Bab 1b: Sekala Mempunyai Ceritera

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sebelum bacaa, vote dulu yaaa. Selamat bersemestaaa 💜💜

"Menyedihkan sekali sih bapak chef. Cari jodoh sana."

Sekala merotasikan matanya. Tak ada angin, tak ada hujan. Seseorang tiba-tiba melangkah ringan. Membuka pintu gerbangnya dan mengambil tempat di satu kursi kosong sampingnya. Pria tersebut berdecak dengan kepala yang menggeleng pelan. Menatap Sekala seolah ia adalah bujang lapuk yang butuh belaian dan kasih sayang.

"Kalau datang cuma mau ngolok, pulang saja sana, Langit. Jangan ganggu ketenanganku."

Langit mendecih, "Tenang-tenang.Yakin nggak tuh tenang?" pria yang sebaya dengannya itu menggeleng, "Aku serius lho, Kala. Cari cewek sana. Yang lebih tua darimu pun nggak masalah, deh. Yang penting kamu punya gandengan."

"Apaan, sih. Bawa-bawa cewek segala," sungut Sekala tak terima. Ia kembali menyalakan rokok yang tadi dimatikan olehnya.

"La, aku serius lagi, deh," Langit mengubah posisi duduknya. Ia menghadap Sekala dengan satu kaki terangkat naik ke atas kursi. Tidak ada sebuah kesungkanan dalam ekspresi, mengingat ia sudah berteman dengan Sekala sejak lama sampai mereka tanpa sengaja dipertemukan menjadi sepasang tentangga, "Bahkan kalau kamu cuma iseng-iseng saja pacaran, nggak apa-apa, kok. Jalanin aja kayak anak-anak SMA, nggak usah serius-serius banget. Seenggaknya, kamu punya temen cerita."

"Iya kalau aku punya temen cerita. Kalau dia malah morotin aku doang gimana, Ngit?"

"Eh, iya, itu susah juga, sih." Langit berpikir. Ia sudah serius sekali. Membuat Sekala tersenyum dalam diam. Seolah status sendiri yang sejak lama disandang oleh Sekala adalah sebuah permasalahan besar yang harus segera dituntaskan.

"Kamu masih ingat sama Lintang, La?"

"Lintang?" Sekala bertanya ragu, nama tersebut tak asing di telinganya.

"Iya, Lintang," Langit mengangguk antusias, "Tujuanku kemari untuk kabari kamu hal itu. Lintang bakalan jadi chef baker di tempatmu kerja. Tapi aku belum kasih tau dia kalau kamu kerja di sana. Ku pikir, biar kalian ketemu saja langsung."

"Sebentar," Sekala menggeser posisi, ia masih berpikir. Mencari-cari siapa daksa atas nama Lintang di dalam kotak ingatannya, "Lintang itu ... yang pipinya chubby, itu, kan? Kalau nggak salah dia teman kelasnya Nava dulu."

"Iya!" Langit semakin mengangguk keras. Dua netra sabitnya bahkan sudah membulat sempurna, "Adik kelasmu, sekaligus adik tingkatmu sewaktu kuliah."

"Iya, iya, aku ingat. Oalah, ternyata dia mau jadi bawahanku, toh," Sekala memiringkan kepalanya, tersenyum tak percaya, "Astaga, dunia ini sempit sakali, Langit."

"Kalau kamu mau, coba saja dulu dengan dia."

"Eh? Sekala menoleh keheranan, "Sebentar dulu. Maksudmu, apa ini? Coba-coba gimana sama dia?"

"Ck! Yang tadi maksudku. Jadiin Lintang cewekmu," sungut Langit.

"Astaga, Langit. Yang benar saja. Di antara semua orang, kenapa pula harus dia?"

"Kamu sudah kenal Lintang, kan, La? Anaknya baik, manis, nggak macam-macam. Keluarganya juga berasal dari keluarga yang baik-baik. Lalu kenapa nggak dicoba dulu? Siapa tau kalian cocok."

"Masalahnya dia teman Nava. Siapapun teman-teman adikku, dia juga akan aku anggak seperti adik-adikku. Mana bisa aku sama dia," Sekala menolak sekali tanpa berpikir panjang. Ia mematikan bara api dalam rokoknya yang sudah nyaris habis. Sekali lagi menyesap kopi miliknya sampai tuntas yang sudah mendingin itu.

"Duh, La, La. Pikiranmu masih kolot begitu. Apa salahnya, sih? Lagian kamu belum ketemu sama Lintang saja. Mau sampai kapan hidup begini? Memangnya kamu nggak dituntut untuk nikah apa? Sudah mau tiga puluh, La."

"Ya memang kenapa kalau sama usia tiga puluh. Santai saja kali, Ngit. Lagian, kamu juga harusnya ngaca. Nyuruh aku nikah, memang kamu sudah ada gandengan?"

"Justru itu," Langit menepuk pundak Sekala, sudah seperti manusia paling bijak di muka bumi ini, "Aku begini karena aku peduli sama kamu. Kamu tau sendiri cerita cinta kita berdua ini gimana."

"Kalau gitu, aku hidup menua bareng kamu saja, Ngit. Kamu yang paling mengerti aku." Sekala menyondongkan wajahnya, hidungnya mengerut, menggoda Langit.

Di hadapannya, Langit bergidik ngeri, belum lagi saat tangan Sekala menelusuri lengan miliknya dengan sarat menggoda dari dua netranya.

"Amit-amit! Aku mendingan jomblo daripada harus sama kamu, La." Disingkirkannya tangan Sekala cepat-cepat dan ia menepuk keras bekas tangan Sekala di pundaknya.

Sekala tertawa keras, mengerjai Langit memang salah satu hiburan besar untuknya. Belum lagi melihat ekspresi Langit yang bergidik ngeri, seolah baru saja dijatuhi ulat bulu di punggungnya.

Langit tiba-tiba mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, "Ini, aku juga sekalian mau kasih ini." Ia memberikan Sekala beberapa lembar uang.

"Makasih, Langit."

"Kata temanku, kue buatanmu enak," Langit pun bangkit dari duduknya. Sadar bahwa hari sudah semakin malam dan ia harus menyelesaikan beberapa pekerjaan di rumah, "Sudah, ya. Aku masih ada kerjaan. Dan, Kala," Langit menjeda sesaat ucapannya. Dilihatnya Kala sarat keseriusan di wajahnya, "Ucapanku tadi, tolong dipikir-pikir dahulu."

Sekala menghela napasnya, hal-hal semacam ini memang seringkali terjadi di antara dia dan Langit. Pun bukan hanya Langit, Sekala juga beberapa kali memperkenalkan sahabatnya tersebut dengan beberapa gadis kenalannya. Jadi, tidak mau membuat Langit kecewa, dia mengangguk pelan.

"Aku pikirkan. Besok aku mau lihat bagaimana dia."

Min Yoongi sebagai Langit


Sebelum pergi, jangan lupa vote dan komentarnya yaa. Share cerita ini ke teman-teman kalian. Lalu, mari berteman di instagram @bintangsarla

Sampai jumpaa di bab selanjutnyaaa

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro