1 '; Kazumi's Daily Life

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Ueda Kazumi, nama dari seorang gadis berusia 16 tahun yang mengidap penyakit xeroderma pigmentosum atau singkat XP.

Gadis itu tidak tahu apa artinya siang hari. Lebih tepatnya, gadis itu tidak pernah merasakan panasnya matahari. Tidak hanya siang, tetapi sejak sang surya menampakkan sinarnya, gadis itu tidak akan bisa keluar dari balok perlindungannya.

Balok—rumah bertingkat dua itu, tidak pernah membiarkan semili pun cahaya masuk dari luar. Semua jendela ditempel oleh kain gelap. Ventilasi yang memungkinan akan ada cahayanya masuk, juga ditutup.

Kedua orang tuanya membangun beranda kamar di lantai duanya untuk dirinya, dia hanya bisa keluar saat malam hari. Gadis itu pun menjadi manusia malam.

Walau menjadi manusia malam, dia tidak pernah keluar pada malam hari. Kazumi terlalu takut dengan dunia luar. Mungkin karena ayahnya yang terlalu sayang yang membuat gadis dengan helaian honey itu menjadi anak rumahan.

Kazumi mempunyai seorang kakak laki-laki, namanya Ayumu. Pria itu juga terlalu sayang dengan adiknya, hingga membolos sekolah sudah seperti menelan batu——alias tidak bisa.

Ayumu anak yang rajin, walau ulangannya tidak pernah lulus dari KKM. Kalau kau melihat wajahnya, kau juga tidak akan heran. Tetapi, jangan salah, Ayumu ahli dalam ilmu perbintangan. Dia menjadi ahli pada awalnya hanya demi menghibur Kazumi, tapi entah sejak kapan dia sudah mulai menyukainya.

Itulah Ueda Ayumu, kakak laki-laki yang berbeda satu tahun dengan Ueda Kazumi.

Andai dia tidak terkena penyakit antiultraviolet ini, Kazumi sudah pasti akan bersekolah di tempat yang sama dengan kakaknya.

Apalah daya gadis remaja itu yang hanya bisa homeshooling untuk memenuhi kriteria seorang pelajar. Guru homeschoolingnya pun masih bersekolah. Salah satunya bernama———

"Hayashi-sensei! Selamat sore!" sapa Kazumi ketika ibunya menuntun seorang pemuda berambut hitam dengan matanya yang merah—yang cukup tidak biasa itu.

Pemuda itu adalah Hayashi Yasu, seorang mahasiswa dari Universitas Tokyo. Sudah dua tahun dia bersekolah di situ—sama seperti waktu pemuda itu mengajar Kazumi. Pemuda itu berasal dari Osaka dan karena dia tidak mau merepotkan orang tuanya, dia pun bekerja sampingan.

Dan disinilah pemuda itu sekarang. Pemuda yang tidak pernah menunjukkan senyumannya pada Kazumi. Jika kau tanya apa Kazumi menyukainya, jawabannya tidak. Gadis itu hanya kagum.

Kazumi tahu, gurunya itu sudah memiliki kekasih. Ia juga pernah melihat fotonya, setelah meminta—lebih tepatnya memaksa—untuk menunjukkan foto pacarnya. Jadi, jangan berpikir bahwa Kazumi menyukainya. Jangan pernah. Karena Hayashi Yasu tidak akan tinggal diam.

"Kazumi, tugas yang kuberikan apa ada yang tidak kau mengerti?" tanya Yasu seraya mengecek jawaban-jawaban yang ada di buku Kazumi. Gadis itu menyengir dan Yasu hanya mendengus. Walau terlihat jutek, cara mengajar Yasu mudah dipahami bahkan untuk ukuran otak dengan kapasitas terkecil pun.

"Kau masih ingat dengan lima serangkai yang kuberikan, kan?" Kazumi mengangguk. "Kalau begitu, panjang AC?"

"Akar dua," jawab Kazumi percaya diri.

"Panjang EC?"

"Akar tiga." Kazumi masih menjawab dengan percaya diri.

"Panjang titik H ke garis AC?"

Kazumi mulai bingung. Dia menjawab asal, "Setengah akar enam!"

"Kenapa kau keliatan bingung, jawabanmu benar, kok." Mungkin kalimat itu akan terlihat lembut, jika kalian tidak mendengar suaranya. Berbeda lagi jika Yasu yang mengatakannya. Perkataannya malah terdengar ketus.

Kazumi suka heran, apa senseinya ini tsundere atau tidak pernah berkata halus. Yang mana pun, status Yasu yang sudah tidak jomlo lagi tidak akan membuat pria itu harus dijuluki Cablos lagi.

Cablos? Cabe jomlo ngenes. Memangnya cabe bisa ngenes? Jomlo aja gak bisa.

Yasu menggambar sebuah kubus di buku yang sudah ia siapkan untuk coret-coretan. Dia berikan nama untuk setiap titik kubus itu, berurutan dari A sampai H. Kemudian, dia tarik garis dari titik A ke C, C ke H, dan H ke A. Jadilah sebuah segitiga. "Panjang dari titik F ke segitiga ACH?"

Kazumi membatin dalam hati. Dia hanya mengelus-elus dadanya. Entah gurunya yang lupa atau dia yang kelewat pelupa, soal yang dia tanyakan sepertinya baru dia ketahui di detik ke tujuh dari menit ke lima di jam lima sore pada hari Kamis di minggu pertama bulan Juli.

"Kau sudah lupa? Kemaren, kita sudah membahasnya, tahu. Ah, apa karena Haruo?"

Jleb!

Perkataan—tidak, pernyataan itu menohok hati Kazumi. Pasalnya, temannya Yasu yang bernama Yamasaki Haruo datang lagi, kemaren. Beberapa kali pemuda itu datang dan sesekali bersama adik kembarnya yang berstatus sebagai pacarnya Yasu.

"Aku sudah bilang, kan, Haruo itu anti dengan perempuan. Memang kalian sekarang dekat, tetapi dia sayangnya masih tertarik dengan seseorang." Yasu lagi-lagi menohok hati Kazumi. Benar-benar lelaki yang jujur. Idaman, kan?

"A-aku hanya kagum dengan Haruo-san!" elak gadis yang kini meminum air dari gelasnya dengan sekali teguk. Hasilnya, gadis itu tersedak.

Yasu menghela napas. "Perbaiki jawabanmu yang ini, aku mau menelepon dulu." Yasu bangkit dari bantal duduknya dan berjalan menjauh dari ruang keluarga itu. Kazumi mencoba membuka buku catatannya kemaren dan benar soal itu sudah dijelaskan oleh gurunya. Dia jadi merasa malu.

Yasu kembali dalam waktu kurang dari satu menit. Mungkin dia manusia yang memiliki rekor tercepat dalam menelepon, kecuali jika itu salah sambung. Perjalanan dari tempat Yasu ke tempat Kazumi, kira-kira 10 detik. Bolak-balik menjadi 20 detik. Dia juga harus mencari daftar kontak orang, kira-kira 5-10 detik. Menunggu yang dituju mengangkat, kira-kira 10 detik. Totalnya 45 detik, sisa 15 detik, itu pun Yasu sudah kembali kurang dari satu menit. Jadi, dalam waktu kurang lebih 15 detik, pria itu menelepon dan memutuskannya secara sepihak.

Bukan putus hubungan, maksudnya putus sambungan.

Kazumi ingin bertanya, tetapi terdahului oleh pertanyaan Yasu.

"Kau lihat catatan?"

Kazumi bungkam. Matanya mengedip-ngedip gelisah. Masalahnya, Yasu pasti akan menambah tugas Kazumi, jika dia menyontek.

"I-iya, aku minta maaf...." Kazumi akhirnya jujur, dia memang salah. Gurunya itu pasti akan tambah marah, jika dia berbohong.

"Sekarang, kita bahas sudut sin cos tan pada kubus." Yasu mulai menjelaskan materi itu.

- ж -

Dua jam akhirnya berhasil dilalui oleh Kazumi. Gadis itu langsung membanting tubuhnya ke belakang—sofa di belakangnya menyelamatkan kepalanya. Otaknya sudah lelah dijejalkan materi matematika. Semoga, besok pagi, Yamada Lain—guru bahasanya—tidak memarahinya lagi, seperti hari ini.

"Hayashi-sensei tidak pulang?" tanya Kazumi, ketika melihat Yasu masih duduk santai di tempatnya. Biasanya, pemuda penyuka produk sapi itu, akan langsung menghilang, saat Kazumi mengedipkan matanya.

Jangan salah paham, Hayashi Yasu hanyalah manusia biasa, dia tidak punya kekuatan supernatural. Yang dimaksudkan adalah Yasu selalu pulang cepat—secepat cahaya dari petir yang mau menyambar.

"Menunggu Haruo."

"HARUO-SAN?! Hayashi-sensei pasti sengaja memanggilnya, kan?!"

"Iya."

Pemuda itu tidak berpura-pura atau mengelak, seperti orang pada umumnya. Padahal orang-orang jelas akan berbohong, supaya sang korban tidak kabur atau marah. Ya, Yasu benar-benar membenci pembohong. Dibilang trauma, mungkin saja iya. Pemuda itu masih mengingat jelas wajah 'sang pengkhianat'.

Ting tong.

Suara bel rumah berbunyi. Kazumi panik sendiri, berlainan dengan Yasu yang sedang meminum air dengan santainya. Kazumi berniat sembunyi, tetapi perkataan Yasu membuatnya mematung.

"Aku tahu penyakitmu membuatmu susah untuk keluar dan mencari teman, tapi apa kau tahu, karena itulah pikiranmu sempit dan tidak berkembang. Kau juga selalu takut dengan apapun. Sesekali keluarlah saat matahari tenggelam."

Kazumi menurut. Perkataan Yasu memang agak menusuk, tetapi dia akui, dirinya terlalu takut untuk melihat dunia luar. Bayangan-bayangan menyenangkan yang ada di pikirannya, takutnya hanyalah sebuah ilusi. Dia takut jika dunia berbeda dari apa yang selama ini diceritakan oleh kakak atau ayahnya.

"Hayashi, ada apa?" Haruo sudah ada di belakang mereka. Yasu bangkit dan menepuk bahu Haruo.

"Kau bawa mobil, kan? Ajak dia setelah matahari terbenam—kira-kira setengah jam lagi. Aku pulang dulu." Yasu pergi begitu saja, menghiraukan raut Haruo yang tercengang.

Haruo mendengus dan menatap Kazumi. Tidak biasanya Yasu mau membantu seseorang. Haruo mau-tidak mau harus menurutinya. Pria itu mengambil tempat di sebelah Kazumi. Sedangkan Kazumi berpura-pura sedang mengerjakan tugas. Jangan ditanya bagaimana perasaan Kazumi sekarang.

"Kamu tidak apa-apa? Aku tahu, Hayashi yang meminta, tapi kalau kau terpaksa lebih baik ti—"

"Aku baik-baik saja, kok! Haruo-san tidak perlu cemas...," sela Kazumi. Gadis itu sampai menekan pulpennya di atas sang kertas yang mulai tidak sanggup lagi menahan beban. Padahal, sebelumnya dia merasa takut, tapi rasa itu sudah menghilang tanpa bekas.

"Baiklah kalau begitu, apa ada tempat yang ingin kau kunjungi?"

Mendengar itu, Kazumi bersemangat. Dia sampai melempar penanya, entah kemana. Gadis itu mengatakan semua tempat yang mau ia kunjungi. Dari yang ada di Jepang, hingga yang ada di luar Jepang. Bahkan mulai berbicara tentang alien dan planet lain. Haruo hanya bisa tersenyum kaku. Memangnya apa yang bisa dilakukan oleh laki-laki berusia 20 tahun yang hanya terlalu sayang dengan adiknya—yaitu Haruko?

Jangan sebut Haruo siscon. Dia hanya terlalu sayang. Ingat, keduanya berbeda.

"Satu-satu, Kazumi. Aku tidak bisa mengantarmu ke semua tempat sekaligus."

"Kalau begitu, aku ingin pergi ke ... game center!" seru Kazumi.

"Semalam ini?" Haruo pasti akan diceramahi oleh ayah-ibu-kakak Kazumi. Keluarga Ueda itu terlalu khawatiran.

Kazumi memanyunkan bibirnya. "Ya sudah, terserah Haruo-san saja." Kalimat legendaris itu pun dikeluarkan dari mulut gadis berusia 16 tahun itu. Kata 'terserah' yang sering kali membuat lelaki bingung, sampai mbah dukun pun tetap tidak bisa menemukan jawaban sesungguhnya.

Bertanya dengan mbah gugel pun yang muncul paling atas malah lagu Terserah milik Glenn Fredly. Scroll ke bawah lagi, malah ada Kedai Terserah. Sisanya lagi lirik lagu dan quotes tentang terserah. Kalau kalian tidak percaya, coba saja ketik kata 'terserah', kemudian enter.

Baiklah, cukup dengan kata terserah. Haruo yang mendengarnya tidak banyak protes, dia sudah ada ide mau pergi kemana. Pria itu pun membuka ponselnya—ketika ada getaran berasal dari saku celananya—dan membalas pesan dari adiknya itu.

Tidak lama kemudian, Kazumi mulai membuka suaranya. Namun, kali ini dengan nada pelan dan lambat. "Haruo-san, aku ... sebenarnya aku ... ——"

To be continued....

(08/03/19)

Note :

- Haruo-'san', penggunaan san dalam Jepang untuk menunjukkan kesopanan (bisa untuk yang lenih tua, atau yang seusia).

- sensei : sebutan untuk seseorang yang dihormati atau ahli dalam bidang 'tertentu', seperti guru, dokter, seniman, dll.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro