Chapter 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Castor dan Lyam memulai perjalanan, bergerak semakin jauh ke dalam hutan. Lyam terlihat sangat riang. Sesekali ia melompat, menari, menggoyang-goyangkan kepalanya, sehingga gadis beriris mata biru itu terlihat semakin cantik dan menggemaskan.

"Kamu terlihat sangat senang, Lyam!"

"Tentu saja! Ini kali pertama aku pergi tanpa orang dewasa. Jantungku berdentum-dentum saking bahagianya!"

"Tapi kamu perlu memperhatikan langkah, Lyam! Awas, di depanmu!" seru Cass memperingati, jalanan becek di depan Lyam. Namun, terlambat. Gadis itu sudah terpeleset lebih dulu.

"Aduh!" Lyam meringis. Ia menatap sikunya yang perih. Di tempatnya berdiri, ingin rasanya Cass membantu. Namun, tentu saja dia tidak bisa. Dia tidak mempunyai tangan apalagi jemari yang bisa membantu Lyam berdiri.

"Kamu tidak apa-apa?"

"Iya, aku tidak apa-apa, kok. Hanya tergores sedikit." Lyam tersenyum, memperlihatkan lesung pipinya. Gadis itu lalu mengibaskan pakaiannya yang agak kotor karena lumpur.

"Maaf ya, Lyam. Kamu pasti kecewa punya teman seorang kancil yang tidak bisa diandalkan. Aku bahkan tidak bisa membantumu berdiri."

"Tidak apa-apa, Cass. Lagipula bukankah nanti kamu juga akan jadi manusia?" Lyam mengingatkan.

Cass mengangguk penuh antusias.

"Mungkin akan seru ya, kalau nanti kamu benar-benar jadi manusia, Cass!"

"Tentu saja! Aku benar-benar sudah tidak sabar menantikan saat itu. Kira-kira kalau aku jadi manusia, aku akan seperti apa ya, Lyam? Bagaimana rupaku? Kau sudah bisa membayangkan?" seru Cass bersemangat.

Lyam tersenyum. Ia senang melihat Casstor sudah kembali bersemangat.

"Kamu pasti akan sangat-sangat tampan!" seru Lyam girang. Gadis itu kemudian melanjutkan ucapannya, “dan saat kamu sudah menjadi manusia nanti, kita bisa berboncengan naik sepeda, berkeliling desa, seperti anak-anak desa sebelah."

"Iya, dan aku berjanji akan selalu menjagamu Lyam!" sebagaimana janjiku pada Mak Savius, tambah Cass dalam hati.

Lyam tertawa menanggapi ucapan Cass. Ia salut pada Casstor yang sangat berani bermimpi, dan siap mempertaruhkan apa saja demi mimpinya. Jujur saja, tadinya Lyam ragu, apakah mimpi Casstor akan benar terwujud? Itu terdengar sangat mustahil di telinganya. Namun, sekarang melihat betapa serius dan semangatnya Casstor, ia semakin yakin. Cass pasti bisa meraih mimpinya, dan Lyam akan membantu Cass mewujudkan mimpi itu. Apapun yang terjadi.

Lyam terpaku, menatap sekelilingnya dengan kepala diliputi rasa bingung dan merasa hutan tempatnya berjalan itu aneh sekali. Di depan sana, pohon-pohon tumbang di mana-mana. Terlihat bukan seperti ditebang manusia, tetapi tercabut sampai ke akar-akarnya. Lyam bisa memaklumi jika hanya beberapa yang tumbang. Namun, ini seperti seluruh pohon tumbang dengan cara yang sama. Bagaimana mungkin? Apakah hutan ini telah dikutuk?

"Lyam, apa kamu tau ini di mana?" tanya Cass menoleh, kaget. Lyam sudah tidak ada di sampingnya. Cemas, Casstor pun berputar seratus delapan puluh derajat mencari keberadaan gadis itu. Ada sedikit rasa lega saat netranya masih menangkap sosok Lyam di sana. Gadis itu masih ada dalam jangkauan pandangnya.

Lyam, Lyam. Casstor menyayangkan dalam hati. Ternyata perhatian gadis itu mudah sekali teralihkan. Sungguh, Casstor takut karena sikap Lyam ini sangat berbahaya. Jika sewaktu-waktu terjadi hal buruk pada Lyam, Mak Savius tentu akan membuat perhitungan dengannya. Tidak! Cass harus berpikir positif.

"Lyam! Lyam!" panggil Casstor. Ingin rasanya Cass memarahi Lyam atas sikapnya yang sangat ceroboh itu. Tapi melihat wajah polos itu, mendadak Cass jadi tidak tega.

(Bagian cerita di atas ditulis oleh alyaantsy6)

Lyam bergeming saja. Ia terlalu asik dengan pikirannya sediri. Agaknya ia tak mendengar panggilan Cass yang sudah setengah berteriak kepadanya. Gadis itu tetap bersikap sama, mengamati satu per satu pohon tumbang di sekelilingnya, mencari sebab muasal kenapa hutan ini penuh dengan pohon tumbang.

"Alyamen Des!" panggil Cass sekali lagi.

Melihat ekspresi Casstor yang menahan geram, Lyam berlari kecil-kecil ke arah teman barunya itu.

"Maaf, aku hanya penasaran tentang pohon-pohon di hutan ini," ujar Lyam, berharap Cass memaklumi alasannya.

"Kita perlu terus berjalan supaya rasa penasaranmu terjawab, Lyam. Bukan hanya memperhatikan dan membuat perjalanan kita semakin lama!" seru Cass tegas. “Mulai sekarang aku yang memimpin perjalanan ini. Kamu dilarang berhenti sesuka hati seperti tadi, itu berbahaya. Kita bisa terpisah.”

Lyam menghela napas. "Iya, baiklah," ujarnya mengangguk setuju.

Suasana semakin tak bersahabat. Hutan yang mereka lalui terlihat sangat menyeramkan, suara-suara aneh mulai terdengar dengan pohon-pohon tumbang di mana-mana. Semakin mereka berjalan, Casstor dan Lyam menyadari bahwa hutan itu kian tak berpohon sama sekali. Lyam merasa ingin cepat-cepat pergi dari sana. Ini lebih mengerikan daripada sebelumnya. Hutan ini benar-benar tidak sehat.

Lyam dan Casstor menghentikan langkah ketika melihat sebuah lembah terhampar luas di depan mereka. Lembah itu tandus, tak seperti lembah kebanyakan yang penuh dengan rumput hijau. Hanya ada beberapa bekas akar, ranting, dan batu-batu besar di sana. Mereka yakin matahari akan terasa semakin menyengat di lembah itu.

"Berhati-hatilah! Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres di lembah ini," kata Casstor memperingati.

Benar saja, baru saja kaki Lyam melangkah, bumi berguncang hebat dan membuatnya terjungkal. Cass juga merasakan guncangan itu di tempatnya berdiri. Guncangan itu aneh. Itu hanya berlangsung saat kaki Lyam menginjaknya. Setelah Lyam kembali ke pinggir lembah, guncangan itu berhenti.
"Kamu tak apa-apa, Lyam?" tanya Casstor. Lyam pasti sangat kaget. Wajah gadis itu bahkan sampai memucat.

“Aku baik, Cass,” jawab Lyam, ia pun bangkit berdiri.

Penasaran, Casstor mencoba memberanikan diri menginjakkan kakinya di lembah itu. Guncangan hebat itu muncul lagi, seakan-akan pusatnya memang di sana. Cass pun kembali. Guncangan itu lagi-lagi berhenti.

"Sepertinya aku mulai paham, Cass." Lyam memijat kepalanya yang pusing diombang-ambing gempa bumi. "Pohon-pohon itu tumbang, barangkali karena gempa ini," katanya lagi.

Mendadak Casstor merasa merinding. "Ini bukan gempa biasa, Lyam. Lembah ini adalah kutukan. Ini Lembah Bergoyang."

“Apakah tidak ada jalan lain untuk pergi ke seberang?”

Cass menggeleng. “Sepertinya tidak ada. Hanya ini jalan satu-satunya. Ya Tuhan! Jadi lembah itu benar-benar ada?”

“Apa maksudmu?” seru Lyam tak mengerti.

“Aku pernah mendengarnya. Lembah bergoyang, lembah yang tanahnya jika kita pijaki, akan terus bergetar. Seingatku, kuncinya, kita tidak boleh panik, langkah kita harus kompak.”

“Bagaimana kalau aku kehilangan keseimbangan dan jatuh?”

“Selama langkah kita beriringan, goncangannya tidak akan terlalu besar seperti tadi. Ayo!”

"Cass, jangan dulu melangkah!" seru Lyam memperingati. “Apa kamu tidak memperhatikan?" Lyam mengeraskan suaranya.

"Apa?"

"Kaki kita. Sejak awal masuk, aku memperhatikan semua yang terjadi. Langkah kaki kita berbeda, Cass. Saat awal masuk kamu melangkah dengan kaki kanan sedangkan aku kiri dan aku ingat betul itu. Langkah kaki kita tidak sama."

Casstor berusaha memahami maksud Lyam. "Jadi, selain berjalan beriringan, kita juga harus melangkah dengan kaki yang sama?"

"Kita coba saja."

(Bagian cerita di atas ditulis oleh Ayla_zf)

Lyam dan Casstor bersiap melangkah.

“Satu, dua, tiga!” Lyam memberi aba-aba. Mereka mengambil beberapa langkah dengan kaki yang sama.

“Berpegangan, Lyam!”

Tanah pun kembali bergoyang, tapi benar, guncangannya tidak sehebat yang pertama. Cass berpegangan pada ranting akar yang masih menyembul di situ. Lyam berpegangan pada batu yang menancap tinggi di tanah.

"Berapa lama tanah ini akan bergoyang?" tanya Lyam masih berpegangan.

"Tidak tahu, kita tunggu saja!”

Selang beberapa menit dan setelah pasrah menunggu, lembah itu pun berhenti berguncang. Mereka menghela napas lega. Berikutnya mereka bersiap mengambil langkah selanjutnya, melangkah dengan kaki yang sama, dan cepat-cepat berpengangan pada benda apa saja yang memungkinkan serta mampu menahan tubuh mereka.
Nihil. Teori Casstor dan Lyam melenceng. Guncangannya semakin besar. Casstor kewalahan karena kesulitan mengigit sesuatu yang bisa menahannya. Giginya serasa mau patah. Mereka sebisa mungkin kembali ke tepi lembah. Berikutnya, lembah itu pun berhenti berguncang.

“Lyam! Sepertinya kita tidak bisa terus begini, melangkah dan menunggu gempa ini mereda. Kita bisa berhari-hari tertahan di lembah ini!” kata Cass putus asa.

Lyam pun mendadak teringat akan sekantung biji yang diberikan Mak Savius kepadanya. “Jangan khawatir Cass! Kita pasti bisa segera ke luar dari lembah ini!” kata Lyam. Ia lalu menurunkan dan membuka bundelan kain yang berisi semua perbekalannya. Diambilnya kain berisi biji mentimun itu. “Kita punya biji ini!”

Casstor menatap Lyam tak percaya. "Kamu mau menanam biji mentimun ini di sini? Jangan gila, Lyam. Kita tidak sedang bertani!"

Lyam sedikit tersentak. Ia takut dengan kemarahan Casstor. Ini baru awal perjalanan dan alam sudah memberi tanda bahwa semuanya jelas tak baik-baik saja.

"Kata Mak Savius, biji mentimun ini bisa menolong kita dalam keadaan bahaya, Cass. Kenapa tidak kita coba saja?" saran Lyam.

Casstor ragu. Ia memperhatikan biji mentimun itu. Itu hanya biji biasa. Tidak ada istimewa-istimewanya.

"Baiklah kalau kamu ragu. Biar kucoba sendiri, Cass."

Lyam mengambil sebutir biji. Tangan kanannya melemparkan biji itu ke lembah. Ia memejamkan mata dan berdoa, berharap Tuhan mengabulkan permohonannya untuk terbebas dari lembah bergoyang ini.

Casstor yang tadinya acuh tak acuh kini memfokuskan perhatiannya pada tingkah laku Lyam. Ada suara aneh yang terdengar setelah Lyam melemparkan biji itu. Casstor terhenyak. Dari biji itu, tumbuh akar tanaman berukuran besar, merambat hingga ke seberang.

"Lyam! Buka matamu! Ini keajaiban!" seru Cass dengan mata berbinar.

Lyam membuka matanya. Melihat apa yang terjadi, Lyam tersenyum senang dan kembali memasukkan biji-biji lain ke kantung serta menyimpannya.

"Ini seperti jembatan, Cass! Dengan akar raksasa ini, kaki-kaki kita tidak perlu menyentuh lembah. Tidak akan ada guncangan yang menghalangi perjalanan kita lagi."

Casstor mengangguk. "Hebat! Biji itu benar-benar ajaib!"

Tanpa ragu, Casstor dan Lyam berjalan di atas akar tanaman raksasa itu. Mereka tidak perlu bersusah payah mencari pegangan karena nyatanya akar itu benar-benar memudahkan mereka. Bahkan, Casstor melompat-lompat tanpa takut terjatuh.

Bermeter-meter berjalan di atas akar tanaman raksasa, Casstor dan Lyam akhirnya sampai di ujung Lembah Bergoyang. Lyam tersenyum bangga sambil melompat-lompat girang. Casstor sendiri ingin tertawa melihat itu. Namun, satu-satunya hal yang saat ini perlu ia lakukan adalah bersyukur dan bersiap melanjutkan perjalanannya.

(Bagian cerita di atas ditulis oleh phillou_)

Waaah makin seru, nih.

Nama-nama di atas, serasa nggak asing di telinga Min Silue. Adakah yang merasa?

Jika iya, sebutkan dua saja.

Jangan lupa beri satu bintang untuk cerita KTP ini, jika kamu suka.

Jika rindu, silakan katakan di kolom komentar. Karena kami merindukan segala masukan, baik kritik maupun saran.

Salam!
Min Silue

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro