Menulis Cerita Itu ....

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sekitar tahun 2007, seorang pelajar SMP pada masa itu bermimpi. Okelah nanti kita bikin komik action yang tokoh utamanya cewek. Okelah bikin karakter ceweknya itu anak IPS yang sering kena masalah.

Jangan lupa bikin dunia yang serealistis mungkin lengkap dengan mata uang dan sistem politiknya. Terus juga latarnya era sebelum Perang Dunia ke-II dengan karakter abad pertengahan versi masa depan.

Ah, satu lagi. Punya keluarga yang memeable banget. Seorang kakak yang sama cabulnya seperti guru Happosai dan Ryo Saeba (mokkori!), tapi selalu terbentur kusen pintu. Seorang ibu galak yang sering salah dikira ABG saking pendek dan awet mudanya. Jangan lupa punya "bapak takut istri" yang kalau jalan bareng sama istrinya sering disangka "kakek-kakek pacarin ABG". Padahal umur bapak dan ibunya cuma beda lima tahun.

Ironisnya, pelajar itu gak bisa gambar adegan action. Akhirnya bikin coret-coretan asal di Microsoft Word yang jauh lebih ditekuni daripada tugas sekolahnya sendiri.

Singkat kata, itulah awal cerita penulisnya menekuni dunia kepenulisan. Semua berawal dari kesenangan pribadi, tapi kini berakhir dengan stres sendiri.

Ternyata penghasilan dari menulis tidak sebesar bekerja di pabrik apalagi kalau terlalu idealis.

Belakangan ini aku memang terbebani soal rekening yang belum membuncit. Aku juga mudah panas lihat status media sosial terutama grup penulis. Banyak orang yang memamerkan penghasilan ratusan dolar setiap bulan.

Lalu aku mencoba untuk "melacur" tulisan sesuai selera pasar, tapi berujung dengan gejala depresi kambuh. Bukan asal ngaku-ngaku biar keren. Aku memang bertarung dengan penyakit kejiwaan menyebalkan itu sejak 2016. Belum lagi aku mengalami trigger yang hebat sampai harus curhat sama mutual sesama penulis.

Aku bener-bener gemeteran waktu mengetik setiap kata di depan laptop.

Badanku keringat dingin untuk mengetik seratus kata saja.

Bayang-bayang masa lalu kelam semasa sekolah muncul. Perkataan tidak enak dari teman sekelas, pengucilan, bully, dll.

Aku bahkan melarikan diri dengan main game, tapi hal itu justru semakin memburuk. Aku malah lebih stres karena kebanyakan game yang kumainkan punya latar bertema distopia yang cenderung dark.

Penasaran tema ceritanya? Dampak pernikahan dini dengan penggambaran bad boy yang realistis. Bukan bad boy haluable, melainkan cowok brengsek. Aku udah kenyang dengerin curhatan temen kerjaku di pabrik soal tipe cowok kayak gini.

Aku curhat sama mutual-ku di WhatsApp.

"Bang, aku gak kuat nulis ngikut pasar. Minta saran dong. Gimana caranya biar cepet pecah telor? Masalahnya aku rada ke-trigger sama tema itu."

Dia pun membalas, "Mending gini aja. Kamu nulis aja sesuai pasar, Pik*, tapi kamu harus ngerasa nyaman nulisnya."

=======================================

NB:

Nama pena yang kupake itu sama kayak nama panggilanku di dunia nyata, Pika. Cuman orang terdekatku yang panggil Pika.

=======================================

Masalahnya apa yang harus kutulis? Aku masih belum menemukan hal-hal yang membuatku nyaman untuk menulis sekaligus sesuai dengan pasar.

Saat itu aku pun tersadar:

Menulis cerita itu tidak mudah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro