini teronggok bangkai cacing kepala bunga yang mengering menjadi mumi karena cuaca gurun. Landmark yang ironis.

Setelah melintas ke balik bangkai itu sesuai dengan perkiraan, terlihat tiga nisan dari batu dan barang-barang pribadi para korban berada. Namun yang menunggu di sana bukan hanya itu. Sosok bocah Jei yang berpisah dengan kami setengah tahun yang lalu juga ada.

Awalnya melihat Jei membuatku terkejut, tetapi kemudian kusadari bahwa kami memang berjanji akan bertemu di Bekas Liberté, tak mungkin bocah itu melewatkan kesempatan untuk mengunjungi sahabat lamanya. Aku melompat turun dari kendaraan, sehati-hati mungkin untuk tidak mengganggu obrolannya dengan Ven.

Baru beberapa langkah, Jei menoleh. Sepertinya kedatanganku diberitahukan padanya oleh Dracko dan Vei, dua peliharaannya.

[Menyimpan tulisan]


=============
=====


"Ducky?" sapa pemuda yang selama enam bulan terakhir berpisah darinya. Terdengar sedikit tak percaya dengan penglihatannya, tetapi juga senang karena bertemu dengan kenalan lama.

"Ternyata kau di sini juga, Bocah." Ducky berkomentar pelan, sambil meneruskan langkah yang sempat terhenti. "Habis bicara apa saja dengan Gadis Galak itu?"

Jei tersenyum kecil, lalu menjawab, "Tidak banyak, hanya bercerita sedikit saja." Pemuda itu tertawa. "Ducky masih memanggilnya gadis galak, ya?"

"Dalam ingatanku, dia ... Si Ven itu masih Gadis Galak nomor satu," gumamnya, mengambil tempat di sisi Jei. "Yang nomor dua, baru akan kita temui di Bekas Liberté nanti."

"Kau sendirian ke sini?" tanya Ducky, tetapi kemudian melihat dua ekor peliharaan Jei seperti memandang padanya dengan mencela. "...-eh, bertiga saja ke sini," koreksinya. "Dari Rogue juga?"

"Ya, hanya bertiga saja. Tapi kami dari koloni 45, setelah ini baru ke Rogue," jawab pemuda itu. Lancar.

"Ducky sendiri, dari Rogue?" pemuda itu balik bertanya. "Tidak bersama Raz dan Silas?"

Lelaki yang ditanya sedang melihat sekeliling. Ketika menemukan ATV yang sepertinya digunakan Jei untuk mencapai tempat itu, dia tersenyum senang. Ada sedikit rasa bangga timbul pada Bocah Bengal yang dulu hanya bisa mengikuti orang-orang di sekelilingnya.

"Ya, aku dari Rogue," jawab Ducky sambil menunjukkan tali yang digunakan untuk menarik papan selancar gurunnya. "Raz dan Silas menunggu di sana. Tilia juga."

"Oh?" gumam Jei, terlihat tak menyangka. "Selama ini Raz dan Silas bersama Ducky?"

Reaksinya itu membuat Ducky tertawa lepas.

"Ya, aku juga tak menyangka," komentarnya. "Raz memang bilang masih ingin belajar banyak hal dariku, sementara Silas ... Aku agak bingung apa penyebabnya, tapi sepertinya dia merasa nyaman dan aman ikut dengan kami?" Ducky mengelus dagu, kelihatan berpikir.

"Dia memang menggunakan truk kami yang dimodifikasi untuk jadi laboratorium bergerak, sih."

"Woah, sepertinya laboratorium itu menarik!" Mata Jei terlihat berbinar-binar mendengar cerita Ducky. Bahkan setelah selama ini, dia masih saja mudah tertarik pada hal-hal baru.

Ada sedikit rasa lega dalam diri Ducky karena pemuda itu masih tetap Jei yang dia kenal.

Dia kemudian berlutut untuk melihat dari dekat batu-batu yang jadi nisan Ven. Sepertinya Jei sempat membersihkan debu dan pasir yang menutupi, karena kelihatan lebih bersih dari batu-batu lain di sekitar situ. Kain ungu yang dulu diikatkan di situ sudah rusak, sisa sedikit yang terhimpit di antara batu nisan.

"Aku sudah baca jurnalnya," celetuknya setelah beberapa saat. "Yang ditulis Ven, maksudku."

"Begitu..." Jei menjawab pelan.

"Sejujurnya aku berharap Ven masih di sini," ujar pemuda itu setelah terdiam sesaat. "Tapi aku yakin dia sudah bahagia di sana. Jadi aku tidak boleh egois," lanjutnya terdengar tegar, sepertinya memang sudah merelakan kepergian gadis itu.

"Oh, ya ... Ducky baca jurnal Xi juga tidak?" Pemuda itu tiba-tiba bertanya, seperti diingatkan. "Aku tidak menyangka Xi mengira kita ayah-anak." Ducky mendengar penjelasannya yang dibarengi tawa geli.

"Aku tak membaca jurnal gadis galak nomor dua itu, tapi aku tahu dia mengira kita ayah dan anak," jawab Ducky. "Xi sendiri yang mengatakannya padaku waktu ...." Dia menghela napas panjang. "Kami bertemu di Rogue, sebelum apa yang disebut sebagai Revolusi oleh si Kemayu itu," lelaki itu melanjutkan dengan berat.

"...Kalau tak salah Rash dengan Zet itu juga mengira kita ayah dan anak," gerutunya, mendadak ingat lagi pada saat-saat di mana Jei marah padanya di hari ketiga mereka berburu. Bekerja sama dengan Raz mereka ramai-ramai mengomel pada Ducky.

"Sudah kujelaskan berkali-kali ... Dia kadang bertanya lagi. Seperti tak percaya kalau kita bukan ayah dan anak." Lelaki itu menambahkan sambil menyilangkan lengan, menunjukkan keheranannya.

"Padahal wajah kita sama sekali tak mirip ... Aneh, ya?" Dia menambahkan sambil tertawa.

Pemuda itu menanggapi dengan tawa juga. Entah karena mengingat kelakuan Raz atau karena Ducky menambahkan embel-embel Zet seperti yang biasa dilakukan bila sedang kesal pada pemuda bertubuh besar itu.

"Iya, wajah kita beda sekali," komentar Jei di antara gelak tawanya. "Tapi aku sempat juga mengira Raz dan Xi adik-kakak."

"Aku ingat ... wajah Xi kelihatan siap menghajarmu saat itu. Sementara Raz terlihat bakal mendukung gadis itu. Makanya aku buru-buru menarikmu menjauh."

"Oh, jadi karena itu!" komentar Jei, sepertinya baru saja paham alasan Ducky dulu tiba-tiba menariknya dari dua yang lain.

"Lama setelah itu, baru kudengar dari Raz ... Dia hanya ingin memberitahumu, untuk tidak membuat Xi marah," jelas Ducky menambahkan. "Yah ... Aku sedang tidak sehat, dan Bocah Besar itu kelihatan mengancam, jadi terburu-buru mengambil kesimpulan."

"Terburu-buru mengambil kesimpulan ...." Dia mengulang ucapannya. "Rasanya banyak sekali keputusan salah yang kuambil waktu itu, karena panik dan terburu-buru."

Ducky mengulurkan tangan untuk menyentuh kain ungu yang tersisa. Cuaca gurun membuat yang tersentuh jarinya rontok dan terbawa angin. Khawatir sisa kain yang lain habis, dia menarik lagi tangannya.

Jei hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.

"Mau pergi sekarang?" tanyanya sembari bangkit berdiri, setelah diam sesaat.

Ducky tidak langsung menanggapi. Dia menutup mata sebentar, menyentil sedikit batu nisan di hadapannya. Baru kemudian ikut bangkit.

"Ayo," jawabnya. Lalu memutar-mutar pinggang, meregangkan otot. "Aku nebeng ATV-mu, ya?"

Mendengar itu Jei terlihat sempat mematung sebentar, sebelum menjawab, "Oke, ayo naik!"

Ducky merasakan antara yang panjang sebelum Jei mempersilakan untuk naik. Perasaannya agak tak enak, tetapi dia naik juga setelah melipat papan selancar gurunnya.

Perasaan itu terjawab tak seberapa lama setelah ATV yang dikemudikan Jei meluncur menuju Rogue. Mereka tak banyak bertemu hewan buas, tetapi sepanjang perjalanan kendaraan tersendat-sendat dan terasa seperti cegukan berkali-kali.

Jei berusaha untuk tetap membuat mesinnya terus bekerja tetapi pada akhirnya mereka semua terlontar dari kendaraan akibat satu cegukan kencang dengan suara ledakan dari knalpot.

Ducky berbaring di tanah berpasir yang melindungi tubuhnya dari benturan. Sedikit meringis karena panas dan nyeri—walau tak seberapa.

"Kau masukkan apa ke tangki bensinnya?" lelaki itu bertanya.

"V sempet main-main di sana ... Entah dia bawa apa," jawab pemuda yang juga tergeletak tak jauh darinya, menatap tajam pada kadal yang sedang bermain-main di lengannya.

"...kalau setelah ini, di-starter masih tidak jalan juga. Terpaksa kita dorong ke Rogue ...." Ducky melirik tablet barunya "...Sekilo lagi."

Untungnya mesin kembali berfungsi setelah beberapa kali usaha menyalakan pengapian dengan pedal tendang dikombinasikan dengan mengatur gas. Sayangnya ATV masih tetap cegukan parah sepanjang perjalanan. Menyulitkan untuk mengendalikan kecepatan.

Mereka berhasil berhenti di gerbang Rogue setelah menabrak salah satu struktur bangunan yang ada. Keributan yang mereka timbulkan sempat membuat kerumunan penduduk setempat—yang segera bubar kembali begitu tahu siapa yang membuat keributan.

"Orang-orang itu lagi," gerutu salah satu dari mereka. Sempat tertangkap oleh telinga Ducky.

Jei mendorong ATV-nya ke bengkel sementara Ducky kembali ke penginapan lebih dulu untuk memberi kabar pada yang lain.

Penginapan milik teman si Kemayu itu tentu saja, tetapi kali ini Ducky membayar lunas biaya menginap mereka jadi si Kei atau Kay itu tak bisa protes lagi.

Besok, mereka akan bersama-sama berangkat menuju Bekas Liberté.


======
=================

SELESAAAIII~~~ >w<)/
(tebar-tebar confetti)

Lebih panjang dari rencana awal--padahal nanti masih ada chapter bonus, sudut pandang Suster Canci.

Sudah lama sekali sejak terakhir kali bermain peran berbasis tulisan seperti ini.  Dulu di masa-masa membolang di Deviantart, bermain peran dengan tulisan dan gambar sangat sering kami lakukan. Setelah banyak yang pensiun pun, sebelum pandemi, saya sering bermain DnD bersama teman-teman komunitas lokal, lalu membuat gambar ilustrasi atau cerita pendek berdasar campaign kami.

Dua tahun terakhir masing-masing dari kami berjuang sendiri-sendiri untuk survive, DnD jadi prioritas akhir. Dan kami pun sudah tak pernah bermain lagi, walau masih sering kontak sekadar untuk bertukar kabar melalui media sosial.

Sejujurnya saya cukup rindu acara semacam ini. Karena itu begitu admin Napici menawarkan event Role Play, saya langsung mendaftar. Baik di versi percobaan (bisa dibaca rekapnya di page akun NPC) maupun versi yang terbaru ini.

Menulis cerita sambil bermain peran menyenangkan karena banyak hal tak terduga. Baik dari pihak admin yang memberi tugas/plot cerita, dari pihak lawan main yang reaksinya seru, bahkan dari pihak karakter sendiri yang sering nyelonong tanpa permisi. Karena baik yang ikut maupun yang mengadakan event dasarnya penulis, tikungan dan perkembangan cerita makin tidak terduga.

---Syukurlah tidak sampai menjadi terlalu liar (lirik grup chat bagian QnA) 0v0;;;

Seperti biasa, saya sarankan bagi para pembaca yang sudah berbaik hati membaca sampai di sini, untuk mampir ke karya-karya pemilik karakter lainnya. Terutama di karya karakter-karakter Liberté, banyak detil penting dari plot keseluruhan yang tersembunyi di jurnal mereka.

Jei, karakter milik justNHA, dalam karyanya: Le' Inanite 

Raz, karakter milik rafpieces, dalam karyanya: Faith in the Desert

Ven, karakter milik zzztare, dalam karyanya: Into Dust

Silas, karakter milik shireishou, dalam karyanya: Noli Desperare

Xi, karakter milik amelaerliana, dalam karyanya: In Transit

Deo, karakter milik dreaminblue_, dalam karyanya: Acta Diurna

Sara, karakter milik frixasga, dalam karyanya: Lituskultura

Edda, karakter milik Happy_Shell, dalam karyanya: TerraWalker Series: Escape to the Dreamland

Guest Star:
Kanselir Cohen & Liam, oleh PhiliaFate

Owen, oleh nozdormuHonist

Tilia, oleh Catsummoner

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro