BAB 16: Tessa

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Alasan tak masuk akal dari Lexie tentang rasa peduli yang terlalu takut untuk mereka ungkapkan membuat kepala ku sedikit pusing. Aku terus memikirkan kalimat itu dari kantin hingga di UKS saat ini. Emm, bukan UKS, ini seperti puskesmas namun semua fasilitas yang dibutuhkan ada disini. Aku memperhatikan dokter yang tengah menyelesaikan jahitan terakhir pada luka di kepala Adam. Adam yang sudah sadar sejak tadi memejamkan mata menahan sakit saat jarum jahit itu menusuk kulit kepalanya. Beberapa kali aku ikut memejamkan mata tidak ingin melihat proses pengobatan luka Adam. Jika tanganku tidak dipegang oleh Adam sejak tadi aku mungkin sudah berada di luar bersama teman-teman yang lain.

"Why me!?" Tajamku memalingkan wajah dari Adam.

Adam tidak menjawab karena sedang menahan rasa sakitnya. "Tidak tahu." Singkatnya.

"Sudah selesai. Saya akan meresepkan beberapa obat agar prosesor penyembuhannya lebih cepat," ucap dokter itu sambil mencatat beberapa obat di secarik kertas. "Setiap pagi akan ada seorang perawat yang datang untuk mengganti perban kamu," lanjutnya lalu memberikan kertas itu ke aku. "Kamu silakan ambil obat di ruangan yang berada disebelah kiri ruangan ini."

Kenapa aku lagi? Aku bukan siapa-siapanya Adam, kenapa harus aku? Aku memperhatikan Adam yang tengah nyengir melihat tatapan tajam ku ke arahnya.

"Bagaimana keadaan Adam?" Tanya Sarah kahwatir ketika aku keluar dari ruangan perawatan.

"Mati," ngasalku lalu pergi ke ruangan yang diarahkan oleh dokter tadi.

"Hah? Kamu serius?" Teriak Franklin histeris dengan gaya lebaynya.

Kenapa Franklin tidak menjadi normal saja seperti saat dia melawan David dan kawan-kawannya? Padahal kan dia terlihat keren disaat seperti itu. Eh, apa yang aku pikirkan!

Aku memberikan kertas itu ke penjaga yang bertugas di ruangan itu. Apa aku perlu meminta obat penenang disini? Akhir-akhir ini aku terlalu memikirkan banyak hal sampai hal-hal yang tidak perlu pun aku pikirkan seperti tentang Franklin yang baru saja terjadi. Aku menjambak rambutku yang terurai dan menarik napas ku dalam lalu menghembuskannya kasar.

"Ada karet, kak?" Tanya ku pada penjaga yang tentu saja seorang laki-laki. Kenapa sekolah ini mempekerjakan banyak laki-laki? Apakah mereka tidak tahu jika sekarang Kemampuan perempuan sudah sama seperti kemampuan para laki-laki? Jangan lupa derajatnya pun sudah sama.

Penjaga itu memberikan ku paper bag hitam dengan logo Light High School berwarna emas. Aku memperhatikan paper bag yang terlihat expensive . Bahkan untuk paper bag saja mereka perhatikan, sungguh luar biasa sekolah ini. Aku memperhatikan penjaga itu menanyakan karet gelang yang aku minta namun penjaga itu tidak menggubris ku dan sibuk dengan pekerjaannya.

"Ini!" Aku memberikan obat itu ke arah Adam yang sudah keluar dari dalam ruang perawatan dan berkumpul bersama  teman-teman lain yang terlihat senang melihat Adam baik-baik saja. Adam menyunggingkan senyuman manis saat aku menatapnya tajam.

"Apa ini? Terlihat sangat mahal." Franklin mengambil paper bag itu dan membuka isinya. "Ini apa?" Tanya Franklin mengeluarkan botol kaca berisi bulatan-bulatan kecil berwarna hitam.

Aku mengambil botol itu, membuka dan mengeluarkan isinya yang ternyata pita rambut kecil berwarna hitam. Ini adalah pita rambut mahal yang sering aku gunakan dan kadang-kadang berubah menjadi gelang mahal yang menghiasi pergelangan tanganku.

"Masah pita rambut kamu tidak tahu, Liyn. Kan' kamu sering menggunakannya." Goda Sarah terkekeh.

"Aku tidak kepikiran sampai kesitu karena ini adalah kotak obat," ucap Franklin memberikan paper bag itu ke arah Adam. "Kenapa bisa ada pita rambut di dalamnya?"

"Aku minta karet gelang ke penjaga di sana tapi aku malah di kasih banyak seperti ini." Aku mengambil satu pita itu dan mengikat rambutku, lalu sisanya aku masukan ke dalam saku blazer ku membuat saku blazer ku itu mengembung dan tampilan ku menjadi aneh.

"Sebentar lagi waktu pulang. Kalian harus segera ke gedung bintang, 5 menit sebelum pengumuman dimulai." Stenly yang sejak tadi diam memperhatikan interaksi di antara kami mengingatkan kami.

"Kenapa harus ke gedung bintang? Disini terpasang banyak speaker tinggal memanfaatkannya saja, biasanya juga begitu 'kan?" Protes Sarah.

"Pengumuman melalui speaker hanya untuk pengumuman biasa sedangkan pengumuman yang ada di gedung bintang adalah pengumuman layar. Pengumuman layar adalah pengumuman yang paling penting dari semua kesibukan apa pun," ucap Stenly. "Kalian harus pergi sekarang sebelum terlambat," Stenly mengingatkan sekali lagi dan  walaupun masih bingung aku dan teman-teman tetap mengikuti saran Stenly.

Kami di arahkan Stenly ke sebuah Gedung yang berada di sebelah gedung olahraga. Gedung itu terdapat sebuah layar besar yang tertempel cukup tinggi membuat yang melihatnya harus mendongak. Banyak parah murid yang berdatangan dengan sangat terburu-buru dan dengan raut wajah pucat. Apa yang mereka takutkan?

Stenly mempersilahkan kami masuk sedangkan Ia menunggu di luar seperti biasa. Aku mendapati Lexie yang tengah berdiri paling depan layar dengan wajah khawatir dan berlalu-lalang menatap layar besar itu. Sikap Lexie yang begitu tenang dan berwibawa yang Ia tunjukkan sejak pagi telah hilang entah kemana, karena yang ada saat ini adalah raut kahwatir.

"Layar apa itu?" Tanya Sarah dengan raut bingung sama seperti ku.

Franklin dan Adam menaikian bahunya tidak tahu dan aku pun begitu.

"Layar skor sikap murid."

Kami semua menoleh ke arah Rara yang terlihat pucat sama seperti Lexie.

"Setiap murid diberikan 5 bintang. Bintang akan dikurangi sesuai dengan sikap murid yang diterapkan di sekolah. Jika bintangnya telah habis maka akan dimasukkan ke dalam ruangan pengadilan untuk di didik sikap dan perilakunya," jelas Rara.

"Didikannya seperti apa?" Tanyaku penasaran.

"Lebih tidak manusiawi dari gedung tahap awal," jawab Rara.

"Bagaimana kamu tahu?" Tanya Adam.

"Tadi aku diberi tahu teman sebangku ku yang juga teman lama ku."

Pantesan Rara sejak tadi hanya diam saja. Aku pikir karena dia terlihat cupu jadi mungkin dia akan mejadi pendiam tapi diamnya dia ada alasan dibaliknya.

"Melihat keonaran yang kita buat sejak tadi, kira-kira bintang kita akan dikurangi berapa?" Tanya Franklin terlihat tidak bersemangat setelah mengetahui fakta itu.

Kami semua menatap layar ketika layar itu mulai menghitung mundur. Hal yang pertama muncul di layar adalah keterangan  pemotongan bintang. Bintang akan dikurangi 1 jika siswa menunjukkan sikap buruk di sekolah,  Akan dikurangi 2 jika siswa merundung siswa lain, akan dikurangi 3 jika siswa memukul siswa lain.

"Kita melakukan ketiganya," ucap Franklin menatapku.

Aku mengangguk pasrah. Semua temanku membuat keonaran di dalam kelas pagi tadi. Aku menunjukan sikap buruk di dalam kelas dengan merebut bangku teman sekelasku. Sedangkan, Sarah, Adam, dan Rara mereka membuat kekacauan di depan kelas. Saat ini masing-masing dari kami poinnya di kurangi satu. Lalu, kami membuat keonaran di kantin dimana kami semua menunjukkan sikap buruk kepada David dan teman-temannya. Poin kami dikurangi 1 jadi sisah poin adalah 3.

"Franklin," panggilku lirih.

Aku dan Franklin memukul David dan sila yang artinya poin kami akan dikurangi 3. Maka sisa poin aku dan Franklin adalah kosong.

"Kosong kita, Tess." Ucap Franklin merangkulku.

Semua teman-temanku menatap aku dan Franklin Iba. Aku menatap layar di depan dengan hati yang tidak tenang. Badanku rasanya lemas mengetahui fakta ini. Pantasan saja semua murid disini sangat menjaga sikap, rupanya mereka takut akan peraturan ini. Aku kira mereka semua menjaga sikap karena light High School berhasil mengubah mereka namun faktanya mereka tidak diubah sama sekali ataupun berubah, mereka hanya patuh karena takut.

Aku semakin syok saat melihat nama Lexie berada di urutan pertama dan bintangnya yang tersisa satu berubah menjadi kosong. Dimana Lexie menunjukkan sikap buruknya? Aku bersama Lexie di dalam kelas sejak pagi kecuali makan siang dan laki-laki itu sama sekali tidak menunjukkan sikap buruknya. Dia terlihat patuh dan menjadi orang yang punya rasa peduli dibandingkan semua murid disini. Apakah rasa peduli yang Lexie tunjukan tadi adalah sikap buruk?

Aku melihat beberapa penjaga berbadan besar membawah Lexie keluar dari pintu yang berada di belakang layar. Apakah Lexie di bawah untuk di adili? Kenapa terasa begitu mencekam disini seolah-olah Lexie akan dilakukan hukuman mati di dalam sana?

"Aku takut," gumam Franklin.

"Aku pun begitu."

To be continue...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro