:: Akhirnya Kumenemukanmu ::

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Menunggumu nyatanya melelahkan
Apakah menyerah? Tentu tidak.
Sabarku akan terbayar.
Entah lunas atau tidak, aku tetap bersabar.

Nyatanya, ketika kesabaran terbayar
Tidak ada kata yang bisa aku sampaikan selain,
"Terima kasih atas kehadiranmu!"

🍂🍂🍂

Jam sudah menunjukkan hampir tengah malam. Bahkan beberapa menit lagi akan berganti hari. Namun, Danendra masih setia dengan ponsel dalam genggamannya. Ia tidak bisa tidur. Lelaki yang mengenakan kaos berlengan pendek dan celana training itu membuka pesan langsung pada Instagram-nya.

Matanya langsung tertuju pada satu akun dengan nama Calon_Istri_MasDan. "Mas Dan, Mas Dan. Wait, kek nggak asing gitu, ya, sama panggilan ini."

Danendra beranjak dari kasur yang sedari tadi mengikatnya. Ia membuka laptop dan memulai siaran langsung di Instagram. Begitu dibuka, penonton langsung menyerbu. Ia menyapa penggemarnya dengan suara lembut.

Mulai menanyakan kabar, alasan mengapa sampai saat ini masih belum tidur, dan beberapa mengenai penampilannya hari ini. Bukan tanpa alasan Danendra melakukan ini. Ia ingin tahu ada berapa penggemar yang memanggilnya dengan nama Mas Dan, ternyata selama live yang kurang dari setengah jam itu tidak ada satu pun yang menyematkan panggilan itu. Kebanyakan mereka memanggil Endra atau Danendra.

"Survey membuktikan, bisa jadi hanya satu orang yang panggil Mas Dan," ucap Danendra dengan wajah berbinar.

Lelaki dua puluh empat tahun itu meneruskan kegiatannya membuka isi pesan terdahulu dari Calon_Istri_MasDan. Bahkan Danendra membuka laman inbox yang ada di Facebook. Dengan nama akun yang sama, dari Facebook, kemudian berpindah ke Instagram.

"Konsisten banget ngedukung dari jaman belum apa-apa. Sampai khawatir banget pas jaman ngilang setahun kemarin. Sabarnya kebangetan. Sayang banget dia nyembunyikan identitasnya. Eh, kok ... ah, bisa ketemu, nih." Mata Danendra terbuka lebar ketika melihat satu postingan di Instagram yang sedikit berbeda.

Kebanyakan fansnya akan memposting foto eksklusif tentangnya, tetapi akun ini hanya memposting foto-foto yang bersifat umum dan sudah banyak diketahui oleh orang lain. Berbeda dengan satu postingan yang memuat foto standing poster dirinya dan seorang gadis berambut cokelat yang terurai dengan tampak punggung.

"Hehei. Akhirnya setelah delapan tahun ketahuan juga, ya? Mbak Yas, terima kasih sudah bersabar selama ini."

Danendra berujar sambil memeluk ponselnya. Bagaimana ia tidak sampai pada kesimpulan itu? Outfit yang dikenakan gadis di foto itu sama persis dengan yang dikenakan Yashinta hari ini. Entah takdir macam apa yang telah Tuhan rencanakan untuk hidupnya kali ini.

Sementara itu, ketika matahari belum sepenuhnya terlihat, pagi-pagi buta Yashinta sudah menggedor kamar Mbak Yayah untuk bercerita pengalamannya sehari bersama sang idola. Yashinta menyampaikannya dengan menggebu.

"Takdir Allah itu indah, ya, Yas? Coba kalau nggak difitnah dan dipecat, mana mungkin ketemu dan seharian sama Danendra?"

"Allah itu Maha Baik, Mbak. Yas minta nggak pernah dikasih, tapi sekalinya diwujudkan nggak ngira bakalan seperti ini."

"Kamu sudah kasih kabar sama orang rumah kalau sudah ketemu sama Danendra?" tanya Mbak Yayah.

Yashinta menggeleng, "Kalau Yas bilang, bisa berabe, Mbak. Nanti disuruh pulang buat dinikahin. Yas nggak mau."

"Terus? Kapan mau bilang?"

Yashinta mengangkat bahunya sambil tersenyum. "Mungkin nanti, pas Allah kasih kepastian Mas Dan itu jodonya Yas. Kalau misalnya bukan, ya, semoga skenario Allah lebih indah."

Percakapan keduanya harus segera diakhiri sebab kegiatan masing-masing sudah menanti. Mbak Yayah harus ke sekolah, sedangkan Yashinta harus bersiap untuk menemani Danendra latihan di asrama.

Sesuai dengan perjanjian di hari sebelumnya, Pak Aji benar-benar datang untuk menjemput Yashinta pukul delapan. Yashinta sudah bersiap dan berjalan menuju mobil minibus yang terparkir di depan indekosnya.

Tidak ada yang lebih mengejutkan Yashinta pagi ini selain kehadiran Danendra. Lelaki itu turun ketika Yashinta baru saja keluar dan menutup pintu pagar indekosnya.

"Allahuakbar. Mas Dan? Kok ikutan?"

"Iya, Pak Aji jemput saya dulu, baru ke sini. Mbak Yas masuk dulu, gih."

Danendra mempersilakan sang gadis dan baru menyusul dirinya yang masuk ke mobil. Begitu mobil berjalan, keheningan langsung menyapa. Danendra menoleh ke arah jendela, sementara Yashinta sibuk memeriksa ponselnya dan mengecek catatan yang ia buat untuk hari ini.

"Kenapa diem-dieman? Nggak minat buat ngobrol atau gimana, gitu?" ujar Pak Aji sambil fokus pada jalan yang ada di depannya.

Dua orang yang duduk di kursi penumpang saling menoleh, kemudian terdiam lagi.

"Mbak Yas istirahatnya gimana?"

"Hm, nyenyak, Mas. Nggak ada yang jadi halangan apa-apa."

"Berarti semalam nggak nonton saya siaran langsung di Instagram, dong?"

"Memangnya semalam live? Jam berapa? Saya kok nggak tahu."

"Hampir tengah malam, nggak lama, sih. Cuma sekadar ngecek. Kangen sama penghuni Instagram. Apalagi ada yang nama penggunanya lucu-lucu. Moodbooster banget bikin hari saya happy."

Kenapa bisa kelewat, sih? Sial banget. Tahu gitu nggak cepat-cepat tidur semalam, batin Yashinta sambil mengecek pemberitahuan yang masuk ke ponselnya. Benar, sang idola melakukan siaran langsung semalam.

Saat mood Danendra membaik karena menemukan apa yang ia cari dari semalam, berbanding terbalik dengan Yashinta, ia merasa kesal karena sudah melewatkan kejadian semalam.

Yashinta menekuk wajahnya, sangat terlihat jika ia merasa kesal. Namun, si gadis tidak menyadari bahwa dari tadi ada sosok yang selalu memperhatikannya. Melirik kemudian memandangi setiap gerak-gerik Yashinta yang masih terlalu fokus pada ponselnya.

Aksi pandang-memandang itu terus saja terjadi sampi mobil memasuki asrama. Bahkan ketika mobil sudah terparkir, Danendra masih enggan melepas pandangannya pada Yashinta.

"Mas Endra, sudah sampai, loh. Sampai kapan mau lihatin Mbak Yas seperti itu. Orangnya aja dah turun, tuh."

Danendra seketika tersadar ketika ketika kursi di sebelahnya sudah kosong. Ia beralih menatap Pak Aji yang tertawa melihat kelakuannya.

"Makasih, Pak. Pak Aji di sini saja, Mungkin nanti ada kebutuhan lain atau gimana, bisa langsung berangkat."

"Siap, Mas. Semangat untuk hari ini. Saya suka kalau lihat Mas banyak senyum. Cuaca seperti tiba-tiba cerah."

"Pak Aji ini bisa saja. Saya ke dalam dulu, Pak."

Danendra segera menyusul ke dalam asrama. Di sana sudah ada Rivan dan Yuda yang tengah menghadapi pelatih. Lelaki berambut cepak itu langsung bergabung dan mendapat lembaran berisikan lagu yang akan dibawakan untuk penampilan minggu depan.

"I Can't Smile Without You dari Barry Manilow sama Kehilangan dari Firman Siagian. Lagunya bertolak belakang banget, ya? Bismillah bisa.'

"Lagu begitu mah sudah makananmu, Ndra. Aku kebagian lagu melayu, nih. Mau tukeran?" ujar Rivan sambil mengangkat lembaran yang ia pegang dan menyodorkannya pada Danendra.

"Judulnya, Kak?"

"Buih jadi Permadani." Tampak sekali wajah Rivan yang tertekan ketika menyebutkan judul lagu yang akan ia bawakan."

"Mampus. Nggak lah, makasih. Itu lagunya meliuk-liuk. Kalau aku yang nyanyi ntar jadinya kayak ular makan linggis. Lempeng, lurus-lurus saja. Kalau Bang Yuda lagu apa?"

"Dapat lagu bahasa Inggris. All of Me punya John Legend. Ndra, ajarin cara ngucapinnya, ya? Lagu pertama bahasa Inggris yang Abang bawain. Nggak yakin mulus, nih," balas Yuda.

"Siap, Bang. Tenang saja. Kita saling bantu nanti. Ini Bang Andri sama Mbak Gita belum datang?"

"Mereka masih dinas untuk hari ini. Nanti sore atau besok baru bisa gabung."

Kegiatan berlanjut dengan mendengarkan lagu dalam versi asli. Untuk kesempatan ini peserta diberikan waktu satu sampai dua jam untuk mengenali lagu dan liriknya sekaligus.

Lagi-lagi Danendra memilih pinggir kolam untuk melanjutkan mendengar lagu yang ia dapatkan. Tidak lupa ia mengajak Yashinta supaya menjadi pendengar. Bukannya fokus, Danendra justru beberapa terdiam dan hanya menatap Yashinta yang tengah duduk sambil bermain ponsel.

"Mbak Yas, permisi, ada kotoran di rambutnya," ucap Danendra sambil memajukan tangan hendak meraih helaian benang yang tersangkut di rambut Yashinta.

Namun, tangan itu terhenti ketika Yashinta meraik kepalanya dan berusaha mencari sisi mana yang dimaksud oleh Danendra. Belum juga didapat, ponsel Yashinta berdering.

Ayah, begitu nama yang tertera di ponselnya. "Nggak biasanya Ayah yang telepon. Biasanya Ibu."

Dengan semangat Yashinta mengangkat telepon dan menjaduh dari Danendra yang sudah menjulurkan tangannya. Lelaki itu menurunkan tangannya ketika yang hendak digapai justru pergi.

"Wa'alaikum salam. Iya, Yah? Ada apa?" tanya Yashinta.

Ada beberapa detik terjeda sampai Yashinta bereaksi, "Pa-patah? Terus sekarang gimana? Kok bisa sampai begitu, Yah?"

Tidak tahan dengan kabar yang ia terima, Yashinta terduduk di atas rerumputan. Tangannya gemetar sampai ponsel di tangan kanan terlepas. Matanya berkaca-kaca. Danendra yang berada tidak jauh darinya akhirnya berdiri dan menghampiri gadis berambut cokelat itu.

Ia mengguncang tubuh Yashinta yang masih tampak kaget. Merasa tidak ada jawaban, akhirnya Danendra meminta izin untuk menjawab telepon yang masih tersambung.

"Yas, nggak apa-apa. Ayah sama Ibu sudah sama Ken, kamu nanti nyusul, ya, Nak?"

Danendra mendengar suara dari seberang telepon, "Halo, mohon maaf, teleponya saya ambil alih, Pak. Mbak Yas kayaknya masih kaget. Ini saya, Endra, temannya Mbak Yas."

"Maaf, Nak. Bisa tidak kalau Yas diantar ke RS Harapan Hati? Adiknya kecelakaan dan dirujuk ke sana karena patah kaki."

"Iya, Pak. Akan saya antarkan. Bapak tenang saja. Mbak Yas baik-baik saja."

Setelah mengucap terima kasih, ayah Yashinta langsung menutup telepon. Danendra kini melihat Yashinta, tubuh gadis itu gemetar, matanya juga berkaca-kaca.

"Ayo, saya antar ke rumah sakit. Adik Mbak Yas sudah nungguin. Permisi saya bantu berdiri, ya?"

Yashinta menatap manik mata Danendra dan mengangguk.

🍂🍂🍂

1433 Words

Anfight 2020 – FTV Series 2.0
Bondowoso, 22 November 2022
Na_NarayaAlina

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro