1. The first impression

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Fred melihat pembagian kelas dan tersenyum senang. Dia masuk kelas 9-A, dan empat sahabatnya juga masuk kelas yang sama. Fred mundur dari kerumunan di depan papan pengumuman untuk menuju kelasnya, dan tiba-tiba bahunya dirangkul. Fred menoleh, dan menemukan RN - Reno Nathanael - salah satu sahabatnya menyeringai padanya.

"Sekelas lagi, Kam-Fred!!"

Fred menghela nafas, pura-pura pasrah. Padahal dalam hati senang karena sekelas lagi dengan sahabatnya.

"Padahal gue dengar Bu Sordah mau pisahin geng-gengan supaya baur sama yang lain. Udah senang gue, nggak sekelas sama lo."

"Tai!!"

Fred tertawa, dan balas merangkul RN menuju kelas baru mereka.

Isi kelas mereka cukup Fred kenal. Selain RN, ada tiga sahabatnya yang lain yaitu Sean, Peter, dan Julius. Lalu ada beberapa anak basket, lalu beberapa murid yang sekelas dengannya di kelas delapan. Ada juga beberapa wajah baru, yang dia tidak kenal.

Fred mengambil tempat di sebelah Peter, yang paling tenang diantara mereka berlima. Walaupun senang sekelas dengan mereka, Fred tidak mau duduk dengan RN yang kayak toa hidup, apalagi dengan Julius, si petasan banting dalam lingkup persahabatan mereka.

"Ada anak baru," kata Peter tiba-tiba, dan Fred menelengkan kepalanya bingung.

"Kok lo tahu?"

"Tahu lah. Apa sih yang gue nggak tahu? Tuh anaknya, yang cewek duduk di barisan depan. Kata nyokap, pindahan dari Palembang. Anak beasiswa tuh."

Fred manggut-manggut mendengar penjelasan Peter. Pantas saja Peter tahu. Ibunya Peter adalah salah satu dewan yayasan sekolah mereka ini, dan memiliki foundation khusus untuk beasiswa anak-anak cerdas yang layak mendapat fasilitas untuk mempermudah masa sekolah mereka.

"Anak pintar dong?" sahut Sean dari bangku belakang Peter. "lo berdua dapat saingan kalau gitu," lanjutnya sambil terkekeh.

Fred yang langganan juara umum, dan Peter yang hanya satu ranking di bawahnya, sama-sama mengabaikan celetukan Sean.

Fred menatap anak cewek yang tadi disebutkan oleh Peter. Anak itu terlihat biasa saja. Dia duduk di tepi jendela dan menatap keluar jendela dengan wajah berseri. Rambut hitamnya yang tidak terlalu panjang, diikat satu di belakang tengkuk, sementara poninya dibiarkan jatuh menutupi dahi. Di saat murid perempuan yang lain sibuk dengan aksesoris dan bahkan mulai coba-coba memakai make up, gadis ini tampak polos. Satu-satunya aksesoris yang dia pakai hanya ikat rambut berbentuk cherry.

Fred menggelengkan kepalanya.

Kenapa gue jadi memperhatikan anak ini?

Ada-ada saja.

***

Fred melongo saat rapor mid semester dibagikan.

Dia ranking dua?!

Di sebelahnya, Peter juga menampakkan wajah terkejut.

"Gue ranking tiga, anjir!! Siapa yang balap gue?!"

"Gue juga dibalap, sial," keluh Fred dan keempat sahabatnya melotot kaget.

Si juara umum angkatan mereka sejak SD dibalap?!!

Tak lama kemudian, mereka tahu siapa yang berhasil membalap mereka, karena dari meja paling depan terdengar teriakan heboh, "Kanaya kamu ranking satu??!!"

Kelima pria itu menoleh ke meja depan, dan melihat si anak baru yang baru bersekolah selama tiga bulan di sana tersipu, sementara teman sebangkunya menjerit kegirangan.

"Si anak baru ternyata," ucap RN, menyuarakan pikiran Fred. "Gokil juga dia, bisa ngalahin lo, Fred."

Fred menarik nafas, lalu menutup rapornya dan memasukkannya ke dalam tas.

"Ini cuma rapor mid. Dia nggak bakal mengalahkan gue di ujian semester," ucap Fred.

***

Fred sama sekali tidak menyangka hal ini akan terjadi.

Tiba-tiba saja - semua gara-gara Julius mengisengi Sean dan membuat Sean ngamuk lalu mereka malah berkelahi sampai mematahkan salah satu kaki kursi Julius - wali kelas mereka memutuskan bahwa paruh kedua semester pertama ini posisi duduk mereka akan diganti. Supaya bisa berbaur, kata beliau.

Dan coba tebak ketidak beruntungan Fred.

Pertama, dia duduk paling belakang, posisi yang paling dia benci. Kedua, dia duduk di sebelah Kanaya, si anak baru.

Kerandoman macam apa ini?!

Bukannya Fred tidak mau duduk di sebelah cewek ini, tapi dia masih kesal karena dikalahkan. Jiwa kompetitifnya menyala, padahal sudah lama dia tidak punya saingan. Satu-satunya saingannya dalam nilai hanya Peter, dan sekarang ada pemain baru yang mengalahkannya, dan Fred tidak suka. Tertantang, tapi tidak suka.

Kanaya menyunggingkan senyum ramah pada Fred.

"Hai, Frederick kan? Nama kamu bagus. Aku Kanaya."

Fred mengernyit.

Kenapa cewek ini pakai kata ganti aku-kamu?!

Oh iya, dia dari daerah. Mungkin belum terbiasa dengan gue-lo.

"Gue tahu nama lo. Thanks. Lo boleh panggil gue Fred."

Gadis itu tersenyum lebar, dan mengangguk.

"Kalau gitu, kamu boleh panggil aku Aya."

"Oke."

***

Saat guru mereka menerangkan prinsip pemangkatan di depan, fokus Fred sudah beralih pada gadis di sebelahnya.

Cewek ini belajar dengan serius dan tenang, batin Fred. Mirip dengan Peter. Fred merasa seperti dia duduk di sebelah Peter versi perempuan.

Sepertinya duduk di sebelah cewek ini nggak buruk-buruk amat, batin Fred.

Cewek ini juga manis. Senyumnya enak dilihat. Suaranya juga enak didengar. Cara bicaranya halus. Matanya juga -

Apa sih, Fred, omel batinnya. Umur masih empat belas, udah mulai ganjen lirik-lirik cewek. Ngapain sih, mending sekolah yang benar dulu.

Ingat, dia saingan nilai lo. Nggak usah mikir macem-macem dulu. Nilai lo harus bisa lebih bagus dari dia. Titik.

Fred, akhirnya tersadar dari pikirannya, memutuskan kembali fokus pada penjelasan guru di depan, mengabaikan keberadaan Kanaya.

Fred tidak menyadari, cewek di sebelahnya meliriknya sesekali dengan wajah bersemu.

Kanaya tidak menyangka dia akan duduk di sebelah Frederick Arthur Detama, cowok yang menurutnya paling keren di kelas ini.

Kalau Tanya, teman sebangkunya dulu, lebih suka dengan Sean yang kapten basket yang sangat populer dan keren, sementara temannya yang lain lebih suka Peter yang kalem dan ketua OSIS, Kanaya selalu punya ketertarikan khusus dengan pria berotak cemerlang dan dewasa.

Well, Frederick tidak dewasa-dewasa amat, namanya juga anak SMP. Tapi pembawaannya itu kelihatan lebih dewasa dibanding teman-teman sekelasnya yang lain. Dan dia adalah juara 1 seangkatan.

Dan kalau boleh ditambahkan, Frederick itu ganteng. Kalau dibandingkan dengan idol Korea Selatan, Frederick itu mirip Bang Yedam Treasure. Sudah ganteng, pintar, dewasa, tapi kadang-kadang tengil juga. Apalagi kalau sudah main dengan teman-temannya.

Kanaya menggelengkan kepalanya.

Fokus, Ya. Kamu itu pindah ke Jakarta untuk sekolah yang bener. Kamu harus bisa mempertahankan beasiswa kamu, bukannya malah mulai naksir-naksir cowok. Sekolah dulu, lebih penting.

***

Fred melongo saat melihat peringkat di akhir semester ganjil.

1. Kanaya Octavya (9A)
2. Frederick Arthur Detama (9A)
3. Peter Agustinus Biraya (9A)
4. Raissa Pujiastuti (9D)
....

What the hell??!!!

Dia kalah lagi?!

Dia sudah belajar mati-matian, dan dia masih juga kalah?!

Berarti usaha gue kurang keras, batin Fred, matanya melihat pada Kanaya yang sedang dikerumuni teman-temannya yang memberi selamat.

Fred bukannya tidak suka cewek itu lebih pintar darinya. Dia hanya tidak suka dikalahkan. Apalagi dia tahu dia menguasai bidang pelajaran dengan baik.

Tangan Sean merangkul Fred, tahu tentang kekesalan Fred.

"Daripada lo emosi, mending kita makan. RN menang taruhan dari Julius, jadi si Juls bakal traktir all you can eat."

"Gue nggak janji traktir lo semua ya!" teriak Julius. "RN only!! Yang lain bayar sendiri!!"

"Pelit amat sih, Juls. Kita lagi sedih, lho," sahut Peter sambil membenarkan kacamatanya, tapi Julius justru melotot pada Peter.

"Nggak! Bisa habis uang saku gue kalau traktir kalian!!"

"Ayolah, Juls."

"NGGAK!!"

Fred mengikuti Sean yang merangkulnya menjauh dari kerumunan bersama teman-temannya yang lain - Julius masih mencak-mencak sementara Peter dan RN sibuk mengganggunya - sementara matanya melirik Kanaya, yang ternyata juga melirik kepadanya.

Kanaya tersenyum tipis, namun sangat manis.

Jantung Fred berdetak kencang, dan dia menatap Kanaya penuh tekad.

Lihat saja, nanti gue bakal berhasil mengalahkan nilai lo, batin Fred. Baru setelah itu, gue bakal nembak lo.

Haiiiiiiii

Ini hanya sepenggal kisah Fred, waktu awal ketemu Aya. Aku nggak yakin akan bikin kisah mereka sendiri. Jadi, kubikin kayak cerpen aja ya.

Buat kalian yang tahu kpop dan mau komplain kenapa aku pakai nama Yedam Treasure di sini, karena aku bikin ini sebelum dia keluar dari Treasure... :((( Fred di sini masih kecil, jadi aku juga ngeliatin boygrup baru, supaya match dengan anak sekolah, dan kepincutnya sama Treasure, adeknya Bigbang ini.

Jangan nagih cerita lain ya. Aku cuma post ini supaya kalian nggak bosan2 amat nungguin aku. Iya, iya aku lelet aku tahu kok. Nggak usah dikasih tahu, aku udah sadar.

Kalau ada cerpen lain tentang karakter aku yang lain, bakal aku post di sini juga.

JADIII

Bagaimana menurut kalian?
Menurut kalian, aku cocok nulis cerita anak sekolah nggak? Atau dari sini nggak cukup untuk menilai aku sanggup bawain genre teenlit atau nggak?

Saran dan komentar dari kalian sangat aku nantikan. Permintaan aku cuma satu, bahasanya yang sopan yaaaaaaaa

Sampai jumpa di cerita aku yang lain ❤️

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro