15. Tanpa Sungkan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Kau bisa melakukannya?!" tanya Brie. Wanita tua itu terlonjak sampai kaca mata yang bertengger di hidungnya hampir jatuh. 

Fiona secara yakin menjawab, "Tentu! Tapi sebelum itu, aku mau mencuci semua biji ini di sumur terlebih dahulu. Hmm ... oh, Seri! Tolong bantu aku, ya, siapkan sebuah panci besar untuk merebus!"

Seri sedikit terkejut. Ini pertama kalinya Fiona membutuhkan bantuannya. Padahal, semenjak menjadi rekan kerja, Seri menganggapnya sebagai teman baik. Akan tetapi, Fiona tak pernah berkata apa pun selama ini. Seri merasa kalau keinginannya untuk berteman hanya bertepuk sebelah tangan. Ki9ni, keraguannya sirna. Gadis itu tersenyum lebar seraya berkata, "Baiklah!"

Fiona pergi ke arah sumur melalui pintu belakang dapur. Lucas mengekor di belakangnya. Sudah lama sekali, Lucas tidak pergi ke area kastel sebelah sini. Para pekerja selalu melakukan bersih-bersih di sini, dan kedua tuan muda selalu dilarang untuk dekat-dekat, dengan alasan nanti bajunya bisa kotor atau terpeleset di lantai batu yang licin karena selalu basah.

Ada beberapa pelayan lain yang masih berkutat pada pekerjaan bersih-bersih mereka. Begitu Lucas memasuki area, seluruh pelayan berhenti. Lalu mereka berdiri menunduk, memberikan salam hormat secara serentak. "Salam hormat, Tuan Muda!"

Lucas mengangguk sejenak. "Teruskan saja pekerjaan kalian. Jangan hiraukan aku ataupun Fiona."

Para pelayan pun menurut, meski dalam hati mereka sanga bingung. Berbagai pertanyaan muncul di kepala masing-masing, tentang apa tujuan sang tuan muda mendatangi area paling basah dan kotor di kastel.

Fiona meletakkan keranjang berisi biji-bijian pangium di dekat sumur, lalu ia mengambil tiga ember kayu berbeda dan meletakkannya berdekatan dengan keranjang. Setelah itu, Fiona bersiap mengambil air dari dalam sumur.

Gadis itu tengah menurunkan ember yang tergantung pada katrol, ketika tuan mudanya mencegah tindakannya. "Biar aku saja!" seru Lucas.

"Hah?" Fiona memandang heran pada majikannya itu. "Anda, Tuan? Anda 'kan, majikan saya! Biar saya yang---"

Tanpa menunggu Fiona menyelesaikan kalimatnya, Lucas telah mengambil alih tali katrol dalam genggaman Fiona, lalu menimba air sendiri. "Ini menyangkut masa depanku, jadi sudah seharusnya aku yang bekerja keras, bukan kamu."

"Oh, baiklah," sahut Fiona cepat, tanpa mempertimbangkan apa pun lagi. Gadis itu malah menambah beban Lucas. "Aku butuh tiga ember, ya, Tuan. Cepat."

Fiona yang meminta, para pelayan lain yang di sekitar mereka yang menahan napas. Seumur-umur, tak satu pun dari mereka berani meminta majikannya melakukan pekerjaan seperti yang Fiona lakukan. Jangankan meminta, seharusnya Fiona merasa sungkan ketika Lucas menawarkan bantuan. Ini malah sebaliknya.

Tak hanya para pelayan, Lucas pun ikut terkejut dibuatnya oleh permintaan Fiona. Namun, tampaknya gadis itu tak menyadari kesalahannya. Ia malah asyik memilah biji-biji dalam keranjang, mana yang masih dalam keadaan baik dan mana yang sudah berlubang. Melihat Fiona yang begitu cuek, spontan Lucas tertawa.

"Ada apa, Tuan?" tanya Fiona sembari menoleh pada majikannya yang tiba-tiba tertawa. Lucas menggeleng. Seraya melanjutkan penimbaan air, Lucas berkata, "Tidak ada apa-apa."

"Hmmm?" Fiona bingung, tetapi ia tak mau ambil pusing. Ia kembali fokus pada pekerjaannya. Dari ratusan biji kluwek yang dibawanya pulang, ada sekitar belasan yang sudah berlubang. Fiona menyingkirkan biji-biji yang sudah cacat ke tempat sampah.

"Kenapa dibuang?" tanya Lucas, sembari mengangkut ember air ketiga di tangan.

"Oh, itu yang sudah berlubang. Diproses pun percuma karena isinya sudah tercemar. Jadi rasanya akan tetap tidak enak kalau dimakan," terang Fiona.

"Kita akan makan biji-bijian ini?!" tanya Lucas kaget. Baru sekarang ini ia mendengar kalau Fiona hendak mengolah biji-bijian beracun pangium ini untuk bahan makanan.

"Iya. Tenang saja. Sudah kukatakan, aku akan mengolahnya supaya jadi tidak beracun!" seru Fiona.

***

"Ah, apa yang dilakukan Tuan Lucas di sana?" tanya seorang prajurit yang hendak mengambil kuda di kandang yang letaknya berdekatan degan area sumur belakang. Ia menunjuk ke arah Lucas yang sedang menimba air. Prajurit itu sampai memicingkan mata, memastikan apa yang dia lihat. Ia tidak mungkin salah. Tidak ada orang yang badannya sebesar itu di kastel Abbott selain Lucas Foxton.

"Tuan Lucas melakukan pekerjaan pelayan?!" tanya si prajurit kedua. Putra sulung keluarga Foxton tersebut memang terlihat tengah berjongkok dan mencuci sesuatu dengan ember-ember berisi air. "Apa kita harus memberi tindakan, Tuan Linden?"

Si prajurit bertanya pada Linden yang secara kebetulan ikut ke area kandang, hendak mengambil sendiri kuda miliknya. Sama seperti si prajurit tadi, Linden memicingkan mata, dan mendapati kakaknya sedang berkutat di area sumur. Lalu, sudah lama Linden tak melihat Lucas tertawa seperti sekarang ini.

"Pekerjaan pelayan seperti itu akan merusak nama baik keluarga Foxton! Kita harus menghukum siapa pun yang membiarkan Tuan Lucas melakukan hal seperti itu!" usul sang prajurit. 

Namun, Linden mengibaskan tangan, lalu naik ke atas kudanya yang telah disiapkan oleh si penjaga kuda. "Biarkan saja. Dan jangan laporkan ini pada ayahku. Mengerti, kalian?"

Linden bersikap tak peduli. Sang prajurit pun protes p[asa keputusannya. "Tapi, Tuan Muda---"

"Kau tidak mendengarku? Jangan campuri urusan kakakku. Lebih baik kita fokus pada tugas kita sendiri," sahut Linden tegas, bahkan sebelum prajuritnya selesai bicara.

"Siap, Tuan!"

Linden dan kedua prajuritnya pun meninggalkan area belakang kastel. Linden melihat Lucas sekali lagi dari atas kudanya. Ia baru menyadari, si pelayan yang dekat dengan Lucas itu pun ada di sana. Linden tersenyum tipis, lalu mempercepat laju kudanya hingga sang kakak menghilang dari pandangan.

***

"Fiona, untuk membersihkan biji kluwek dari racunnya, pertama-tama harus kamu cuci dulu sampai bersih. Lalu, direbus yang lama."

Suara sang ibu terngiang di telinga Fiona, setelah bertahun-tahun lamanya mereka dipisahkan oleh maut. Dahulu, ibunya sering sekali menjual biji kluwek yang telah dijadikan bubuk ke pasar atau tetangga sekitar. Rawon adalah masakan khas Jawa Timur yang sangat populer. Setiap harinya ada saja yang mengonsumsi sup daging berkuah hitam tersebut. Meski memiliki senyawa racun sianida yang tinggi, kluwek tetap merupakan salah satu komoditi penting di sana.

Fiona benar-benar tidak menyangka, akan berurusan dengan biji ini lagi setelah sekian lama. Padahal, waktu dulu diajari, dia agak malas-malasan mendengarkannya. Fiona berpikir, toh dia tidak akan menjadi penjual biji kluwek. Ia bercita-cita bekerja di kota besar setelah lulus kuliah. Takdir berkata lain sekarang. Ingatannya akan cara mengolah biji kluwek yang dapat menyelamatkan nasibnya saat ini.

Setelah tiga ember air siap, Fiona mencuci seluruh biji kluwek yang ia temukan satu demi satu. Ada yang masih dilumuri tanah, ada pula yang masih ditempeli oleh daging buahnya yang berwarna kuning. Secara telaten, Fiona meneliti satu per satu agar tak ada kotoran yang terlewat. Setiap bijinya melewati bilasan air sebanyak tiga kali dari tiga ember berbeda. 

Sebenarnya, lebih cepat kalau dibasuh menggunakan air yang mengalir. Akan tetapi, di sini tidak ada keran. Fiona memikirkan cara agar ia bisa mencuci seluruh biji ini di lahan saja karena di sana ada sungai. 

Mungkin lain kali, pengolahan biji ini bisa dilakukan langsung di lahan saja agar lebih cepat. Di sana kan, ada sungai. Yang dibawa pulang adalah hasil jadinya saja. Tapi, aku perlu jaring dan kompor. Aku tidak tahu apakah jaring ikan sudah ada di dunia ini. Kalaupun belum, aku bisa membuatnya sendiri dari kain yang dilubangi kecil-kecil. Tapi, bagaimana dengan kompor? Di sini 'kan, belum ada kompor gas portabel. Apa aku harus bikin api unggun untuk merebus biji-biji ini? 

"Fiona," panggil Lucas. Pelayannya itu langsung tersentak dari lamunannya. "Iya, Tuan?"

"Sini, biar aku yang mengerjakan. Ajari aku caranya." Lucas mengambil alih keranjang berisi biji-bijian yang tersisa. Tanpa sungkan, Fiona membiarkan Lucas duduk di bangku jongkok dari kayu yang ada di sebelah Fiona. Lelaki itu menahan lemak di perutnya agar tak terlalu sesak saat duduk seperti itu. 

Kemudian, Fiona memberi instruksi. "Ini dicuci yang bersih, Tuan. Pakai ujung jempolmu untuk meraba setiap bijinya, pastikan tidak ada kotoran lagi yang menempel setelah dibilas. Aduh, itu masih kotor! Tuan yakin bisa melakukannya?"

Lucas menoleh heran pada pelayannya itu, lalu memandangnya keki. "Sabar! Aku belum pernah melakukan cuci-mencuci seperti ini!"

"Makanya sekarang kuajari. Ayo, yang benar!"

Perdebatan antara pelayan dan majikannya itu mengundang kebingungan di antara para pekerja rumah tangga lainnya di sana, sekaligus tawa kecil dari mereka. Belum pernah mereka melihat Lucas Foxton yang seperti itu.

***

Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby dengan harga hanya Rp. 1000/bab! Di sana sudah TAMAT + 1 Extra ch yang tidak ada di Wattpad! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro