E m p a t B e l a s

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kejutan Takdir — 14

Perubahan itu pasti. Yang terpenting ialah bagaimana cara kita beradaptasi.

┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈

Seperlima bagian dari keseluruhan mahasiswi arsitektur kelas reguler saat ini tengah berada di salah satu pusat perbelanjaan. Mereka berniat mencari suasana baru, setelah hampir seminggu disuguhi berbagai tugas sketsa. Seperlima mahasiswi dari total keseluruhan 20 mahasiswi kelas reguler itu tergabung ke dalam suatu geng bernama The Talking Girl.

Sesuai namanya, The Talking Girl adalah lambe turahnya mahasiswa-mahasiswi prodi arsitektur. Berbagai gosip lama yang dikuak kembali, hingga gosip terbaru selalu dapat mereka peroleh informasinya. Oleh karena itu, tak jarang mereka didekati oleh para mahasiswi kurang update lainnya yang penasaran akan sesuatu hal.

The Talking Girl terdiri dari Sasa, Rania, Vanya, dan Niken. Sasa, si centil dengan rambut berwarna maroon. Rania, si cerewet. Vanya, si tukang ngomel. Jangan lupakan, Niken si pintar yang suka bergosip.

Sudah hampir seminggu disuguhi tugas, maka selama seminggu pula mereka tidak sempat mencari gosip terbaru untuk mereka angkat. Namun sepertinya, niat mereka yang ingin refreshing di pusat perbelanjaan itu membawa berkah juga bagi perkembangan gosip mereka.

“Eh, itu bukannya Bhara, ya?” Vanya bersuara, sembari telunjuknya diarahkan kepada seorang lelaki yang tak jauh dari keberadaan mereka.

Niken yang lupa membawa kacamata, memicingkan matanya, berusaha memastikan apa yang dikatakan oleh Vanya.

“Eh, iya, itu Bhara. Tapi, sama siapa, ya, dia?” tanya Rania.

Sasa yang berdiri di sebelahnya, tengah menggulung rambut panjangnya dengan jemarinya. “Palingan sama Vien.”

“Tapi, kayaknya itu bukan Vien, deh,” ujar Niken, yang sedikit demi sedikit mendapatkan penglihatan jelasnya. “Vien kan gak setinggi itu,” lanjutnya memberi opini.

Rania mengangguk. “Badan cewek itu juga kayaknya lebih berisi dibanding Vien. Gak mungkin, kan, kalau Vien secepat itu gemuknya?”

“Tapi, kalau bukan sama Vien, sama siapa, dong? Kan, Bhara dekatnya sama Vien doang.”

“Ah, itu ceweknya balik badan,” ujar Sasa, sebelum akhirnya gadis itu melototkan matanya.

“Dia 'kan ....”

🌺🌺🌺

Vien menarik kursi tepat di sebelah Dara, temannya yang sudah lama tidak bersamanya. Jadwal kuliah diundur 30 menit, sehingga baik Vien dan Dara memilih tetap tinggal di kampus.

“Dar, udah lama banget kita gak bareng,” ujar Vien, yang membuat Dara menegakkan tubuhnya.

“Eh, iya, Vien. Maaf, ya, kamu kesepian?”

Vien mengangguk. Jelas, ia kesepian. Apalagi, Dara meninggalkannya setelah Bhara tidak bersamanya. Ah, double kill.

“Emangnya, kamu ngapain aja beberapa minggu ini?” tanya Vien.

“Aku latihan dance, Vien. Sebentar lagi, aku ada lomba.” Dara berbicara, namun pandangannya seolah tidak sejalan. Entahlah, namun, rasa-rasanya, Dara berbohong. Tatapan gadis itu tidak bisa terdiam di satu titik, membuat Vien ragu. Apa gadis itu benar-benar menghabiskan beberapa minggu ini untuk sekadar latihan? Atau, ada hal lain, yang membuat Dara jarang bersamanya?

Vien menggelengkan kepalanya. Sudah berapa kali ia berprasangka buruk terhadap orang? Ini semua, semenjak Bhara yang menjauhinya.

Ah, ia tidak boleh begini. Mamanya selalu mengingatkannya untuk tidak boleh berprasangka buruk kepada orang lain.

“Dar, Bhara menjauh dari aku.” Cerita Vien kemudian disambut oleh pertanyaan demi pertanyaan dari Dara. Gadis itu sedikit terkejut, ketika mendengar cerita Vien. Bhara menjauhi gadis itu? Bagaimana bisa?

“Bhara lagi sibuk kali, Vien. Ya, biasalah, namanya juga anak kuliahan.”

Vien mendengus. “Tapi, gak biasanya kayak gini, Dar.”

Dara tersenyum, kemudian gadis itu memposisikan duduknya berusaha mencari posisi ternyaman, sebelum ia melantunkan sebaris kalimat. “Namanya juga manusia, pasti berubah, Vien.”

“Mau tidak mau, suka tidak suka, kita mesti ikhlas akan yang namanya perubahan. Mungkin, Bhara tengah berada di fase, dia lagi butuh waktu untuk sendiri. Atau, mungkin, dia lagi berada di fase, dia pengen fokus kuliah. Kita gak ada yang tahu, Vien. Saran aku, beri Bhara sedikit ruang. Karena, kalau dia memang ditakdirkan untuk selalu sama kamu, maka mau bermiliaran rintangan di depan pun, kalian bakalan tetap dipersatukan.”

Vien dibuat diam, tak berkutik. Dara benar. Mungkin, Bhara memang butuh waktu untuk sendiri, untuk dirinya sendiri. Vien, memang tidak boleh egois.

Akan tetapi, berhubungan dengan ucapan Dara, bagaimana jika suatu saat nanti, gadis itu yang akan berubah? Mungkin, berubah menjadi ... mengkhianatinya?

🌺🌺🌺

Vien melangkahkan kakinya keluar kelas, sendirian. Hari ini, Vai tidak masuk kuliah, dikarenakan sedang sakit. Rencananya, Vien ingin menjenguk lelaki itu bersama Dara. Namun, lagi-lagi, Dara tidak bisa menemaninya. Gadis itu berkata bahwa ia harus latihan dance, lagi.

Vien hanya bisa menghela napasnya pasrah, ketika ia harus merasakan kesepian lagi. Tanpa Bhara. Tanpa Vai. Tanpa Dara.

Vien melangkahkan kakinya menuju parkiran, mengambil motornya yang sedari tadi terpulas di parkiran luas itu. Kebetulan, hari ini ia membawa motor sendiri. Papanya sedang tidak berada di rumah, sehingga ia bebas berkendara, tanpa larangan.

Tujuan Vien sekarang ialah ke rumah Vai, menjenguk lelaki itu. Sepertinya, Vien harus pergi ke toko buah terlebih dahulu untuk membelikan lelaki itu buah.

“Eh, eh, kalian mau tau, gak? Ada berita hangat, yang tentunya, bikin kalian pada kepo.”

Vien yang hendak memasangkan helm ke kepalanya, mendengus. The Talking Girl kembali beraksi dengan berita gosipnya, setelah sekian lama mereka tidak bersua akibat tugas.

“Tentang apa, Sa?“ Suara Rere terdengar, menanyakan hal yang bagi Vien itu tidak penting. Untuk apa The Talking Girl itu menggosipkan berbagai berita yang bahkan itu masih tidak jelas kebenarannya. Buang-buang waktu saja.

Vien sudah memakai helm di atas kepalanya, gadis itu naik ke atas motornya, dan hendak menyalakan mesin motornya. Namun, ucapan Sasa setelahnya membuat Vien memberhentikan aksinya.

“Tentang Bhara, Re.”

Vien terdiam. Apa yang dikatakan Sasa tadi? Perihal Bhara? Ada apa dengan Bhara?

Vien segera menoleh ke belakang, Sasa dan Rere, serta beberapa gadis lainnya yang tengah berbincang itu benar-benar menarik perhatian Vien.

Vien menghadap ke depan kembali, berpura-pura tidak melihat ke arah mereka, namun diam-diam menaruh kuping untuk mendengarkan perbincangan mereka.

“Bhara? Yang deket sama Vien, anak kelas kita?” Itu suara Sofia.

“Iya, Bhasvara Aristide, anak teknik kimia. Jadi, gini, loh, kemarin aku sama The Talking Girl itu pergi ke mall. Trus, gak sengaja kami itu ngelihat Bhara. Dan, kalian mau tau, gak?”

“Apa apa?”

“Bhara ke mall bareng cewek.”

Deg. Vien terpaku pada sebaris kalimat itu. Bhara pergi ke mall bersama seorang perempuan?

“Parahnya, cewek itu bukan Vien, seperti yang kita ketahui dekat sama Bhara. Tapi, dia perginya sama ...” Sasa sengaja menggantung kalimatnya, membuat Vien semakin penasaran.

Siapa gadis yang pergi bersama Bhara?

Apa itu Dara? Lagi-lagi, nama itu yang terlintas di pikiran Vien. Apa ia terlalu berprasangka buruk akan Dara? Atau, justru, prasangka itu benar?

🌺🌺🌺

Suara ketukan pintu terdengar begitu menggema di sebuah ruangan yang tidak luas itu. Seorang lelaki yang kini tengah bergelung di dalam selimut, mempersilakan si pengetuk pintu untuk masuk saja ke kamarnya.

“Masuk aja, pintunya gak dikunci,” ujar Vai, dengan nada yang lirih, khas orang sakit.

Mata Vai yang masih terpejam, seolah enggan terbuka. Rasanya, begitu sulit untuk membuka kelopak matanya terbuka melihat keberadaan orang yang masuk ke dalam kamarnya.

“Vai,” panggil gadis yang baru masuk ke kamar Vai lembut. Vai yang sudah hafal dengan suara itu, sontak membuka matanya.

“Vien?” kejut Vai ketika mendapati Vien ada di kamarnya sekarang. “Kok kamu ada di sini?”

“Vai ...,” ujar Vien yang terdengar lirih, mengabaikan pertanyaan Vai. “Vai, aku udah tau, Vai.”

Vai yang masih dalam posisi baring, segera bangkit, dan memposisikan dirinya untuk duduk dengan bersandar pada sebuah bantal. “Ada apa, Vien? Kamu udah tahu apa?”

Vien menundukkan kepalanya, sedetik kemudian air matanya turun setetes. “Bhara dekat sama Dara.”




DUARR!!

Bhara dekat sama Dara?! 🙃

Gimana ceritanya?

Eh, tapi, bener, gak? Apa Vien cuma termakan gosip dari Sasa and the geng? 😶

Nantikan jawabannya di part-part selanjutnya, ya.🤫

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro