11 *Murid Baru*

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam ini bulan begitu indah. Hendra tersenyum menatap langit hitam yang disinari oleh cahaya rembulan terang. Bukan cahaya itu yang membuat Hendra tersenyum melainkan bayangan seorang gadis manis. Hatinya berdebar tapi merasa hangat disaat bersanaan, Indri telah memaafkannya.

Sementara Hendra sedang menikmati malam di teras rumah, nampak Indri berjalan pelan dari kejauhan. Saat di depan rumah Hendra gadis itu berhenti, berpikir sebentar lalu memanggil Hendra dari luar pagar.

"Hendra!!"

Hendra menoleh dan mendapati Indri sedang melaimbaikan tangan ke arahnya. Hendra beranjak dari kursi lalu menghampiri Indri.

"Indri? Ngapain lo di sini?" Hendra membuka pagar rumah.

"Hend gue abis beli mie instan di warung, mau bikin tapi takut dimarahin mama ehm gue boleh nggak masak dan makan di rumah lo? Gue beli dua kok!" gadis itu mengangkat kantong plastik di tangannya seraya tersenyum.

Hendra mendengkus lalu membuka pagar mempersilahkan Indri masuk. "Niat banget sih!"

Gadis itu melonjak kesenangan dan berlalu masuk ke rumah Hendra meninggalkan si empunya rumah sendirian menutup pagar.

"Kok sepi? Om Bas kemana?" ucap Indri setelah mengitari sekeliling rumah Hendra.

"Ayah ada urusan kerja di luar kota."

"Sejak kapan?"

"Baru tadi pagi."

Indri membulatkan mulut menanggapi jawaban Hendra. Gadis itu berjalan ke arah dapur dan mulai memporak porandakan ruangan itu.

"Lo mau pakek telor apa nggak? Pakek jeruk nipis apa nggak? Mateng apa setengah mateng? Terus kuahnya banyak apa dikit?" tanya Indri seraya memasukkan mie instan ke dalam panci.

Hendra yang menunggu di sofa hanya menjawab, "Terserah samain aja!"

"Oke."

Tak berapa lama mie buatan Indri telah siap. Indri membawa dua mangkok mie lengkap dengan variant tambahan seperti telur, sayur, dan perasan jeruk nipis yang ia dapat di kulkas milik Hendra. Gadis itu hanya membeli dua bungkus mie saja saat berencana memasak di rumah Hendra.

Dua mangkok mie dan dua kaleng minuman sepirit siap tersaji di meja. Hendra dan Indri menikmati makanan mereka sambil menonton acara di televisi.

"Hend nggak kerasa ya habis ini kita uda mau lulus aja, " ucap Indri setelah meneguk minuman sepiritnya.

Hendra hanya mengangguk lalu kembali menikmati mie buatan Indri. Tak disangka makanan itu terasa enak juga. Mungkin karena saat itu Hendra belum makan apapun dari siang.

"Hend besok mau lanjut kuliah dimana?" tanya Indri.

Hendra menaruh mangkoknya yang sudah kosong lalu membuka kaleng minuman dan meneguknya habis. "Gue pengen kuliah di UI jurusan kedokteran."

Indri mengangguk. Tak heran jika Hendra akan memilih Universitas dan jurusan itu, Hendra pasti mampu memenuhi keinginannya.

"Terus lo sendiri mau kemana?"

"Gue mau jual baju olshop aja!" jawab Indri asal lalu meletakkan mangkoknya di atas meja.

Hendra mengernyit. "Lo yakin?"

Indri tertawa melihat ekspresi bingung Hendra. "Ya nggak lah! Gue pingin kuliah di luar negeri, sekolah fashion." senyum bangga mengembang, membayangkan impian itu terwujud.

"Kenapa sih lo mau jadi designer?"

"Lo sendiri kenapa mau jadi dokter?" bukan menjawab Indri malah membalikkan pertanyaan Hendra.

Hendra menyandarkan tubuhnya di sofa, menoleh menatap pigora besar yang terpajang di dinding rumah. Pigora itu menggambarkan foto sebuah keluarga bahagia, sepasang suami istri yang tersenyum bahagia merangkul bocah laki-laki kecil berumur 5 tahun. Bocah itu masih amat kecil,bahkan dari senyumnya terlihat hanya ada beberapa gigi yang tumbuh.

"Karena bunda," ucap Hendra pelan.

Indri ikut melihat pigora itu. Foto keluarga Hendra.

"Bunda dulu meninggal karena sakit, gue dulu masih kecil dan nggak ngerti harus apa? Gue cuma bisa nangis dan bingung saat lihat bunda kesakitan, makanya sekarang gue mau jadi dokter. Gue nggak akan biarin ada anak kecil yang bernasib sama kaya gue, ngeliat ibunya kesakitan. Setidaknya gue bisa sembuhin ibu mereka."

Indri tersentuh dan hanyut dalam ucapan Hendra. Sahabatnya itu sangat menyayangi ibunya. Indri segera merengkuh kepala Hendra dan menyandarkan di pundaknya.

"Lo baik banget Hend, gue yakin lo bisa wujudin impian lo dan gue yakin bunda lo pasti bangga di sana." Indri mengelus puncak rambut Hendra.

Hendra tersentak atas perlakuan Indri. Dia tidak ingin kelihatan lemah, tapi momen seperti ini terlalu disayangkan jika harus hilang hanya karena sikap gengsinya. Ia ingin merasakan kedekatan ini lebih lama. Lebih lama. Bersama Indri hatinya yang beku dan dingin seketika menghangat.

***

Pagi yang cerah menyambut kedatangan para siswa SMA pelita bangsa. Siswa berlalu lalang memadati koridor sekolah. Begitu pula dengan Andre, laki-laki itu sudah datang sejak beberapa menit yang lalu. Mengherankan, seorang Andre tidak datang terlambat? Bahkan satpam sekolah sampai mencuci mukanya dua kali karena mengira itu adalah mimpi.

Andre berjalan santai di koridor sambil bersiul dan menenteng tas ransel di pundaknya. Tak lupa terkadang ia tersenyum genit ke arah siswi perempuan yang tersipu melihatnya. Dasar kelakuan buaya sumur!

Saat sedang menikmati paginya yang indah tanpa sengaja ia melihat sosok perempuan yang asing di matanya tengah bingung melihat ke beberapa kelas. Dengan insting buayanya Andre segera menghampiri gadis itu.

"Hey, lo lagi cari apa? Lo nggak mau maling kan?"

Gadis yang disapa langsung menoleh ke arah Andre. Tak disangka ada seorang bidadari jatuh dari planet pluto berdiri di depan Andre.

Anjir nih cewek cakep amat dah!

Seorang gadis sederhana. Wajahnya manis, mata bulat dengan bulu mata lentik, bibirnya mungil, berkulit sawo matang terawat, dan rambutnya lurus tergerai rapi. Gadis itu menatap bingung ke arah Andre yang membelalakkan mata ke arahnya.

Mas bola matanya mau lepas!

"Eh kenapa?" tanya gadis itu bingung.

Andre segera sadar dari lamunannya lalu menampar pelan pipinya.

Gue nggak mimpi kan, ya lord?

"Loh?" gadis itu kembali bingung dengan sikap Andre.

"Eh kenalin gue Andre, nama lo siapa? " Andre mengulurkan tangan.

Awalnya gadis itu hanya menatap uluran tangan Andre namun kemudian ia menjabatnya."Namaku Audri," ucapnya sembari tersenyum.

Njirr uda aku kamu aja - batin Andre kepedean.

"Audri ya? Audri anak baru? Kayanya baru lihat."

Audri melepaskan genggaman tangan Andre yang sembarangan berlama-lama di tangannya.

"Eh iya aku anak baru, kamu tahu lokasi kelas XII IPA? kelas ku disana."

Andre mengepal tangan bekas salaman dengan Audri lalu dimasukkan ke dalam saku celana.

Lumayan disimpen buat nanti - batin Andre.

"XII IPA ya? Tau kok mau gue anter?"

Audri bersyukur karena kebingungannya terselesaikan. Meskipun ia harus berurusan dengan orang aneh di hari pertamanya di sekolah baru paling tidak orang ini bisa segera mengantarnya ke kelas.

Audri mengangguk. "Kalo nggak keberatan."

"Nggak kok!" ucap Andre antusias lalu menggandeng tangan Audri dan mengajaknya ke tempat yang dituju gadis itu.

Saat beberapa langkah Andre masih tersenyum gembira dan bangga bisa menggaet gadis baru di sekolahnya. Namun itu hanya sesaat karena ditengah perjalanan Audri melepaskan genggaman tangan Andre karena sudah tidak nyaman dengan perilaku laki-laki itu.

Nih cowok makin disabarin makin jadi—batin Audri.

Saat akan sampai di kelas XII IPA langkah Andre terhenti, membuat gadis yang mengekor di belakangnya ikut berhenti. Andre ingat bahwa kelas itu adalah kelas Indri. Jika Indri melihat dia bersama gadis lain apa yang akan dipikirkannya. Andre berpikir sejenak, jika sampai ia mengantar Audri maka ia terancam kalah dalam taruhan tapi kalau ia tidak mengantar Audri harga dirinya bisa jatuh.

"Kenapa berhenti? Kelasnya mana?" tanya Audri.

Andre membalikkan badan lalu melempar senyum ke arah Audri.

"Kelasnya ada di sana, " ucapanya sambil menunjuk jalan di belakangnya,"nanti ada tulisannya kok, kamu bisa kan kesana sendiri. Soalnya aku baru inget kalo ada tugas penting di kelas, biasalah aku kan anak paling jago. Jadi, diandalkan di kelas kasihan temen yang lain kalo aku nggak segera ke kelas. Nggak apa-apa kan?" cerocos Andre mengarang alasan yang tidak masuk akal. Diandalkan di kelas? Diandalkan apanya?

Audri mengangguk mengerti. Sebenarnya ia takut kalo jalan sendirian tapi dia juga tidak mau merepotkan orang lain.

"Oke nggak apa-apa kok. Makasih ya sudah mau antar sampai sini."

Audri segera berjalan ke arah yang ditunjuk oleh Andre. Setelah Audri berlalu Andre menghela napas, ia sedikit kecewa karena tak bisa mengantar gadis itu. Tapi mau bagaimana lagi ini semua demi kemenangan taruhan. Andre melanjutkan perjalanan ke kelasnya, untuk tidur di ruangan tersebut.

Setelah berjalan beberapa saat Audri akhirnya menemukan kelas yang sedari tadi ia cari. Saat masuk ke kelas itu hatinya begitu berdebar. Kelas sudah ramai. Beberapa siswa sedang mengobrol bersama. Ada juga yang sedang membaca buku. Dan ada yang sibuk tergopoh menulis, sepertinya sedang menyalin tugas dari temannya.

Audri menyembulkan dirinya dan masuk ke kelas. Ia bingung harus bersikap bagaimana. Lagipula tidak ada yang tertarik maupun terganggu dengan kedatangannya. Namun itu hanya sepersekian detik, karena setelah itu ada sepasang mata yang langsung menemukan kehadirannya. Sepasang mata hitam yang dipunyai oleh laki-laki berwajah dingin. Audri semakin berdebar, tapi kini mata laki-laki itu tak lagi menatapnya melainkan fokus kembali pada buku di tangannya.

Indri cemberut menatap hpnya. Ia tengah menunggu pesan dari seseorang. Ia juga merasa bosan karena teman sebangkunya, Anna, hari ini tidak masuk. Jadilah ia sendiri di bangku itu. Meski ada Hendra, namun apa yang bisa diharapkan dari makhluk dingin itu.

Indri mendengus kesal, lalu beranjak dari kursi ingin mencari udara segar sebelum bel masuk berbunyi. Belum sempat ia berjalan keluar, ia melihat seorang gadis sedang berdiri kaku tepat di tengah jalan masuk kelas. Gadis itu sepertinya sedang bingung.

"Lo anak kelas mana? Kok bingung?" tanya Indri.

Audri terkejut ada orang yang tiba-tiba mengajaknya berbicara. "Eh aku? Aku anak baru, kelasku XII IPA."

"Oh... ini kelas XII IPA- eh anak baru? Wah selamat datang, temen-temen kita punya temen baru nih!!" teriak Indri dengan riang membuat satu kelas langsung menatap ke arahnya.

Audri tersenyum sungkan. Gadis di depannya bahkan lebih bersemangat memperkenalkan diri ketimbang dirinya.

Indri mengurungkan niatnya keluar dari kelas dan menyeret Audri menuju bangkunya.

"Duduk sini aja! Kebetulan anak yang duduk di sini lagi nggak masuk, besok kalo dia masuk gampang lah kamu bisa duduk di sebelah Hendra. Iya kan Hend?" Indri mengomel lalu mempersilahkan Audri duduk.

Audri tersenyum lalu duduk di tempat yang Indri suruh. Dia tak menyangka bisa mendapat teman di hari pertamanya.

Hendra tak mempedulikan ucapan Indri dan tetap fokus pada buku pelajaran kimia. Namun hatinya mengumpat, awas saja jika Indri sampai berani mengatur tempat duduknya.

Beberapa murid lain antusias dan mengajak Audri untuk berkenalan. Dan kebanyakan dari mereka adalah laki-laki karena Audri memang tipe perempuan yang cantik dan manis.

"Uda dong kenalannya gue mau ngobrol sama dia!" ucap Indri untuk mengusir teman-temannya yang ganjen. Para kaum adam itupun segera menuruti perkataan Indri dan mundur satu per satu.

"Eh jadi ngomong-ngomong kamu pindahan dari sekolah mana? Terus kenapa pindah sekolah? Apalagi di semester akhir? Kamu nggak takut ketinggalan pelajaran? Kamu pasti anak pinter ya? Rumah kamu dimana?"

"Nanya satu-satu dong mbak! Ngebet amat!" celetuk Hendra dari bangku belakang membuat Audri terkiki geli.

"Sewot banget sih bang!" balas Indri.

Audri tertawa pelan melihat pertengkaran dua orang teman barunya. Terlebih saat melihat Hendra, entah mengapa Audri sangat tertarik menatap laki-laki dingin tersebut.

"Jadi?" ucap Indri menyadarkan Audri dari pandangannya pada Hendra.

"Eh aku-"

Tiba-tiba bel masuk berbunyi memutus ucapan Audri. Tak berapa lama guru pun masuk. Pak Beni datang dengan beberapa kerangka manusia yang ia bawa dari laboratorium biologi.

Seperti biasa guru jam pertama akan mengabsen kehadiran siswa. Setelah mengabsen semua siswa di kelas, pak Beni pun mulai membuka buku. Saat akan memulai pembelajaran tiba-tiba suara khas Indri menggema membuat guru itu langsung menatapnya.

"Pak Ben! Ada murid baru belum diabsen!" ucapnya sembari menunjuk orang di sebelahnya.

Sebenarnya Audri sudah melarang Indri untuk melakukan itu tapi apa daya Indri tak bisa dibantah.

"Oh gitu nama kamu siapa?" tanya pak Beni.

"Sa- nama saya Audri."

"Oh Audri. Ya sudah coba kamu berdiri dan perkenalkan diri. "

Inilah yang Audri takutkan. Ia takut jika disuruh perkenalan. Namun mau bagaimana lagi itu perintah guru maka Audri harus menurut. Audri segera berdiri dan mengahadap ke arah teman-temannya.

"Perkenalkan nama saya Audri, saya dari sekolah SMA Pertiwi 1," ucap Audri gugup.

"Oke kamu boleh duduk kembali." pak Beni segera mengakhiri perkenalan Audri.

Pak Beni memang tipe guru yang cuek.

"Nanti jangan lupa masukin Audri ke daftar absen!" ucap pak Beni sebelum memulai pelajaran.

"Yah? Gitu doang. Nanti kita kenalan lagi ya?" Indri memberikan tatapan mengharap ke arah Audri yang baru saja duduk. Sementara Audri hanya membalas dengan anggukan dan senyuman.


***


Part 11 done

Btw minuman sepirit tadi itu minuman soda yang ada peresan lemon itu loh hehe 😂😂
Jangan sampai s - nya diganti huruf c ya eh! 😂😂

Next part 12

See you....

Tanda 😘
Sandramilenia




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro