Manusia itu Penipu Unggul Perkara Hatinya

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kita bisa saja berpura-pura bahagia di depan orang tersayang, tetapi di lubuk hati terdalam, kita unggul menimbun luka hingga bertahun-tahun lamanya.

Kita sering bilang 'tidak apa-apa, aku masih kuat', padahal sebenarnya sedang rapuh dan mungkin hampir depresi memikirkan hidup yang sungguh aduhai, mungkin juga sempat menyerah, kenapa hidupku begini-begini saja. Kenapa aku tak seperti teman lain yang bisa menikmati hidupnya dengan bahagia.

Lantas, apakah kita pernah membayangkan, apa benar hidup 'teman-teman' kita berjalan dengan mulus tanpa ada hambatan? Tidak pernah tahu, bukan? Bisa saja, mereka tak ingin mempublikasikan kehidupan peliknya kepada dunia Maya atau pun keluarga. Cukup hanya dia dan Tuhan-nya yang tahu, begitu sakitnya melalui proses panjang untuk mencapai sebuah kata kesuksesan.

Sekarang, coba bertanya pada diri kita sendiri, 'sebenarnya apa yang salah dalam hidupku? Apa yang harus aku lakukan untuk mengubah paradigma orang-orang yang suka menjatuhkan diriku?'

Ibarat kita menaiki tangga seribu, belum sampai di atas, kita merasa lelah, padahal sedikit lagi gerbang menuju kesuksesan itu akan kita raih. Namun nyatanya, kita malah terbuai kritik pedas para netizen maha benar dan kita lupa bahwa ada DIA yang mampu mengubah kehidupan kita.

Jika aku bertanya, kapan terakhir kita berbincang manja kepada Tuhan? Kapan terakhir kali kita mau menangis di depan Tuhan? Setahun lalu, bulan lalu, seminggu lalu atau jangan-jangan kita sudah lupa dengan-Nya?

Mulai hari ini, cobalah kita berbagi keluh-kesah dengan-Nya, tak perlu malu atau pun segan, Tuhan pasti mau mendengarkan curhatanmu, Tuhan tak pernah melupakan, justru kita lah, yang sering meninggalkannya ketika seruannya memanggil untuk kita kembali pada-Nya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro