Bab 1

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Assalamualaikum. Selamat datang di dunia absurd Tasya. Kali ini Tasya bawa cerita baru bertema pernikahan. Untuk pertama kalinya pula Tasya akan kolaborasi dengan Elsye91

Jangan lupa follow dan baca karyanya kak Elsye91

Dijamin gak kalah seru.

Happy reading😄

_____

Kata orang, cinta itu bisa datang karena terbiasa bersama. Kata orang, cinta itu bisa tumbuh jika dibangun bersama. Kata orang, jatuh cinta itu adalah kelengkapan dari sebuah hidup.

Katanya cinta adalah sebuah perasaan yang diberikan oleh Tuhan pada sepasang manusia untuk saling mencintai, saling memiliki, saling memenuhi, saling pengertian. Katanya cinta adalah memberikan kasih sayang. Cinta juga tidak bisa dipaksakan dan datangnya pun kadang secara tidak disengaja. Sedangkan menurut Wikipedia, cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Ada banyak definisi cinta. Entahlah, itu hanya bualan atau benar realita.

Bukannya tidak percaya, seorang Cattleya hanya sedikit muak dengan banyaknya definisi cinta. Ia percaya adanya cinta. Jika tidak, bagaimana bisa ia lahir hingga sebesar ini? Bagaimana pula ia tumbuh dengan penuh kasih sayang? Kasih yang terlalu disayang hingga kedua orang tuanya rela melakukan apapun untuk kebaikan Cattleya.

Cattleya percaya cinta itu ada. Entah kapan dan di mana saja, ia pasti akan menemukannya. Karena setiap manusia diciptakan berpasangan. Dan, Cattleya telah menemukannya. Entahlah itu pasangan sesaat atau pun untuk selamanya.

Cattleya tidak banyak berharap pada pernikahan yang baru ia jalani selama enam bulan ini. Terlebih saat pasangannya adalah seseorang yang berasal dari kutub berbeda dengannya. Lelaki yang sama sekali tidak membuat hidupnya makin bahagia. Yang ada, makan hati saja.

Jika tahu begini, ia memilih hidup kebosanan dengan kesendirian. Namun, waktu tidak bisa diulang kembali. Seorang lelaki yang memiliki sifat yang sangat bertentangan dengan Cattleya telah menjadi pemiliknya. Setiap hari, rumah minimalis yang terlihat elegan itu selalu dipenuhi dengan pertengkaran. Padahal hal yang terjadi sangat sepele. Bahkan sangat sepele hingga tidak ada salah satu dari mereka yang ingin mengalah.

Atensi Cattleya tidak beralih dari benda pipih dengan lebar 37 inchi yang dilakoninya sejak sejam yang lalu. Ia begitu asyik menonton sambil bersantai ria di atas sofa. Sesekali jemarinya meraup beberapa keping keripik kentang dari toples tanpa mengalihkan perhatian.

"Cet, besok kamu ya yang belanja kebutuhan dapur."
Kalimat dari lelaki yang sedang berkutat dengan laptop abu-abunya, yang duduk di sofa seberang itu pun menghentikan kegiatan Cattleya.

"Loh, Pak? Kan harusnya minggu besok Bapak yang belanja. Kok malah jadi saya?" protes wanita itu tidak terima.

Lelaki itu melepas kacamata yang bertengger di wajahnya. Memandang ke arah Cattleya yang kembali asyik menonton.

"Kamu nggak lihat saya lagi ada kerjaan?" tanya lelaki itu dengan nada sinis.

"Nggak! Ngapain juga lihat Bapak. Mending saya nonton Nobita," balas Cattleya sambil menonton film kartun.

Lelaki tersebut mendesah kasar. Ia memijit pelan pelipisnya, mencoba menahan rasa kesal.

"Tapi saya masih banyak kerjaan, Ceya. Dan ini materi untuk bahan ajaran saya lusa nanti." Cattleya diam tidak menanggapi.

"Kamu itu udah berumur 21 tahun, masih aja nonton film kartun." Masih bergeming, sang istri tetap mengacuhkannya.

"Ceya ...."

"Nggak!" Lagi-lagi lelaki itu mendesah kesal. Ia benar-benar sedang tidak ingin berdebat malam ini.

"Oke," ujarnya setelah hening beberapa saat.

"Saya yang akan pergi," lanjutnya lagi.

"Bagus!" seru Cattleya yang masih belum mengalihkan atensinya dari film kartun tersebut.

"Asal kamu juga pergi."

"What?!"

Finally, kalimat terakhir itu sukses mengambil alih netra coklat milik Cattleya.

"Nggak! Nggak! Saya nggak mau!" tukas Cattleya cepat lalu beranjak menuju ke dapur.

"Enak aja si rumput laut ngajak belanja bareng, kalau ketahuan orang gimana?" dumel Cattleya dalam hati.

Ia tidak mau mendadak viral karena ketahuan menikahi lelaki itu. Tidak untuk sekarang.

Belum selesai dengan sesi kesalnya, Cattleya membelalakkan mata tatkala melihat banyaknya piring kotor.

"Pak, cuci piring!" seru Cattleya masih dengan mode lembut. Ia mencoba bersabar.

Tidak ada jawaban. Hanya terdengar sayup-sayup suara presenter yang sedang membahas perceraian sepasang artis tanah air di televisi. Geram, Cattleya melangkah dengan cepat menuju ruang tamu.

Di sana. Tepat di sofa, lelaki berkaos hitam itu sedang berselonjoran dengan toples keripik di tangannya. Bukankah tadi dia sedang bekerja? Sejak kapan jadi berleha-leha?

Cattleya mengepalkan tangannya karena tidak direspon. Lelaki itu pasti bersikap pura-pura tidak dengar. Ingin sekali ia menjambak rambut lelaki itu.

"Hari ini jadwal Bapak yang cuci piring, lho." Masih dengan nada pelan.

Bukannya menjawab, lelaki itu malah meraih remote TV dan mengganti siaran ke tayangan sinetron azab.

"Wah seru, tuh. Azab suami malas cuci piring dan pura-pura budek tiba-tiba mati karena dicium kucing."

Bruk!

Lelaki itu tersentak kaget saat melihat seekor kucing berada di pangkuannya.

"Ceya durhaka!!! Kucingnya!!!"

Cattleya tertawa puas. Ia memang sengaja meletakkan kucing itu di atas pangkuan suaminya. Lelaki itu harus diberi pelajaran sesekali. Dan cara mengendalikannya adalah dengan senjata rahasia berupa kucing.

"Ceya!!! Kucingnya, Cey!!!" teriak lelaki itu dengan nada frustasi.

Alih-alih merasa bersalah, Cattleya malah tertawa keras sambil berjalan santai menuju kamar. Meninggalkan lelaki yang masih sibuk mengusir kucing di atas pangkuan. Sesekali, lelaki itu melirik punggung wanita yang kini telah menghilang di balik pintu kamar. Kesal? Tentu saja.

"Ceya iblis!" umpat lelaki itu tatkala kucing yang berada di pangkuannya meloncat turun ke bawah. Entah di mana kucing itu sekarang, sang lelaki tidak mau peduli. Ia memandang pintu kamar istrinya dengan tatapan penuh dendam.

Sementara itu, Cattleya naik ke atas tempat tidur. Ia memasang earphone, memutar lagu kesukaannya lalu menarik selimut hingga menutupi separuh badan. Baru saja ia mulai terlelap, suara klik dari pintu kamar memaksanya untuk kembali membuka mata.

"Oi, Cey! Buang sana kucingmu! Saya gak mau tahu. Pokoknya saya gak mau bangun besok pagi jadi flu. Saya ada kelas besok," ujar sang lelaki itu dengan bersedekap di depan pintu.

"Meong!"

Lelaki itu langsung terlonjak kaget saat kucing laknat tadi berjalan dengan santai di bawah kakinya. Seketika bulu kuduknya berdiri. Sungguh, ia geli dengan hewan berbulu itu. Dan sialnya, istrinya sendiri yang memelihara kucing itu di rumah. Sungguh, kesengsaraan apa yang kamu dustakan?

"Salah sendiri. Sama kucing aja takut," ledek Cattleya seraya menjulurkan lidahnya. Lelaki yang mendapat ejekan itu mencibir. Percuma ia berbicara dengan istri anehnya, yang ada makan hati.

Lalu, tanpa berkata lagi sang lelaki berbalik dan menutup pintu kamar Cattleya dengan suara debuman keras. Itu pertanda jika lelaki itu sedang kesal.

Cattleya memutar mata malas, lalu memanggil kucing berwarna oranye- putih itu untuk naik ke atas tempat tidur.

Hanya berselang lima menit, pintu kamar kembali terbuka. Menampilkan satu-satunya lelaki yang ada di rumah tersebut.

"Satu lagi. Jangan biasakan memakai earphone saat tidur. Saya nggak mau punya istri budek."

Blam!

Pintu kembali tertutup. Cattleya menggeram kesal, namun tak dapat di pungkiri ia tetap menuruti perkataan sang suami dengan menyimpan earphone tersebut ke dalam laci nakas.

"Heh, gue gak akan budek kali," cibir Cattleya dengan bergumam.

"Jangan lupa cuci piring!" teriak Cattleya yang dibalas dengan suara tidak kalah lantang berupa, "ya".

Cattleya mendesah pelan. Beginilah rutinitas sehari-harinya di rumah minimalis tersebut. Bersama sang lelaki aneh yang ia nikahi beberapa waktu lalu. Si suami absurdnya, Davano Algara.

###

Tbc.

Di bawah langit biru nan cerah,
Di bawah khayalan yang tak berarah,
Di bawah kendali cinta yang merekah,
Kami hadirkan kisah mereka yang menikah

04 Desember 2019

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro