Kancilia Mencuri Busur Arjuna

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Selamat datang di pelelangan KPK versi metaverse, Lia," kata suara yang hanya bisa didengar si gadis.

"Fitung, kenapa tempat ini sangat ... beda dari yang lain?" Kancilia melihat sekeliling. Ketika mendarat di dunia virtual itu, matanya di suguhkan dengan yang serba simple, dalam konteks negatif tentunya.

Hanya ruangan kotak biasa berwarna merah dan hitam. Tanpa ada dekorasi atau tekstur. Lalu satu pintu dan didekatnya pop up informasi barang yang dilelang.

"Yah, namanya juga server pemerintah, yang penting ada walaupun hasilnya lebih jelek dari Minecraft versi pertama. Padahal kalo minim anggaran tinggal bikin objek 3d dari AI." Fitung, seorang pemuda yang sekarang duduk didepan komputer. Tidak masuk metaverse, tapi selalu melihat dari live streaming pemerintah.

Gadis itu melihat sekeliling sekali lagi, tapi kali ini lebih memperhatikan orang-orang. Ada yang Avatarnya aneh seperti dinosaurus, super hero, atau bahkan tidak berbentuk. Senyum merekah saat terlihat sebuah pemuda dengan tuxedo hijau berekor.

"Siapa?" Fitung penasaran.

"Teman lama."

Gadis itu menghampirinya yang sedang melihat pop up gambar benda lelang. Sebuah senjata busur dengan ornamen emas, membuatnya seperti sakti.

"Mengincar gandiwa juga?" Kancilia basa-basi.

"Juga? Kamu main meta of legends?" Dia tertarik.

"Rank legend. Kamu?"

"Aku glory. Kamu mengincar nft ini?"

"Wah, sudah profesional ternyata. Begitulah, senjata ini bisa membawaku naik rank."

"Gimana kalau kubantu? Kita mabar." Pemuda itu mengulurkan tangannya. "Aku Ali."

"Oh aku tahu, si buaya," seru Fitung.

"Aligator? Sudah berapa perempuan yang kamu ajak mabar?"

"Satu aja sih, kamu doang. Jadi gimana?"

Gadis itu membalas uluran tangan si buaya. "Namaku Ka—"

"Ingat kamu menyamar!"

"Kamala." Untung saja di ingatkan.

Kancilia sekarang sedang memakai avatar short hair tanpa kacamata. Beda sekali dengan yang biasanya.

Tetiba saja bunyi bell berbunyi, tanda alarm menganggil peserta lelang.  Buaya melihat Kancil—Kamala.

"Yuk."

***

"Setengah mobil dan setengah motor, memakai solar panel yang sedang ngetren, datang dari brand yang tidak main-main, Motobil Tesla."

Kancilia duduk di sebelah buaya. Menyimak juru lelang yang berbicara menawarkan harga.

"Kita buka di harga 50 juta"

Beberapa orang boleh menawarkan harga naik menjadi 100 juta lalu 150 juta 200 juta. Tetiba saja jam di tangan kanan kancil ia berbunyi.

"Kenapa?" tanya si buaya cemas

Kancil iya melihat sebuah monitor kecil di tangannya itu menggambarkan sebuah notifikasi chat dari seseorang.

"Makannya pesananku datang aku akan afk sampai giliran busur itu."

Di tengah pelelangan mobil yang sengit, kancilia menekan-nekan jam di tangannya. Sebuah monitor virtual yang berisi menu muncul. Seperti options, item, avatar, dan tombol keluar. Kancilia menekannya.

Buaya yang tetap diam, duduk manis sembari melihat sana-sini. Dia mencari sesuatu. Lalu dia membuka monitor virtualnya, dan mengetuk-mengetuknya sampai pada chat taxt misterius.

AnakPM212
Hallo Buaya, masih ingat aku? Ingatlah, ya. Aku kan gak bisa dilupain. Gimana kabarnya, sehat? Kalo enggak, mampus hahaha.
Ngomong-ngomong kalau mau tangkap aku, besok aku di pelelangan KPK.
See u, <3

"Sekarang dimana kau kancil?" gumamnya.

***

Seorang gadis membuka matanya. Ya sudah berbaring di tempat tidur selama beberapa jam sembari memakai sebuah gawai berbentuk helm.

"Kenapa chatnya harus ada emoticon love?" sindir Fitung.

Pemuda itu masih duduk di depan komputer. Hanya memutar kursinya ke belakang.

"Memangnya kenapa?"

"Gak kenapa-kenapa sih."

Kancilia bangun dari tidurnya. Menghampiri Pitung dan komputernya. Sebuah kacamata tergeletak begitu saja di atas PC samping monitor. Dia mengambilnya dan menenangkannya ke kedua mata.

"Gimana?" Gadis itu bertanya seperti tokoh dalam film action.

"Ada kabar buruknya Si Buaya enggak berhasil di hack. Dia pakai data orang lain."

"Kayak aku yang pakai data Gilang?"

"Iya—fans terberatmu itu, tapi kabar baiknya orang lain yang dia pakai datanya untuk daftar ke lelang KPK adalah neneknya sendiri."

Sebuah foto KTP tergambar di monitor kanan. Kirinya terpampang jelas sebuah daftar nomor KTP, alamat, NPWP, KK, sidik jari, dan lain sebagainya.

Fitung menekan tombol Ctrl dan F bersamaan. Kemudian mengetikan nomor KTP si nenek. Jarinya menekan enter. Ketemu, datanya ada di baris dua ribuan.

"Kok kamu bisa sih dapet datanya kayak gitu?"

"Di jaman nenek-kakek kita dulu, server PDSN—Pusat Data Sementara Nasional—kita diretas. Beberapa hari kemudian, hacker meminta maaf dan memberi kunci supaya terlepas dari enkripsinya. Yang publik tidak tahu, mereka memasang backdoor. Jadi sekarang aku bisa—"

"Please lah, backdoor? Ini aku dan sebagian pembaca enggak paham kamu ngomong apa."

"Itu software yang di install dalam server agar aku bisa mengakses secara sah, walaupun sebenarnya tidak boleh."

"Aku masih tidak paham. Apapun itu gercep ya."

Fitung memutar matanya dan menghelan nafas. Malas, kesal, bercampur jadi satu. Dia membuka file lain di monitor kanan. Bentuknya tidak jauh beda, hanya daftar data pribadi. Bedanya, ini ada email.

"Daftar apa lagi itu?" Kancilia penasaran.

"Media Sosial, ada yang jual sepuluh ribuan rupiah di darknet."

Kancil yang melepas kacamatanya lagi, menaruhnya sembarang. Lalu dia berbalik, berjalan pelan menuju tempat tidur.

"Aku mau kembali ke server, lakukan dengan cepat, ya. Waktu yang kita punya itu seperti seorang penulis yang ikut lomba cerpen dan dia baru menulis h-1 deadline, padahal di hari yang sama dia ada UAS."

Kancilnya sudah duduk di tempat tidur dengan santai. Kepalanya juga dimasukan ke gawai berbentuk helm.

"Bodoh banget analogimu, biasanya lomba menulis itu waktunya panjang. Kenapa dia enggak cicil?"

Gadis itu mulai membandingkan tubuhnya. Tidur posisi lurus biasa. Bersiap masuk ke metaverse.

"Jangan tanya aku, itu penulis kita."

Jantung Kancilia masih berdebar. Dia mengatur nafasnya, lagi, dan lagi agar tenang. Ketika dirasa sudah siap, tinggal aktifkan alat dengan suara.

"Link start," kata Gadis itu.

Namun tidak ada yang terjadi.

"Kau pikir ini fanfic anime SAO?" sindir Fitung.

"Hehe. Baiklah, join metav—"

"Lia, bentar. Lihat sini deh." Teriak Fitung sembari menunjuk-nunjuk monitor.

***

"Selanjutnya adalah NFT dari game Meta of Legends." Juru lelang yang suaranya terdengar itu mempersembahkan. "Kita buka, di harga 3 juta rupiah."

Tok! Palu dibunyikan.

Si buaya mengetikan angka di monitor virtual. Setelahnya menekan tombol bertuliskan "tawar."

"Lima juta untuk bapak nomor 4."

"Hahaha, Bapak Ali," sindir Kamala yang baru saja kembali dari afk.

"Selamat datang kembali, Kancilia."

"Maksudnya?"

"Aku sudah memeriksa nomormu. 212, sama dengan ini." Si buaya memperlihatkan sebuah obrolan dengan AnakPM212.

Senyum jahil terpancar di wajah Kamala. Dia kalau Dia menyentuh jam di tangannya membuka menu utama. Mengetuk pilihan "avatar" dan memilihnya.

Seperti pesulap, dia berganti rupa menjadi seorang gadis berkacamata yang rambutnya panjang dan diikat. Tak habis sampai situ, Kancilia mengetikkan angka.

"7 juta untuk teteh nomor 212."

"Ih kok bener sih? Pinter deh kamu. Terus mau apa, menangkapku? Boleh sih tapi—"

Kancilia memamerkan padanya sebuah foto tangkapan layar. Itu teks obrolan antara Ali dan neneknya.

Nenek
Adek, lagi dimana?

Ali
Lagi kerja, nek. Mau adek beliin apa? Sekalian nanti pulang lewat pasar.

"Ututu, adek jangan repot-repot."

Buaya kaget. Walaupun di dalam metaverse tidak terlihat, tubuhnya di dunia nyata berkeringat deras sekali. Jantungnya berdetak lebih cepat, tangannya pun gemetar. Musuhnya berhasil meretas orang yang disayanginya.

"Bagaimana bisa? Apa mau kamu sebenarnya?"

"Cuma NFT biasa .... Kalau enggak, kasih tahu nenek ah kalau cucu tersayangnya kerja buat kriminal...."

"Silahkan."

"Hehe, tak—tunggu apa?"

"Ya, silahkan."

"Ha?"

Buaya mengetikkan angka-angka lagi.

"10 juta untuk bapak nomor 4." Teriak juru lelang.

Buaya tersenyum, seperti tokoh dalam film action yang keren. "Untuk mengikuti lelang, kamu harus mendaftar dengan nomor KTP, NPWP, dan lain sebagainya. Kamu ke sini nggak mungkin pakai data sendiri kan?"

Buaya membuka menu utama menekan simbol bendera segitiga—ingin melaporkan user. Sayangnya tidak ada pilihan, 'menggunakan data orang lain.'

Jadi buaya berdiri dari duduknya, dan berteriak keras yang bisa didengar oleh semua orang di pelelangan. "Disini ada penipu! Orang nomor 212, pakai data orang lain, dia mencuri identitas!"

Sontak semua orang melihat ke sumber suara. Beberapa panitia dengan reflek memeriksa datanya. Di monitor virtual mereka, nomor 212 dimiliki oleh seorang pemuda bernama Gilang, tapi avatarnya perempuan. Bisa saja dia hode. "Saudara, apakah itu benar?" tanya panitia.

Tanpa menjawab ekspresikan cerita terlihat jelas. Dia panik, ini tidak ada dalam rencananya.

Secepat gundala yang bisa berlari secepat angin, Kancila membuka menu utama dan mengetuk pilihan 'keluar'

Pandangannya tiba-tiba hitam. Gadis itu sudah keluar server. Dengan perlahan membuka mata, sinar masuk.

"Sial, bagaimana keadaanya di sana?" Kancilia masih Panik.

"Pake nanya, chaos lah."

Kancilia cepat-cepat melihat monitor, tapi dia lupa memakai kacamata sebelumnya. Dengan segera menyabar dan melihat apa yang terjadi.

Semua orang duduk kembali dengan perasaan tidak tenang. Mau bagaimanapun, lelang harus tetap dilanjutkan. Dengan suana yang campur aduk, pemenangnya adalah Buaya.

Dengan sistem, uangnya otomatis berkurang dan busur gandiwa masuk ke daftar item yang di miliki. Sebuah notifikasi muncul di komputer Fitung.

'Selamat kamu memenangkan nft busur gandiwa di pelelangan hari ini. Kami tunggu di pelelangan KPK berikutnya.'

Fitung ternyata berhasil masuk ke akun Buaya. Dengan cepat dia memindahkan NFT itu ke anonim dan dengan bantuan VPN dan blockchain agar tidak terlacak. Misi berhasil.

Di dalam live streaming, terlihat Buaya menyadari sesuatu ketika melihat notifikasi. Pesan dari AnakPM212, "Terimakasih ya <3”

Lalu dia berteriak, "Kacil...."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro