28. Bagi Hasil

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Apakah di sini, tempat yang dimaksud?" ucap Lucas, seraya memandangi peta di tangan.

"Sepertinya begitu. Lihat, namanya sama." Fiona menunjuk bagian atas bangunan yang sedang didatangi olehnya dan Lucas. Nama "Kedai dan Bar Grotto" terukir di papan kayu, selain gambar gelas besar dan piring nasi. Nama yang sama seperti tertulis di bagian bawah peta.

Sejak pagi tadi, Fiona mendatangi Lucas di kamarnya untuk membicarakan peta yang diberikan Linden. Lucas sampai menganga tak percaya.

"Linden yang memberikan peta tersebut?" tanya Lucas mengonfirmasi.

"Benar. Tuan Linden mendatangiku kemarin malam dan memberitahu mengenai kedai ini!" seru Fiona.

"Linden membantu kita?"

Fiona mengangguk. "Meski dia sendiri tak mau mengakuinya, tapi dengan begini sudah jelas, Tuan Linden tidak membenci Anda."

Mendengar hal itu, Lucas tersenyum semringah. Fiona membuka gulungan kertas tersebut di hadapan Lucas. "Lihat, tempatnya sangat strategis!"

Maka dari itu, kini mereka sedang berada di depan tempat yang tertera di peta. Sebuah bangunan kayu dengan dua pintu sayap yang berdecit tiap kali ada yang membuka. Kayunya tampak telah kusam dimakan waktu.

Fiona memandang ke sekitar jalanan di depan kedai tersebut. Memang, tempat ini terlihat bukan sebagai tujuan utama orang-orang yang berlalu lalang di gang ini. Kebanyakan dari mereka melewatinya begitu saja, dan pergi menuju restoran atau toko-toko lain yang letaknya masih berada di gang yang sama. Padahal, kedai tersebut berada di tempat yang strategis, tetapi tidak dilirik calon pengunjung sama sekali.

Fiona dan Lucas memutuskan untuk masuk. Ada sepuluh meja bundar kayu, masing-masing memiliki empat kursi. Di sisi kanan ruangan terdapat meja bar panjang dan kursi-kursi tinggi untuk pengunjung minum langsung di depan bartender.

Di sepanjang tembok hanya ada dekorasi-dekorasi kain karpet usang dengan warna tua dengan pencahayaan lilin temaram. Terkesan gelap, padahal di luar matahari bersinar terik.

"Tidak ada orang di sini ... ." gumam Fiona. Ini jelas aneh sekali. Di luar terpampang jam buka yakni dari pukul tujuh pagi sampai dua belas malam. Akan tetapi saat ini tidak ada satu pun karyawan kedai yang terlihat bekerja.

"Permisi!" Lucas mencoba berteriak. Tak ada yang menyahut. Pemuda itu menoleh ke arah Fiona dan mengangkat kedua bahunya.

Fiona berkeliling sejenak. Tak lama, gadis itu menemukan sebuah pintu di sudut ruangan. Ia berinisiatif untuk mengetuk. "Permisi! Ada orang di dalam?"

"Hngghh!"

Fiona sedikit terlonjak. Ia bergidik ngeri, lalu berlari ke belakang punggung Lucas. 

"Ada apa?" tanya Lucas heran. 

Fiona menunjuk ke arah pintu. "Ada suara dari dalam! Tuan saja yang ke sana!"

Giliran Lucas yang berjalan ke arah pintu. Ia mengetuk sekali lagi. "Permisi! Apa pemilik kedai ini ada di dalam?"

" ... barnya belum buka sampai nanti malam ... ."

Suara sayup-sayup milik seorang pria terdengar. Lucas menoleh ke arah Fiona, mengulang apa yang dikatakan suara tersebut.

"Tapi seharusnya bagian kedainya sudah buka!" tandas Fiona. 

Lucas beralih lagi pada pintu tersebut. "Kami ingin membicarakan soal kedainya, Pak! Bukan bar!"

Tiba-tiba, terdengar suara decit pintu terbuka, menampilkan kepala pria tua beruban dengan perut buncit. Matanya setengah mengantuk, saat melihat Lucas di hadapannya.

"Ada apa ...?! Sudah kubilang, bukan, bar masih dibuka nanti malam! Mengganggu orang tidur saja!"

Fiona maju ke sebelah Lucas, ikut angkat bicara. "Tapi, Pak, kami ingin melihat-lihat kedainya, bukan bar!"

Dengan langkah gontai, sang pemilik kedai keluar dari ruangannya. Sambil masih mengucek-ngucek mata, ia bertanya, "Ada perlu apa dengan kedaiku ...? Memangnya kalian siapa ... hoahmm ... ."

Lucas menekan kepalan tangan kanannya ke dada sebagai selam penghormatan di Kerajaan Navarre. Kemudian, ia menunjukkan bros emas dengan simbol rubah tersemat di dada kiri. "Namaku Lucas Foxton. Aku datang ingin membicarakan satu bisnis dengan Anda."

"Oh ... Lucas Foxton ... ." Grotto menggaruk-garuk lehernya. "Dari mana ya aku pernah dengar ... Lucas Fox--- Oh!"

Kedua mata Grotto langsung terbelalak, dibuka secara paksa. Tidak mungkin ada warga yang tak mengenal nama Foxton. Ia langsung bersimpuh memohon ampun. "Maafkan saya, Tuan, karena tidak langsung mengenali Anda!"

"Sudah, tak apa-apa. Bangunlah," ucap Lucas. Fiona mengikik di belakang. Nama Foxton memang pasti dikenali oleh para warga. Namun, berat badan Lucas sekarang 83 kilogram. Perutnya sudah tampak lebih ramping. Untuk orang yang jarang bertemu dengan pemuda tersebut pasti tidak akan mengenalinya dalam sekali lihat.

Grotto bangkit dan segera memasang muka ceria untuk menyambut Lucas. Sang putra sulung Duke itu memang hanya datang berdua dengan Fiona saja, mengenakan kemeja putih biasa tanpa jas. Selain bentuk badan yang telah berubah, Lucas memang sedang tidak mengenakan atribut kebangsawanan apa pun, kecuali bros emasnya yang kecil itu. Saat ditanya oleh Fiona sebelum berangkat, Lucas hanya menjawab, "Aku tidak ingin orang bertanya-tanya alasanku pergi ke pertokoan kelas menengah."

"Ada apakah Tuan datang ke bar saya yang reyot ini?" tanya Grotto. Lucas menoleh ke arah Fiona sejenak, lalu berpaling pada Grotto lagi. "Kami bukan datang untuk barmu!"

"Benar, Pak ... Grotto?" tanya Fiona memastikan nama sang pemilik. "Kami ingin menyewa kedaimu. Kami dengar, Anda sudah lama tidak menggunakan kedai Anda ini untuk berjualan."

"Kedai saya?" Grotto memandang ke sekeliling, lalu beralih pada Fiona dengan tatapan kebingungan. "Kedai saya yang ini? Tapi Anda lihat sendiri kalau ini bangunan lama yang bisa roboh kapan saja! Aku justru berencana akan menjadikan area ini sebagai gudang dan menyisakan barnya saja."

"Tapi, kenapa, Paman? Kedai ini masih terlihat baik, meski memang beberapa bagian harus direnovasi." sahut Fiona.

Grotto menggeleng. "Saingan kedai ini banyak, Nona!" 

"Panggil aku Fiona saja."

"Baiklah, Fiona." Grotto meralat panggilannya, lalu melanjutkan. "Ada restoran-restoran baru muncul setiap minggunya. Mereka bisa menyajikan makanan yang lebih baik dengan tempat yang lebih apik."

"Kenapa kau tidak mengikuti cara itu?" tanya Fiona lagi. 

Grotto pun mendengkus. "Butuh modal besar untuk itu, sementara setiap hari jumlah pengunjung terus berkurang!"

Fiona menoleh pada Lucas dan tersenyum penuh arti. Lucas pun memahami apa maksudnya dan mengangguk. Pemuda itu menepuk bahu Grotto. "Untuk itulah alasan kami datang kemari, Paman."

"Maksud Tuan, Anda ingin menyewa kedai saya ini? Per bulannya?" tanya Grotto tak percaya seraya menutup mulutnya dengan sebelah tangan. 

Lucas menggeleng. "Bukan sewa per bulan. Kami akan menawarkan sesuatu yang lain."

"Apa itu?"

Fiona membuka sebuah gulungan kertas di atas meja. Grotto membacanya dengan saksama. Gadis itu menjelaskan, "Ketimbang sewa per bulan, kami ingin menawarkan sistem bagi hasil dengan Paman."

"Bagi hasil?"

"Pertama, kami akan memperbaiki tempat ini sedikit demi sedikit. Mungkin memberinya hiasan dan melebarkan jendela." Fiona menunjuk pada bagian dinding kayu dan kusen jendela di sebelah pintu. 

Lucas menunjuk ke atas kertas, yang tertulis poin-poin perjanjian untuk masa depan "Kedai dan Bar Grotto" selanjutnya. "Kami ingin menjual menu andalan kami. Lalu Anda, Pak Grotto, akan bekerja sebagai koki utama dari masakan tersebut di kedai ini."

***

Baca lebih cepat di Karyakarsa.com/ryby dengan harga hanya Rp. 1000/bab! Di sana sudah TAMAT + 1 Extra ch yang tidak ada di Wattpad! Tanpa download, tanpa apk, tanpa jeda iklan, dan babnya lebih cepat tayang!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro