Bab 17a: Sebab Jatuh Cinta

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seperti biasa, vote dahulu sebelum membaca ya :)

Sejauh dari apa yang diingat Lintang melalui sepenggal memori dalam kepalanya, gadis tersebut agaknya tahu apa penyebab dirinya bisa jatuh hati kepada Sekala kendati si pria sudah memiliki kekasih kala itu. Pun bagaimana sahabatnya, Navarendra, yang sekaligus menjadi adik kandung Sekala bertanya apa penyebab Lintang bisa tergila-gila begitu kepada Sekala.

"Dia pintar, Nava," jawab Lintang. Matanya penuh dengan pendar bahagia. Dua kakinya sejak tadi terayun pada kursi tribun paling bawah yang tingginya melebihi tinggi gadis tersebut sendiri.

Nava menatap aneh pada sahabatnya. Pemuda tersebut barangkali nyaris saja tersedak dan menyemburkan air yang baru saja diminumnya jika saja tidak mengontrol dengan baik. Horor sekali melihat ekspresi Lintang ketika jatuh cinta. Mengelap sisa keringat pada wajahnya, Nava kembali berucap keheranan.

"Perasaan cowok-cowok di kelas kita juga pintar. Teman-temannya Mas Kala juga pintar. Kenapa harus Mas Kala, sih? Nggak takut kalah saing sama Kak Tsana?"

Lintang menoleh, di sela bibirnya terdapat sedotan dari susu cokelat dingin yang tengah diminumnya. Memberikan dua gelengan pelan, lantas si gadis menukas, "Nggak. Lagian nggak berniat saingan juga sama Kak Tsana."

Nava mendelik tak percaya, "Di luar saja orang pada banyak caci maki Kak Tsana, kamu serius nggak mau ikut-ikutan? Kamu nggak cemburu?"

Lintang menghela napasnya, gadis tersebut menatap langit-langit lapangan basket indoor sekolah mereka, menerawang, dan memberikan sebuah jawaban yang cukup menohok Nava, "Cemburu tentu saja. Tapi aku bisa apa?"

Oh, astaga menyedihkan sekali. Nava meringis melihat wajah polos Lintang yang tampaknya masih baik-baik saja mengingat ia masih asyik menyesap susu cokelat miliknya.

"Pintar bukan cuma satu-satunya alasan, kan?" Nava kembali menyelidik, menyelami dan mencari tahu apa sesungguhnya alasan terbesar Lintang, "Jangan bertingkah klise kalau kamu suka sama kakakku tanpa alasan. Itu omong kosong."

Lintang menyengir, "Ya alasannya karena dia keren sekali. Dia pintar, public speaking-nya bagus, kepribadiannya baik, dia tampak dewasa, apalagi yang kurang? Di mataku dia sudah sempurna."

Astaga. Nava lagi-lagi meringis dalam hati. Ia hampir saja mual mendengar perkataan Lintang yang terdengar seperti bualan baginya. Lintang hanya belum bertemu dengan sisi dari Sekala yang menyebalkan. Belum lagi ketika kakak sulungnya itu melakukan acara mengomel hanya karena masalah kecil, ocehannya bahkan mengalahi Bunda di rumah.

Namun tentu saja tidak diperlihatkan begitu saja oleh Nava, begini-begini dia masih menghargai perasaan Lintang.

"Selain itu," Nava kembali mengarahkan atensinya ketika Lintang tiba-tiba melanjut di antara jeda panjang yang dia ucapkan, "Aku suka dengan caranya mencintai seorang perempuan."

Nava mengernyit keheranan, ekspresi tersebut tidak perlu dipertanyakan, karena Lintang sudah paham dan memilih langsung menjawab pertanyaan tersirat yang dilemparkan kepadanya.

"Kakakmu itu, tulus sekali dalam mencintai seorang perempuan, Nava. Sulit sekali bertemu dengan lelaki seperti itu di usia kita yang masih bocah begini," Lintang mengedikkan sebelah bahunya, "Mayoritas kalian para lelaki, atau perempuan juga barangkali, di usia seperti ini memilih menjalin hubungan ya untuk dijalani saja. Pergi berkencan, berbincang, telefonan, semacam itu. Banyak lelaki bahkan hanya tergila-gila kepada kekasihnya ketika awal-awal mereka berpacaran saja. Tapi Sekala tidak seperti itu."

Lintang bergumam sejenak, dua telapak tangannya bertumpu pada pinggiran tribun, sembari menerawang mengingat-ingat, "Dia nggak cuma tergila-gila dengan Kak Tsana, melebihi itu, dia memperlakukan Kak Tsana dengan teramat baik. Itu sebab banyak perempuan menaruh iri dengan Kak Tsana. Karena hanya sebagian kecil dari mereka yang merasakan ketulusan dari seorang lelaki."

"Cara Kak Kala mendengarkan Kak Tsana ketika bercerita, menanggapi seluruh keluh kesahnya, mengantar-jemput Kak Tsana, menjaganya, ataupun tidak membiarkan Kak Tsana melakukan pekerjaan-pekerjaan berat," Lintang menoleh, menatap Nava yang sejak tadi belum berpaling darinya dan mengulas sebuah senyuman, "Sepertinya Ibu dan Ayahmu mendidik kalian dengan baik. Ku perhatikan, dari caramu memperlakukan Binta juga tidak jauh berbeda. Kalian berdua sama-sama tulusnya."

"Kalau saja," ucap Nava secara tiba-tiba, "Kamu diberikan satu kesempatan untuk merasakan ketulusan itu. Apa kamu juga mau menerimanya?"

"Tentu saja, siapa yang tidak mau dicintai setulus itu," balas Lintang cepat tanpa berpikir panjang.

"Bukan dari lelaki lain," tukas Nava, ia menatap Lintang serius, "Tetapi dari kakakku sendiri."

"Tidak mau munafik," Lintang kembali mengangkat kedua bahunya santai, pun sekon setelahnya ia melempar senyum, "Tentu saja, iya."

Namun sayangnya, Lintang tidak tahu apakah keadaannya saat ini mengindikasikan dia mendapatkan kesempatan tersebut atau tidak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro