22. Premis

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Materi : Premis
Tutor : Nurul Izzati verbacrania
Waktu : Selasa, 31 Jan 2017
Notulen : Nana somenaa
Disclaimer : theWWG

=====>>>>>=====<<<<<=====

Hari ini kita bahas premis, ya?

Jadi,  kita sharing saja ya.... Biar sama-sama belajar. 

Nah, pertama saya mau nanya, karena matrrinya premis.  Di sini ada yg tahu, apa itu premis?

(-) Opi : pre.mis /prémis/ n 1 apa yang dianggakp benar sbg landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan; 2 asumsi; 3 kalimat atau proposisi yang dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dalam logika; -- mayor premis yang berisi term yang menjadi predikat kesimpulan; -- minor premis yang berisi term yang akan menjadi subjek sebuah kesimpulan; -- silogisme dua premis (mayor dan minor) yang mewujudkan anteseden.

(-) Isthy : garis besar yang membentuk alur?

(-) Naa : premis , semcam ide pokok?

(-) Johana : dasar penarikan kesimpulan

(-)Cia: Kesimpulan

(-) Lili : premis itu sebuah dasar inti dr cerita itu...

(-) Hilda : dasar pemikiran?

Nah.... Jadi,  premis bisa dibilang sebagai ide dasar, tetapi saya lebih senang menyebutnya dengan pertanyaan besar.

Nah, apakah ini?

Mari kita bahas, ya.

Kenapa disebut pertanyaan besar?

Karena premis harus bisa menjawab 3 hal ini :
1. karakternya siapa,
2. Keinginan karakter apa dan,
3. konflik yang dihadapi oleh karakter seperti apa.

Jadi, kalau ada premis seperti ini :

[adakadabra yang diucapkan untuk mengeluarkan kelinci dari topi.]

Ngegambarin itu nggak?

Nggak ya?

Bener, jadi pertama karakternya nggak ada.

Sekarang bedain sama yang ini :

[seorang pesulap ingin menggelar pertunjukan spektakuler, namun ia kehilangan kemampuannya secara tiba-tiba.]

Ada karakter, ada keinginan, ada konflik.

Oke, jadi tentang premis bisa dimengerti, ya, maknanya?

Premis:
- ada karakter
- karakter memiliki keinginan
- ada konfliknya

Sederhananya seperti itu.

Sekarang kita masuk lagi ke materi berikutnya, kenapa sih kita butuh premis?

Fungsi utama premis itu sebagai pengikat.

1) Mengikat cerita agar fokus pada inti cerita,  pesan, tidak meluber ke mana-mana

2) Agar cerita dapat ditangkap pembaca, mana karakternya,  apa tujuannya, bagaimana dia beraksi, apa yang terjadi....

Tugas utama premis itu, untuk menyatukan unsur di dalam novel, sekaligus sebagai pagar kita saat menulis cerita.

Misalnya gini ... kita bahas pelan, ya.

Premis si tukang sulap tadi :

Perlukah kita memasukkan adegan masa lalu si pesulap sampai dia kehilangan kemampuannya?

Atau perlukah kita memasukkan berapa harga topi tukang sulapnya?

Nah, makanya fungsi premis cerita tadi sebagai pengikat.

Ngerasa nggak sih, kadang kita nulis bisa ke mana-mana?

Semua adegan kita masukin aja gitu, nggak penting nyambung, yang penting halamannya banyak, biar kagak dikomen 'pendek amat, Kak?'

Sebenarnya premis ini kayak rem kita nih ibaratnya.

Ketika kita menulis suatu adegan, kita harus bertanya pada diri sendiri :

ini adegan bisa buat menjawab pertanyaan besar nanti, nggak?

Sama seperti tadi kita dengan jelinya memutuskan untuk tidak membahas harga topi karena kita udah megang premis kita.

Ini contoh sederhana, ya.

Q1 : Ketika kita menulis suatu adegan, kita harus bertanya pada diri sendiri : ini adegan bisa buat menjawab pertanyaan besar nanti nggak? *mengutip materi. 

Gimana dengan konflik kecil selain konflik utama?
Untuk tulisan yang relatif pendek, cukup mudah pegang premis, tapi untuk ukuran novel?

A1 : selama konflik kecil itu berkontribusi terhadap konflik utama, masukin aja.

Misal gini:

Konflik utamanya adalah: diselingkuhi cowok.

Konflik kecilnya bisa: ketahuan SMS, bertengkar karena hal sepele, trus main rahasia-rahasiaan.

Intinya, apa pun yang mendukung ke konflik utama, silakan dimasukkan.

Premis yang kuat, akan menjaga kita saat menulis.

Karena itu, buatlah premis yang spesifik.

Spesifik di sini artinya: jelas mau diapakan cerita ini.

Siapa tokohnya, apa konfliknya, dan bagaimana tokoh menyelesaikan konfliknya.

Ini harus jelas.

Jadi nggak ada lagi yang namanya berubah konflik di tengah cerita.

Kalau berubah, berarti pijakan kita belum kuat.
Premis kita belum kuat.

Sesungguhnya, premis adalah yang pertama kali kita bikin saat mau menulis.

Tertulis atau tidak, premis adalah pertama kali yang kita tentukan.

(-) Premis harus panjang ya, Mbak Nu?

(+) Nggak harus, Bude, yang penting mengandung ketiga hal tadi sebagai pegangan kita
Misalnya kayak Layonsari Tears, kira-kira apa tuh premisnya?

(-)masa lalu terulang kembali, (itu)premis Layonsari.

Itu bukan premis, Bude.

Premis Layonsari Tears adalah (nama ceweknya, saya lupa) harus memilih lelaki dari masa lalu (reinkarnasi) atau lelaki yang jatuh cinta padanya.

Q2: seberapa penting sih, bikin sub-premis (ada istilah ini gak, ya?
untuk masing-masing bab?
Untuk memudahkannya.

Misal tentang "bagaimana pesulap menghilangkan kelinci dari topi". Sub-nya:

1. Bagaimana calon pesulap tertarik ke sulap?
2. Dll

A2 : Penting juga. Jadi ketika kita sudah menentukan premis, kita mulai merancang apa aja sub-subnya. Untuk acuan,  agar lebih fokus. 

Q3 : Kak, tapi aku pernah baca kalau premis itu hanya sebaris dua baris aja ... Katanya lebih singkat lebih baik dan asalkan semua materinya udah kecakup semua. Kalau yang panjang panjang itu bukannya sinopsis ya, Kak Nu?

A3 : premis pendek. Biasanya cuma sebaris dua baris aja.
Jadi, ketika kita sudah menentukan premis, kita mulai merancang apa aja yang mengisinya.

Isinya ini bisa disebut outline : detail yang kita masukin apa aja gitu.

Tapi, setiap kali membuat outline, kita selalu bertanya: ini penting nggak nih buat jawab premisnya.

Kalau nggak? Buang.

Setiap karakter, adegan, dsb harus diseleksi, hanya yang membantu penulis membuktikan premisnya.

Jika ada hal yang tidak berhubungan dengan premis, maka sebaiknya dibuang saja.

Makanya, buatlah premis yang spesifik.

Jadi, jangan cuma memasukkan adegan hanya karena 'ini lucu deh kalo kumasukin', 'aku pengin ini ada'. BIG NO, ya dalam menulis fiksi.

Karena setiap kejadian di fiksi itu harus ada alasannya.

Jadi gini, dari guru saya: setiap kejadian yang kita masukin saat menulis kudu banget ada alesannya.

Beda dengan alam nyata: sesuatu bisa terjadi tanpa bisa disangka. Jawabannya mudah: ada Tuhan, kok.

Semuanya bisa terjadi. Tapi, dalam fiksi nggak bisa seperti ini.

Novel apa yang terakhir dibaca?

Misal : JK Rowling meletakkan kalung yang dibawa-bawa oleh peri rumah dan tidak mencolok.
Di buku berikutnya itu adalah horcrux.

Jadi, JKR tidak begitu saja menaruh kalung ketendang Harry dan itu jadi Horcrux, nggak kan?

Nah, ini yang dimaksud dengan premis yang kuat tadi.
Nggak ada alesan buat JKR naruh kalung itu, kalau semisal kalung itu tak berguna.

Sama kayak kita nyusun cerita, kita bikin outline.

Premis tadi adalah kiblat kita. Menjawab pertanyaan besar nggak.

Kenapa JKR bisa begini?

Karena premisnya kuat, subnya juga kuat.

Oke, sampai sini bisa dipahami fungsi premis tadi?

Jadi, catet selalu apa yang jadi premis kita.

Kembangkan jadi outline yang mengindung pada premis.

Kalo nggak punya ingatan kuat, biarkan tangan berjuang untuk mencatat.

Pengertian udah, formula premis udah, fungsi premis udah, lalu apa lagi?

Jika sudah ada premis yang kuat, apa yang harus kita lakukan?

Jawabannya adalah menulis.

Ini yang sering kita lupa, kebanyakan ide, kebanyakan mikir, menulisnya enggak.
BIG NO.

Bagaimana cara kita membuang adegan nggak penting?

1. Outline harus kuat, jelas banget, detail, jadi, jangan males bikin outline

2. Kalau semisal adegan itu dibuang, tapi jalan cerita baik-baik aja--> berarti buang.

Ada tipe yang melakukannya setelah naskah jadi semua.

Ada juga yang melakukannya sambil jalan.

Misalnya begini:
ada cerita tentang anak yatim piatu yang mengorbankan diri menjadi pencari uang bagi anak-anak di sana.

Cara dia mengorbankan diri adalah dengan menjual dirinya sendiri.

Perlukah didetailkan 'adegan menjual dirinya'?

Berpengaruhkah sama jalan cerita?
Kalo detail adegan menjual diri tadi dipangkas, jalan cerita baik-baik sajakah?
Jika baik-baik saja, maka buang.

Sederhananya seperti itu.

Jangan sayang membuang adegan, hanya karena 'ini lucu loh'. Tapi, dia punya kontribusi apa buat mendukung premis awal cerita.

Q 4:
Kalau adegan gak penting itu demi memperkuat karakter tokoh, Kak?
Walau memang bakalan gak penting untuk masa depan, berarti ada kepentingan dong.
Untuk memperkuat karakter.

Misalnya gini: tokoh Cinta Laura.
Kalo kita cuma bikin: Cinta Laura adalah gadis rempong yang ngomong campur-campur Inggris-Indo.

Nggak menarik.

Tapi ketika kita menyajikan dalam dialog:
"hai cinta, dari mana kamu?"
"dari school-nya mamih akyu. Naik ojek, karena becek."

Nah, sekilas nggak penting kan, tapi ketika digambarkan begini, bukankah memperkuat karakter?
Jadi, jangan dihapus bagian becek gak ada ojek ini meski nggak berkaitan dengan premis.

Sederhana, tapi tetap berhubungan.

Jadi, gimana? Bisa nggak sih dikasih adegan sisipan biar nggak tegang terus?

Bisa dilihat dari struktur plot. Naik turun, naik turun, tapi tetap mendukung ke arah kemajuan cerita. Adegan sisipan ini pun diusahakan berguna.

Kalo satu chapter itu dipangkas dan gak ada efeknya buat cerita, buang aja.

*)Cara menjabarkan tingkah laku karakter jangan ditumpuk di satu chapter. Apalagi chapter 1;

Ruru adalah anak yang baik. Setiap pagi, ia membersihkan tempat tidur. Setelahnya ia membantu ibu di dapur.

Jangan gini, tapi biarkan karaktermu memperkenalkan diri sedikit demi sedikit.

Ibaratnya orang lagi pedekate: kalo udah tau semua trus yang bikin penasaran lagi apa, dong?

Bertahap, diselipin di tiap chapter, menyelipkannya pun jangan pake narasi tell.

Cth:
Aul adalah seorang pemuda yang alim.

Tapi pake : Aku berpapasan dengan Aul ketika dia keluar dari mesjid. Sama maksudnya, kan? Tapi beda caranya.

Contohnya seperti itu.

(-) Kalau world building itu mending dijelasin di awal atau pretelan?

(+) bisa keduanya, tergantung cerita butuh yang mana Ume, kalo fantasi, biasanya sih di awal, ya.

Intinya, fiksi punya dunianya sendiri.

Dan dunia ini harus jelas, akurat, unik dan konsisten.

Kita menulis untuk pertama kali namanya MDP.
Menulis Draft Pertama.

Di sini kita membiarkan ego kita, keinginan kita, apa pun kita tuangkan.

Sama kayak di wattpad.

Itu draft pertama kita.

Ketika kita selesai, dan ternyata konflik kecil ini bisa dibuang, ya buang. Inilah yg disebut naskah.

Jadi, jangan berpikiran bahwa yang kita tulis pertama kali itu sudah sebuah naskah.

Itu baru draft pertama.

Its okay, di sana banyak bolong, plot hole, logika ke mana-mana.

Tapi, untuk naskah, sayangi dia sepenuh jiwa.

Berikan adegan yang pantas untuknya.

Yang intinya: menjawab premis awal kita.

Lalu kita ini tim.

Ada beberapa kawan kita. Kadang, untuk melihat upil itu perlu orang lain.

Makanya kalau bisa, naskah kita direview oleh teman sebelum direvisi.

Gunanya, untuk menyaring hal-hal yang kelewat sama kita.

WWG banyak membernya, saling membantu kita, sukses sama-sama.

Kalau kita merevisi sendiri, kadang banyak sekali hal yang menurut kita baik-baik saja, tapi sebenarnya tidak.

Jangan pernah merasa lebih tinggi, ih ... tulisanku kan lebih baik dari tulisan dia.

Ngapain aku minta pendapat dia. Masukan bisa datang dari teman yang tak diduga.

Apa yang kamu mulai, harus kamu kelarin. Ini selalu jadi pegangan. Karena kalau tidak, banyak ide-ide bertebaran di luar sana. Pasti tertarik buat selingkuh. Jadi, selesaikan draft pertama, cari teman yang bisa mengomentari (baik lagi kalo sekalian solusinya), kemudian revisi. Jadi untuk mengetahui kesalahan kita wajib menyelesaikan naskah pertama dulu baru direvisi.

Intinya gini :
Temukan premismu, pastikan kuat untuk mengisi seluruh badan cerita, kemudian menulislah.

***

Terima kasih atas waktu dan kesempatannya, untuk berbagi ilmu,  dan belajar bersama kami, Jazakallahu khoir.  ^^

***
Mohon maaf atas kesalahan,  kata,  atau pun tulisan. Kami menerima kritik dan saran.  By admin irmaharyuni

***

BTW, sorry, sebenarnya ini materi part 25 harusnya.  Tapi,  karena part 22 ternyata kosong,  saya sisipkan ke part 22. Baru ngeh pas ada yang ngasih tahu.  :( Thank you so much^^ - by Irma. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro