:: Kerja yang Sebenarnya ::

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Aku baru sadar akan pentingnya profesionalitas.
Tidak peduli ia keluarga, orang terdekat, bahkan kekasih sekalipun
Jika sudah diberi amanah, peganglah teguh.
Setiap pekerjaan pasti ada resikonya.

🍂🍂🍂

Perjalanan menuju bandara cendrung aman. Namun, meski memilih jadwal dini hari, rupanya ada beberapa fans Danendra yang mengetahui dan ingin mengantarkannya. Ada kurang lebih dua puluh orang yang lebih banyak remaja putri yang menunggu kedatangan rombongan dari SRTV sampai di bandara.

Danendra sudah berusaha untuk berada di tengah-tengah rombongan, berharap itu akan mengelabuhi mereka yang menunggu. Bukan apa-apa, ini sudah terlalu larut untuk meladeni keinginan mereka.

"Bang Endra!" teriak salah satu penggemar yang ternyata mengenali gaya berpakaian Danendra.

Lelaki itu akhirnya berhenti untuk sekadar menyapa dan menyuruh yang ada di sana untuk segera pulang. Bahkan ia menelepon Pak Aji untuk tidak segera pulang, takut jika mereka tidak mendapat kendaraan untuk pulang.

"Cepat pulang, nanti orang tuanya nyariin. Kalau nggak ada kendaraan, nanti di parkiran hubungi nomor ini, ya? Bilang saja kalau saya yang suruh."

"Siap, Bang. Boleh nggak nungguin sampai check in? Sampai meja situ saja, Bang. Boleh, ya? Kita dah dari magrib nungguin." Sosok gadis yang mungkin masih duduk di bangku SMA.

"Allahuakbar. Siapa yang suruh? Kan bukan acara fanmeeting?"

"Biar dapat berita terdepan, Bang. Janji, dah. Begitu Abang dan rombongan masuk, kita pulang," ucap gadis berjilbab hitam dengan kamera yang terus menyorot Danendra.

Mau tidak mau, lelaki yang sedang digilai remaja putri itu akhirnya mengangguk dan terus menebarkan senyumnya. Ia segera merapat ke tempat untuk check in ketika Bang Didi memberikan kode. Ia mempersilakan Danendra untuk berdiri di belakang Yashinta.

Mata Danendra mengarah pada penggemarnya yang sudah menyalakan kamera. Beberapa pengunjung yang ada juga mulai mengeluarkan kamera ketika rombongan pengisi acara dari SRTV mulai berdatangan. Ia seketika ingat pada penuturan Yashinta yang mengatakan tidak suka jika menjadi sorotan.

Dengan cepat ia berdiri menghadap penggemarnya sambil tersenyum dan menghalangi mereka supaya tidak turut merekam kegiatan Yashinta yang tengah mencocokkan data dirinya.

Keramaian ketika berangkat ternyata belum seberapa. Justru ketika mereka mendarat, bandara justru penuh sesak dengan penggemar yang menyambut kedatangan rombongan.

Aksi saling dorong juga tidak dapat dihindari. Entah berapa personil yang diturunkan pihak penyelenggara, nyatanya itu juga tidak berguna. Bahkan kehadiran aparat keamanan tidak bisa membuka jalan untuk mereka supaya keluar bandara.

Dari pihak penyelenggara akhirnya menggunakan jurus ancaman. Jika tidak tertib maka acara akan ditunda. Hal ini berhasil, mereka mulai membuka jalan. Meski begitu, Danendra sampai harus merangkul Yashinta supaya aman dari insiden tarik-menarik sekadar ingin bersalaman atau memegang tangan sang idolang.

"Permisi, permisi. Jangan pegang, ya. Jangan pegang," ujar beberapa orang yang berjalan di paling depan.

Meski sudah dibuka, nyatanya beberapa pengisi acara termasuk Danendra mendapat luka karena tidak sengaja tercakar oleh mereka yang ingin memegang langsung idolanya.

"Mbak Yas nggak apa-apa?" tanya Danendra ketika mereka sudah memasuki bus yang akan membawa mereka ke hotel.

"Jelas nggak kenapa-kenapa, lah wong dikekepin sama Mas Dan."

"Anak gadis orang takut lecet, Mbak."

"Lagian ngapain juga saya ditutup pakai jaket, terus dikekep begitu. Lihat tuh, lengannya Mas Dan pada baret. Ish, bar-bar banget, sih? Mau pegang apa mau nyakar?"

"Woi, yang butuh salep luka siapa lagi?" tanya Rivan sambil mengangkat tube berwarna putih ke udara.

"Bang Rivan, Yas mau pakai, ya?"

Sosok lelaki yang berdiri di bagian tengah bus langsung berjalan dan memberikannya pada Yashinta. "Wuidih, banyak amat baretnya? Di antara yang lain rekor, nih. Kayaknya mereka terlalu cinta sama kamu."

"Kayaknya, sih, gitu."

"Cepet obatin, ntar malah infeksi. Nggak ada Bu Dokter yang bakalan ngomelin kali ini, Ndra," ucap Rivan sambil menepuk bahu Danendra.

Dua perserta My Way Show yang memang terikat pada pekerjaannya tidak diwajibkan untuk ikut. Mereka lebih memilih untuk mengedepankan tugas. Terlebih lagi acara itu sekadar ajang untuk menyalurkan hobi.

Waktu yang tersisa dipergunakan untuk beristirahat sejenak di hotel sebelum mereka melakukan gladi untuk acara yang dimulai dari pukul tujuh malam. Intstruksinya sangat jelas. Tiga sampai empat jam sebelum acara, mereka sudah harus hadir di gedung tempat acara diselenggarakan.

Lalu lalang manusia mulai memenuhi lorong-lorong dengan beberapa pintu bertuliskan nama-nama pengisi acara. Ada tiga orang dari acara My Way Show yang disatukan menjadi satu ruangan, ada juga peserta dari ajang pencarian bakat dengan tema berbeda, dan sisanya adala pendukung acara dari daerah tersebut.

"Yuda, Bang Rivan, sama Endra, kalian yang paling banyak tampil. Ada sekitar lima lagu yang akan dibawakan. Tiga lagu solo, dua lagu untuk trio. Gerak cepat diperlukan karena waktunya sedikit terbatas untuk berganti kostum dan persiapan."

Salah satu pengarah acara datang dan menunjukkan rentetan acara yang akan ditampilkan. Setelah jelas, ketiganya langsung bersiap. Berganti kostum dan juga dirias.

Danendra mengangkat lembaran yang berisi lirik lagu untuk mengingat kembali. Satu tangan yang terangkat itu tampak gemetar. Yashinta yang sedari tadi mondar-mandir memilah pakaian untuk Danendra tanpa sengaja melihat tangan yang bergetar itu.

"Ini sudah selesai riasannya, Mbak?" tanya Yashinta ketika wanita penata rambut itu mulai menjauh dan beralih ke meja sebelah untuk menata rambut Yuda dan Rivan.

"Sudah, Mbak. Tinggal ganti pakaian."

Yashinta langsung berjalan mendekat lalu berdiri di samping sang kekasih. Ia menepuk bahu Danendra dan membuatnya membalik tubuhnya. Lelaki itu mendongak sambil tersenyum.

Gadis berambut cokelat itu mengambil kertas di tangan Danendra dan meletakkannya di atas meja. Kemudian ia menangkup kedua tangan idolanya. Tangan dingin Danendra langsung disambut tangan hangat milik Yashinta.

"Gugup? Coba pejamin matanya sebentar, tarik napas terus buang perlahan. Rileks, Mas Dan."

Danendra mengikuti apa yang disarankan Yashinta. Setelah beberapa saat, tangannya sudah tidak bergetar lagi. Melihat perkembangan yang lebih baik, Yashinta beranjak dari sisi Danendra karena ada yang harus ia lakukan, yaitu mencari air hangat.

Merasa persiapannya sudah selesai, Danendra beralih duduk di sofa dan menemani Yuda yang juga sudah selesai. Seketika lelaki yang berasal dari keluarga sederhana itu langsung merangkul Danendra.

"Nggak usah gugup. Kayak biasanya saja. Anggap tampil di studio, tapi beda lokasi dan beda penonton."

"Iya juga, ya," jawab Danendra singkat.

"Ada yang dipikirin? Bang Didi ada, pacar juga nemenin. Ada yang kurang?"

"Entahlah, agak nggak terbiasa saja sama suasananya. Apalagi kabarnya penonton membludak."

"Nggak perlu khawatir. Penyelenggara pasti sudah tahu apa yang harus dilakukan."

Percakapan keduanya terjeda karena pembawa acara sudah memanggil pengisi acara. Tiga orang yang berasal dari ruang itu langsung melesat menuju belakang panggung dengan berlari.

Yashinta yang belum sempat memberikan air hangat pada Danendra hanya mampu melongo ketika melihat kekasihnya berlari. Ia tidak bisa menyamai langkah ketiga lelaki yang memang memiliki kaki jenjang.

Untuk pembuka, mereka membawakan satu judul lagi bersama. Konsepnya trio dengan koreo sederhana. Begitu selesai, Danendra langsung melesat menuju ruang ganti untuk berganti kostum. Kali ini lagu sendu yang dipilihkan untuknya.

"Minum dulu, Mas Dan." Yashinta menyodorkan secangkir air dan langsung membatu tim untuk memasangkan beberapa perlengkapan lainnya.

"Makasih, Mbak. Saya naik lagi," ucap Danendra dengan tergesa-gesa.

Semua berjalan dengan sangat mulus sampai pada penghujung acara, mereka bertiga kembali tampil untuk membawakan lagu sendu dengan konsep duduk di kursi tinggi yang disediakan sebagai properti.

Danendra sudah banjir keringat. Begitu juga dengan Rivan dan Yuda. Sorot lampu panggung semakin membuat ketiganya kepanasan. Ditambah lagi pengunjung yang semakin padat. Begitu alunan musik berhenti, pembawa acara rupanya mengajak mereka untuk menutup acara.

Rivan lebih dulu maju menemani pembawa acara, sementara Danendra yang tertinggal menatap punggung lelaki dihadapannya itu sedikit berbayang. Ia lantas menarik Yuda mundur.

"Bang, kepalaku pusing," bisik Danendra

"Tahan dikit lagi, bisa?" tanya Yuda sambil memegang lengan Danendra dan disambut dengan sedikit anggukan.

Pembawa acara tidak segera mengakhiri, masih ada beberapa pembahasan yang ditanyakan pada ketiga lelaki yang menggunakan setelan jas untuk lagu terakhir. Yuda sengaja memposisikan Danendra di tengah. Dengan harapan pegangannya bisa semakin erat.

Yuda tidak sekalipun melepaskan rangkulannya pada bahu Danendra. Apalagi semakin lama, tubuhnya seperti semakin lemas. Rivan yang berada dekat dengan pembawa acara langsung menoleh ketika merasa ada tangan yang menarik bagian belakang jasnya dengan erat.

"Bentar lagi kelar," ucap Rivan dengan berbisik dan tidak lupa menutup mulutnya ketika berbicara supaya tidak terlalu menarik perhatina.

Begitu selesai, lampu yang menyorot lampu langsung dipadamkan, tersisa lampu-lampu pada bagian penonton yang menyala. Seiring dengan padamnya lampu sorot yang tiba-tiba, pandangan Danendra juga turut menggelap. Lututnya lemas dan membuat pijakannya tidak seimbang.

"Ndra, are you okay?" tanya Rivan. Lelaki di samping kanan Danendra itu berusaha membuat Danendra tetap tegak berdiri dengan cara menopangnya.

🍂🍂🍂

1381 kata

Anfight 2020 – FTV Series 2.0
Bondowoso, 26 November 2022
Na_NarayaAlina

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro