Bab.4a

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Devian menatap layar ponselnya dengan muram. Seraut wajah cantik yang terpampang di sana membuatnya geram. Selalu saja seperti ini, ia merasa tidak berdaya menghadapi wanita ini. Hubungan mereka selama beberapa tahun ini, tidak pernah mudah dan membuatnya serba salah.

Terbayang dalam ingatannya saat minggu lalu ia membawa Clarissa yang ia pikir Clara, untuk bertemu Vivian. Entah apa yang mendasarinya melakukan itu. Jujur saja, ia hanya ingin tahu reaksi Vivian dan benar saja, wanita itu mencibirnya.

"Dia hanya gadis lugu dan kutaksir usianya tak lebih dari delapan belas tahun."

"Dua puluh empat," koreksinya cepat.

Vivian hanya tertawa. "Nggak kelihatan, tuh. Nikmati aja, Dev. Hitung-hitung saat break dari aku, ada mainan baru untukmu."

"Sial!" runtuk Devian dalam hati.

Dibandingkan dengan Vivian, memang gadis yang dibawanya terlihat jauh lebih sederhana. Tetap saja, rasanya menyakitkan melihat mantan kekasihnya, menertawakan gadis yang dijodohkan dengannya.

Jika bukan karena Kakek, mana sudi aku melakukan ini.

Mendesah resah, ia meletakkan ponsel di atas meja dan kembali memandang dokumen yang menumpuk di atas mejanya. Wanita yang ia cintai membuatnya jatuh bangun tak berdaya sementara itu ia dipaksa harus menikahi wanita lain. Jika dipikir, gadis yang dijodohkan untuknya tidak jelek amat hanya terlalu lugu. Entah beneran lugu atau dibuat-buat.

Aku harus segera menuntaskan masalah perjodohan gila ini, pikir Devian dengan muram.

Terdengar ketukan pelan dari luar, tak lama muncul sosok Sena. Devian mendongak dan melihat sekretarisnya mengulurkan satu map padanya.

"Pak, ini beberapa dokumen mengenai kerja sama dengan PT. Mitra Karya."

Devian mengambil map dan membukanya, membaca informasi yang tertulis.

"PT.Mitra Karya ini direkturnya Bu Dewanita, mereka kerja sama dengan kita untuk pengadaan bahan sintetis? Betul begitu?" tanya Devian yang diberi anggukan setuju oleh Sena.

Jadi begitu? Perjodohan ini selain karena wasiat juga karena kerja sama bisnis?Hebatnya lagi mereka memberiku umpan gadis lugu.

Setelah berpikir sejenak, Devian mengangkat wajah dan berbicara pada sekretarisnya.

"Sena, malam ini ada pertemuan dengan Pak Puja dari PT. Angkasa?"

"Betul, Pak. Pertemuan di kantor ini."

Devian meletakan dokumen di tangannya, jarinya yang panjang mengetuk-ngetuk meja.

"Jangan di sini, tolong atur ulang jam delapan malam di restoran Oasis. Tolong bilang sama Pak Puja saya ingin menjamunya."

Sena mengangguk, melangkah meninggalkan ruangan.

Sepeninggal Sekretarisnya, Devian meraih ponsel dan memencet tombol pertama. Keningnya makin lama makin berkerut ketika tahu nomor yang ia hubungi tidak aktif. Dengan kesal ia mengirim pesan lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.

***

Pelajaran usai, bel berdentang menandakan waktu pulang tiba. Seketika terdengar suara hiruk pikuk memecah kesunyian. Gelak tawa dan jeritan, bergaung riuh dari kelas ke kelas.

Clarissa merapikan buku, memasukkan dalam tas lalu mengambil ponsel. Setelah mengaktifkan, ada satu pesan masuk yang membuatnya jengkel.

Nanti malam jam 7 aku jemput, penting!

Clarissa mendengkus kesal. Terus terang merasa bingung dengan Devian. Kenapa laki-laki itu selalu menyuruhnya mematuhi perintah. Emang dia siapa? Pembantunya? Diliputi perasaan geram Clarissa mengirim pesan balasan.

Malam ini nggak bisa, belajar untuk ujian.

Bukan pesan balasan yang diterima Clarissa melainnya dering ponsel yang membuatnya berjengit kaget. Matanya celingak-celinguk untuk memastikan kelas sudah sepi. Dia melirik Erika yang asyik dengan ponselnya. Setelah merasa amaan, ia mulai bicara.

"Hallo?"

"Clara, jangan coba-coba menolak ajakan aku atau mamamu akan tahu masalah ini."

Belum sempat Clarissa melontarkan sanggahan pembicaraan sudah ditutup. Ia memandang ponsel di tangannya dengan bingung. Merasa frustrasi dan benar-benar kesal. Tangannya menarik tas dari atas meja dan meletakkannya di bahu kanan. Melangkah gontai meninggalkan bangkunya.

"Clay, mau kemana lo? Kagak mau ikut makan?" Erika bertanya heran saat melihat Clarissa berjalan lesu melewatinya.

"Kagak, gue ada les. Bye!" Tanpa menunggu jawaban Erika, Clarissa melesat menuju pintu gerbang. Ia harus cepat-cepat sampai tempat les. Banyak yang harus dia kerjakan sebelum waktu pertemuan dengan Devian tiba.

Les, mengerjakan pr, mengerjakan soal-soal latihan begitu tersadar sudah jam enam sore. Ia buru-buru ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Clarissa tidak tahu acara apa yang akan dia hadiri bersama Devian. Setelah bingung memilih pakaian dia akhirnya mengenakan dress terusan putih selutut tanpa lengan. Untuk menutupi pundaknya malam ini dia membawa syal biru senada dengan tasnya. Ia memulas wajah dengan make-up agak terang, untuk menghilangkan kusam dan kusut karena terlalu banyak membaca buku.

Saat mendengar suara mobil berhenti di gerbang, dengan sedikit tertatih karena sepatu hak tinggi yang ia pakai, Clarissa menghampiri Devian. Bisa ia lihat, mata Devian melebar saat melihat penampilannya tapi dia berusahan tidak peduli. Dengan tenang duduk di samping laki-laki itu dan memakai sabuk pengaman.

"Kamu nggak tanya kita akan kemana?" Setelah berdiam diri cukup lama suara Devian mengagetkan Clarissa dari lamunannya.

"Buat apa, Kak. Biasanya Kakak juga nggak pernah ngasih tahu, kita mau ke mana. Aku mah ngikut aja,"sahut Clarissa lirih.

Devian tidak menjawab, melirik sekilas ke arah gadis yang kini mengarahkan pandangan ke jalanan. Dia sendiri fokus mengendarai mobil menembus padatnya lalu lintas. Jujur saja, ia sempat kaget dengan penampilan Clarissa. Entah kenapa terlihat yang sedikit menor dari seharusnya. Tapi, ia memilih untuk menutup mulut.

Mobil melaju mulus, tak sampai satu jam sudah tiba di tempat tujuan.

Clarissa ternganga di tempatnya duduk, saat mobil memasuki hotel bintang lima. Dengan cemas ia bertanya-tanya dalam hati, tujuan Devian membawanya kemari. Diam-diam ia melirik laki-laki yang terlihat tampan dengan kemeja merah marun dipadu rompi hitam, di sampingnya.

"Bengong, ayo, turun!"

"Kita ngapian ke hotel, Kak?" tanyanya gugup.

"Chek-in tentu saja, emang mau ngapain?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro