Pelaminan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Budayakan vote dan komen setelah membaca👌
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Tujuh tahun kita pacaran dan kita berhasil bertemu di pelaminan. Namun posisiku hanya sebagai tamu bukan menantu orang tuamu.
~

Soraya Bela~

Bela berjalan pelan menyusuri ballroom hotel yang sudah disulap bak negeri dongeng. Taburan bunga di atas red carpet dan ratusan lampion berwarna merah dan putih tergantung indah di langit-langit ruangan. Musik romantis mengalun indah memenuhi ruangan itu. Lima kursi mengelilingi satu meja persegi panjang, di atas meja itu sudah ada stopmap yang Bela yakini berkas-berkas penikahan, seperangkat alat salat, seserahan pengantin, dan ada mas kawin lainnya yang Bela tak bisa melihat karena tidak terlalu jelas. Ribuan tamu undangan sudah mulai berdatangan meskipun kedua mempelai belum tiba.

Bela tersenyum kecut melihat semua yang ada di depannya ini. Dirinya merasa ditertawakan oleh takdir. Impian pernikahan yang dia gadang-gadangkan selama ini, dia rasakan saat ini juga. Namun, ini bukan pernikahannya, melainkan pernikahan kekasih dan sahabat dekatnya. Dua orang yang telah tega mengkhianatinya ketika dia menaruh kepercayaan yang begitu besar kepada dua orang tersebut. Bela memejamkan matanya rapat. Dia merasa tidak betah berada di sini namun dia tidak bisa meninggalkan ruangan ini sekarang juga. Karena dia memiliki tanggung jawab untuk mengurus catering acara pernikahan ini. Bisa saja Bela pergi begitu saja dan menyerahkan tugasnya kepada karyawannya, namun dia ingin bersikap profesional di dalam pekerjaannya. Ya, dia akan mencoba bertahan di sini semata-mata hanya untuk pekerjaannya.

Bela menuju ke salah satu barisan meja makanan yang ada di sebelah selatan dekorasi pengantin. Dia memastikan jika pekerjaan karyawannya sudah benar. Dia tidak ingin membuat kliennya kecewa karena karyawannya tidak pecus bekerja. Walaupun dalam hatinya dia ingin menghancurkan acara pernikahan ini namun lubuk hatinya mengatakan untuk jangan melakukan hal konyol seperti itu. Karena itu hanya akan menjadikan dia sebagai perempuan yang menyedihkan.

"Semua sudah beres?" tanya Bela memastikan. Dia bertanya kepada karyawannya yang masih menggunakan apron merah.

"Sudah, Bu." Jawab karyawan itu sopan.

"Bagus." Komentar Bela sambil menganggukkan kepalanya dan tersenyum.

Tepukan meriah menggema begitu terdengar suara mobil yang baru berhenti di depan gedung hotel. Semua mata tertuju ke depan dan mereka membentuk barisan di kanan dan diri karpet merah yang terbentang dari depan ruangan hingga di depan dekorasi. Bela yang penasaran juga ikut menolehkan kepalanya ke arah depan. Dia tidak tahu siapa yang datang namun hatinya begitu berdebar. Dia merasa jika itu adalah orang yang akan membuatnya kembali terluka.

Sepasang pengantin berjalan pelan memasuki ruangan. Pengantin perempuan tampak begitu anggun dengan kebaya putih yang melekat di badannya, sedangkan pengantin laki-laki terlihat gagah dengan setelah jas yang berwarna senada dengan pengantin perempuan. Senyum lebar tersungging di bibir mereka dan sesekali mereka melambaikan tangan begitu mereka melihat orang yang mereka kenal. Mereka sudah seperti raja dan ratu yang menguasai ruangan ini. Hati Bela terasa begitu sakit, pemandangan di depannya ini begitu menyakitkan. Bahkan sakitnya melebihi pisau yang mengiris jarinya. Namun dia mencoba untuk menyunggingkan senyum dan ikut bertepuk tangan. Hingga tak sengaja matanya bertemu dengan mata Vano, hal itu membuat ekspresi Vano berubah. Bibir yang semula menyunggingkan senyum lebar, kini menyingkup dan menyiratkan rasa bersalah yang begitu mendalam.

Bela melengos untuk memutus pandangannya dengan Vano. Dia berpura-pura membenarkan letak piring yang ada di atas meja. Bela merasa tidak kuat jika terus berpandangan dengan lelaki yang menorehkan luka dihatinya. Dia berjalan ke balik meja makanan. Dia duduk di salah satu kursi yang ada di sana. Matanya menunduk dan tangannya tampak menghapus pipi yang basah karena air mata.

"Saya terima nikah dan kawinnya Di ... Dina Radianti binti Ismail dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang tunai sebesar 20 juta dibayar tunai." Kata Vano dengan lantang ketika mengucapkan ijab kabul. Walau pun dia sedikit tertatih saat mengucapkan nama Dina namun dia berhasil mengucapkan ijab kabul hingga akhirnya dia sah menjadi suami Dina.

Satu air mata kembali lolos melewati pipi Bela. Dia tidak bisa menahan tangisnya ketika telinganya mendengar suara Vano yang lantang saat mengucap ijab kabul. Dulu dia sering sekali berkhayal jika suatu saat nanti Vano akan mengucapkan ijab kabul dengan menyebut namanya, dia juga sering berkhayal jika dia akan duduk bersanding di pelaminan. Namun yang namanya khayalan tidak selamanya menjadi kenyataan, dan khayalannya hanya akan menjadi khayalan bukan menjadi sebuah kenyataan.

"Mbak kenapa?" tanya Puput, karyawan yang sudah lama bekerja dengannya.

Bela segera menghapus air matanya, "Mbak nggak papa. Kamu lanjutkan pekerjaan kamu." Jawab Bela menutupi kesedihannya.

Setelah acara ijab kabul, kedua mempelai melakukan pemotretan sebentar. Setelah itu mereka menjalani tradisi seperti orang jawa. Mulai dari saling melempar beras kuning, pengantin pria menginjak telur dan kemudian kakinya dibersihkan oleh pengantin wanita, dan lain sebagainya. Tradisi itu mereka lakukan dan mereka jalani sebagaimana mestinya. Bela memilih ke kamar mandi karena dia tidak sanggup melihat semua itu. Dia menutup dan mengunci pintu kamar mandi dengan erat. Tangannya menyalakan kran air agar tangisnya tidak terdengar dari luar.

"Buat apa kamu di sini?" tanya Bela pada dirinya sendiri.

"Dasar bodoh. Untuk apa kamu menghadiri acara pernikahan mantan dan sahabat yang sudah mengkhianati kamu?" tanya Bela lagi.

"Ya Allah beginikah rasanya patah hati? Dulu engkau memberiku laki-laki yang begitu perhatian kepadaku dan seiring berjalannya waktu, engkau mengubah lelaki itu menjadi lelaki yang menyakitiku." Kata Bela sambil memukul-mukul dadanya sendiri.

Setelah Bela rasa dirinya sudah tenang, dia keluar dari kamar mandi. Dia berjalan pelan ke arah wastafel yang ada di luar kamar mandi, melihat kaca dan memperbaiki penampilannya yang berantakan. Terutama make up nya yang sudah acak-acakkan.

"Sudah lebih baik." Gumam Bela pelan sambil menyunggingkan senyum.

"Kamu pasti kuat. Lupakan dia yang sudah memberimu luka, percayalah setelah ini kamu hanya akan merasakan kebahagiaan." Kata Bela menyemangati dirinya sendiri. Hanya itu yang bisa dia lakukan, hanya bisa berkata manis kepada dirinya sendiri walau pun dia belum bisa melakukan hal itu.

Bela menguatkan hatinya untuk kembali ke ruangan tempat acara pernikahan di gelar. Di sana Vano dan Dina sudah duduk bersanding. Tangan mereka sudah memegang minum dan saling menyuapkan minum ke mulut pasangannya. Hati Bela kembali merasa sakit, hanya melihat Vano menyuapi Dina saja hatinya sudah sangat sakit, apalagi harus menerima kenyataan jika dia sudah berakhir dengan Vano.

Serangkaian acara telah selesai. Kini acara dilanjutkan dengan menikmati kudapan yang sudah disiapkan. Bela memilih duduk di kursi yang ada di sudut ruangan. Matanya meneliti setiap pergerakan tamu undangan. Hingga akhirnya seseorang menyadarkannya.

"Kok malah bengong di sini?" tanya seseorang mengagetkan Bela.

"Nara?"

"Iya, ini aku. Ngapain bengong di sini? Kamu nggak mau kasih mereka selamat?" tanya Nara pelan.

"Jangankah ngasih selamat, bahkan hatiku berdoa agar mereka cepat bercerai." Kata Bela di dalam hatinya.

"Nanti aja deh, masih rame juga." Jawab Bela mencari alasan.

Nara duduk di kursi yang ada di depan Bela. Dia menatap Bela sambil tersenyum. Sudah lama mereka tidak bertemu, terakhir kali mereka bertemu saat acara kelulusan mereka. Tepatnya 6 tahun yang lalu.

"Aku nggak pernah membayangkan hal ini. Aku pikir hubungan kalian bakal langgeng sampai ke pelaminan, eh ternyata malah Dina yang jadi istrinya Vano." Kata Nara pelan. Dia sangat tahu bagaimana Vano dan Bela berpacaran dulu. Banyak yang menyebut mereka sebagai pasangan terkompak di sekolah Nusa Bangsa.

Bela tersenyum kecil. Dia rasa juga seperti itu. Dia bisa mempertahankan hubungannya dengan Vano hingga pernikahan tapi ternyata takdir Allah yang menang. Ya, siapa saja tidak akan pernah bisa melawan kehendak Allah namun dia tidak pernah berpikir sedikit pun jika Vano mengkhianatinya.

"Takdir Allah akan selalu menang dari pada harapan manusia yang tidak diridhai oleh Allah." Jawab Bela singkat.

"Ya, kamu benar." Jawab Nara singkat.

"Sejak kapan kalian putus?" tanya Nara lagi.

"Seminggu yang lalu?" Jawab Bela jujur.

Nara membuka mulutnya tidak percaya. Bagaimana mungkin Bela putus dengan Vano seminggu yang lalu. Persiapan pernikahan semewah ini pasti membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mewujudkannya. Lalu bagaimana maksudnya Bela dan Vano baru putus seminggu yang lalu?

"Nggak usah kaget dan nggak usah kepo. Intinya seminggu yang lalu Vano dan Dina memberiku undangan pernikahan mereka dan di saat itu pula aku dan Vano putus." Kata Bela menjelaskan.

Nara mengedip-ngedipkan matanya mencoba memahami apa yang diucapkan oleh teman SMA nya itu. Dia masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi antara Bela, Vano dan Dina. Dan parahnya, Bela tidak ingin menjelaskan hal itu sehingga Nara hanya bisa menebak-nebak apa yang sudah terjadi.

"Yuk, katanya kamu ngajak ngasih mereka selamat." Ajak Bela pada Nara.

Nara hanya bisa menganggukkan kepalanya sambil bangkit dari duduknya. Seperti anjing yang sudah diberi makan oleh majikannya, Nara begitu nurut kepada Bela untuk mengikuti perempuan itu melangkahkan kakinya ke depan untuk memberi selamat.

"Lupakan hubungan yang pernah hadir di masa lalu kalian. Anggap saja jika kalian tidak pernah menjalin hubungan." Batin Bela.

Bela berjalan dengan santai menuju pelaminan. Dia mencoba untuk tidak memikirkan hatinya yang terluka. Saat ini dia hanya ingin memberi selamat kepada kedua mempelai dan setelah itu dia akan segera pergi dari gedung ini. Dia akan mempercayakan masalah catering kepada karyawannya. Tidak akan ada yang bisa menahannya lagi di sini, bahkan pekerjaannya sekali pun.

Bela menyalami Papa Dina, setelah itu dia memeluk Mama Dina sebentar.

"Terima kasih ya kamu sudah datang." Kata Bu Sari lirih.

"Sama-sama, Bu." Jawab Bela lembut.

Bela melepaskan pelukannya kepada Bu Sari. Dia lanjut berjalan dan mengulurkan tangannya kepada Vano. Hatinya berdebar ketika berhadapan dengan Vano. Dia tidak bisa berbohong jika dia masih mencintai laki-laki itu. Bahkan dia saat ini dia terpesona dengan ketampanan mantan kekasihnya itu.

"Selamat ya. Semoga kalian berbahagia." Kata Bela pelan. Tentu saja dia tidak tulus mengucapkan hal itu. Di dalam hatinya dia terus mengucapkan agar mereka segera bercerai.

"Makasih ya." Jawab Vano pelan dengan mata yang terus menatap Bela.

Dengan cepat Bela melepaskan genggaman tangan Vano. Dia merasa tidak enak menerima tatapan tajam dari Dina ketika dia berjabat tangan dengan Vano.

"Selamat atas pernikahan kalian." Kata Bela pelan.

"Makasih sudah datang." Jawab Dina pelan.

Bela menganggukkan kepalanya pelan. Setelah itu dia kembali berjalan dan memandang ibu Vano. Ibu yang dulu dia harapkan akan menjadi ibu mertuanya. Namun hal itu tidak akan pernah terjadi. Endang mengulurkan tangannya ketika matanya bertatapan dengan mata Bela. Bela yang tahu apa yang harus dia lakukan segera masuk ke pelukan Endang. Endang nampak bergetar karena tangisnya. Sedangkan Bela mengusap punggung Endang untuk menenangkan wanita itu. Sekuat tenaga Bela tidak ikut menangis.

"Maafin Ibu ya, Nak. Anak Ibu sudah membuat kamu terluka." Kata Endang meminta maaf.

"Ini sudah takdir, Bu." Jawab Bela pelan.

"Ibu masih tidak percaya jika menantu Ibu bukan kamu." Kata Endang lagi.

"Jangan ngomong seperti itu. Siapa pun menantu Ibu, Ibu harus bisa menerima dan menyayanginya seperti anak Ibu sendiri." Jawab Bela memberi nasehat kepada Endang. Sebenarnya Endang yang berhak memberinya nasehat, tapi ini malah kebalikannya.

"Maafin Ibu ya, Nak." Kata Endang lagi.

"Bela baik-baik saja kok, Bu." Jawab Bela sambil melepaskan pelukannya. Dia menyunggingkan senyumnya seakan-akan dia bahagia.

Terakhir Bela menyalami Papa Vano. Setelah itu dia turun dari pelaminan dan berjalan pelan keluar ruangan. Matanya menatap lurus ke depan, dia tidak memedulikan tatapan aneh yang dilayangkan kepadanya. Semua orang pasti akan bertanya-tanya siapa dia sebenarnya. Karena tadi dia begitu lama berpelukan dengan Endang dan Endang tampak meneteskan air mata.

"Tujuh tahun kita pacaran dan kita berhasil bertemu di pelaminan. Namun posisiku hanya sebagai tamu bukan menantu orang tuamu." Kata Bela dalam batinnya.

Bela terus berjalan dengan tatapan mata yang kosong. Hingga dia tidak sengaja menabrak seseorang. Bibirnya mengucapkan maaf namun matanya tidak melihat orang itu sedikit pun. Dengan cepat dia kembali melanjutkan jalannya.

"Tunggu!" kata seseorang yang tadi Bela tabrak.

Bela menghentikan langkahnya. Walau pun dia tidak tahu apakah dia orang yang diminta untuk berhenti, namun Bela tetap berhenti. Dengan pelan dia menoleh ke belakang dan melihat pria yang nampak tidak asing berdiri di hadapannya.

"Aku tidak percaya kita bertemu lagi." Kata lelaki itu sambil tersenyum.

Bela menyunggingkan senyumnya sekilas. Dia menganggukkan kepalanya sebagai tanda jika dia menyapa lelaki itu. Tanpa berbicara apa pun lagi, dia langsung melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

"Kamu tidak lupa dengan ucapanku seminggu yang lalu, 'kan?" tanya lelaku itu yang berhasil membuat Bela kembali menghentikan langkahnya.

Lelaki yang tak lain adalah Nuga itu berjalan pelan mendekati Bela. Dia berdiri di hadapan Bela yang menampilkan ekspresi datar. Nuga sendiri juga tidak menyangka jika dia akan kembali bertemu dengan gadis itu tanpa sengaja. Walau pun pertemuan mereka begitu singkat dan Nuga tidak jelas melihat wajah Bela, tapi dia yakin jika perempuan yang ada di hadapannya ini adalah perempuan yang sama saat dia temui di pinggir danau. Pikirannya langsung teringat saat mereka bertemu di pinggir danau seminggu yang lalu. Kini yang ada dipikirannya hanyalah menepati janji yang sudah dia ucapkan seminggu yang lalu.

================================

Bojonegoro, 13 Juni 2020

Hai ... Hai ... Author kembali hadir dengan bab baru. Semoga kalian suka dengan cerita ini dan sabar menemani hingga cerita ini tamat. Author usahakan akan update setiap hari ... Jadi, sebagai gantinya, kalian harus rajin tap bintang dan komen ya🤗🤗🤗

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro