1. Pertemuan, Takdir Terkadang Sederhana

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

PAGI. Sekitar pukul enam lebih. Di Hari selasa, sama seperti hari-hari pada umumnya. Tapi yang membuat beda, kali ini Kayron berstatus jomblo alias tanpa pacar. Kalau biasanya ia datang ke sekolah bersama pacarnya sekarang ia datang sendiri. Tidak ada yang mengisi sadel sepeda motornya pada bagian belakang. Atau mungkin, hanya bayangannya sendiri.

Setelah sepeda motornya berhasil mendapatkan tempat parkir ia langsung menuju kelasnya. Sengaja lewat jalur lain supaya tidak melewati kelas 11-Bahasa, karena ia tak mau berpapasan dengan Febi nantinya. Padahal setiap hari sebelumnya jalur itu adalah jalur tercepat supaya ia bisa cepat sampai di kelas sekaligus mengantar Febi sampai ke kelas.

Tiba akhirnya di depan pintu kelasnya yaitu 11-IPA-4, ia mengembuskan nafas penuh dengan kelegaan karena sama sekali tidak menjumpai sosok Febi alias mantan pacarnya itu. Ia masih kesal terhadapnya karena memutuskan cintanya tanpa pejelasan kemarin malam.

Ia masuk ke dalam kelas. Menuju ke bangku Seli, berbicara sebentar kepada sekretaris OSISnya itu lalu menuju ke bangkunya.

"Ren lo uda ngerjakan tugas matematika halaman sepuluh." Kayron datang ke bangkunya dan langsung menanyakan tugas dengan nada introgasi.

"Hehehe...." Reno tertawa sumbang. "Yah kan nungguin lo dateng baru gue kerjakan... mana buku tugas lo!" Tangan Reno langsung menengadah.

"Mana buku tugas lo! Biar gua yang kerjakan aja," kata Kayron kembali.

"Tumben-tumbenan nih lo mau ngerjakan tugas gue."

"Sudah buruan ah."

Reno langsung mengambil buku tugasnya di loker bangkunya dan meletakan di atas meja bangku Kayron. Sedangkan Kayron langsung duduk meletakkan tasnya di lantai, sebelumnya ia mengambil buku cetak dan alat tulisnya. Siap mengerjakan tugas matematika milik Reno.

"Lo ke sambet apa sih?" tanya Reno penasaran. Karena Kayron tidak biasanya mau berbagi Masalah tugas sekolah.

"Diem lo ah!" perintah Kayron kepada Reno. Matanya terfokus menulis sekaligus menghitung soal-soal yang tertera di buku cetak. "Al... Bay... mana buku tugas kalian biar aku yang kerjakan juga."

Bayu dan Alfo yang duduk di depan bangku Kayron langsung melengak kebelakang menatap Kayron yang fokus pada buku tugas Reno.

"Eh lo kok tahu kalau gue belum ngerjakan tugas." Bayu mengambil buku tugasnya di atas meja dan memberikan kepada Kayron.

"Taruh di situ!" printah Kayron.

"Gua juga yah Kay?" kata Alfo merayu.

"Tumpuk di atas bukunya Bayu aja."

Setelah Kayron mengerjakan tugas milik Reno ia beralih mengerjakan milik Bayu. Walaupun seharusnya tinggal menyalin tetapi Kayron masih tetap menghitungnya seolah ia belum mengerjakan soal-soal yang terlampir di halaman sepuluh di buku cetak itu.

Saat asiknya ia menghitung tiba-tiba Bana—laki-laki tinggi berpakaian sedikit rapi dengan aroma parfume yang khas, ketua grup band sekolah—menghampiri bangkunya.

"Kenapa?" katanya terlebih dulu sebelum Bana memulai untuk bicara. Tanpa menatap muka
Lawan bicaranya, karena ia tahu ada sosok berdiri di samping bangkunya. "Taruh saja buku tugas matematika lo di situ biar nanti gua kerjakan juga." Kayron tetap saja menulis.

"Eh gua nggak dari kelas ini. Lagian gua nggak depet tugas matematika dan guru kita juga beda," protes Bana.

"Eh..." Kayron meletakkan alat tulisnya dan menatap laki-laki yang berdiri di samping bangkunya. "Kenapa lo ke sini?" tanyanya.

"Gua cuma mau bilang kalau band sekolah nggak bisa hadir dalam acara besok jumat..."

"What!" sela Kayron. Melotot. Panik. Tidak menyangka. "Kenapa bisa gitu? Acaranya empat hari lagi loh?"

"Aku nggak tahu kalau sabtu besok band gua ada lomba di luar kota."

"Masa nggak ada grup band cadangan gitu dari ArtClub?"

"Semua anggotaku ikut ke sana. Semuanya ikut daftar."

"Ah... semalem Febi putusin gua sekarang masalah sama anak band." Kayron bergeming sendiri tapi suaranya terdengar jelas di telinga Bana, Reno, Alfo dan Bayu. "Nanti siang apa lagi ini?"

"Eh lo semalem putus sama Febi?" kata Reno. Memegang bahu Kayron.

"Ehm pantes dia kerjakan tugas-tugas kita," timpal Bayu di depan Kayron. Ikut menimbrung menatap Kayron lamat-lamat. Sedangkan Alfo hanya diam tak ikut nimbrung akan tetapi menyimak dengan seksama.

"Kenapa memang?" tanya Kayron dengan tatapan siap menerkam. Karena tidak ada reaksi dari Reno dan Bayu ia langsung kembali berbicara dengan Bana. "Yaudah deh, mau gimana lagi, kalian lomba juga bawa nama sekolah. Nanti biar aku cari jalan keluarnya sama anak OSIS yang lain."

"Maaf banget kalau mendadak gini."

"Tak apa lah Ban, santai aja." Kayron kembali melanjutkan mengerjakan tugas matematika milik Bayu.

"Kalau gitu gua balik dulu," pamit Bana kepada Kayron, Bayu, Alfo dan Reno.

"Seriusan lo habis putus?" tanya Reno penasaran kembali.

Kayron hanya diam. Ia masih terfokus pada buku tugas milik Bayu.

"Kay, jawab!" gertak Bayu. Penasaran.

"Sudah nggak usah bahas itu, nih buku lo." Kayron mengembalikan buku Bayu dan buku milik Reno. Kemudian ia mengambil buku tugas milik Alfo.

"Eh... Kay, nggak usah di kerjakan milik gua biar gua sontek punya Bayu saja." Alfo mengambil buku tugas miliknya sebelum Kayron membuka bukunya.

Kayron berdiri, berniat ingin meninggalkan bangkunya.

"Mau kemana?" tanya Reno.

"Yah urusin masalah itu tadi," jawab Kayron.

"Nanti jam istirahat kan bisa, lima menit lagi jam pertama di mulai loh."

Kayron kembali duduk di bangkunya dan merebahkan kepalanya di atas meja.

***

BEL pertanda jam istirahat berkumandang. Pak Wito selaku guru bahasa indonesia meninggalkan kelas 11-IPA-4.

Kayron langsung datang ke bangku Seli untuk mengajaknya ke kelas Mita—anak OSIS yang mengatur acara hari sabtu besok—di kelas 11-IPA-5, untuk menindak lanjuti masalah tentang anak band yang berhalangan hadir dalam acara.

Sampai di kelas Mita ia langsung merundingkan mencari jalan keluar dari akar masalah yang dialami.

"Kita nggak mungkin kan ngadain acara tanpa musik," kata Kayron.

"Ini pagelaran seni loh, musik tuh jelas di perlukan banget. Susunan acaranya juga sudah dibikin," timpal Seli.

Mita hanya terdiam. Otaknya terus berfikir mencari jalan keluar. Namun tak kunjung ia menemukan titik terang.

"Gua beri dua pilihan yah, tadi gua sudah coba pikirkan lagi nih selama empat jam pelajaran tadi," kata Kayron. "Kalian rundingan dulu saja sama anak acara yang lain."

"Iya apa pilihannya?" tanya Mita.

"Yang pertama live music kita ganti dengan putarkan lagu-lagu gitu sebagai pembangun suasana. Atau yang kedua..." Kayron berhenti sejenak untuk berkata, "Ini nggak mungkin sih..."

"Kenapa nggak mungkin?"

"Yah, ini kan pagelaran seni SMA kita, nggak mungkin kan kita panggil band luar buat ngisi acara."

"Bener juga sih Kay," kata Mita memahami lagi pilihan yang diberikan Kayron. "Tapi masak anak OSIS nggak ada gitu yang bisa nge-band."

Kayron mengerdikan bahu.

"Tapi bentar deh," sela Seli tiba-tiba. "Kalau nggak salah ada anak IPS yang bikin band."

"D'UNOs?" tanya Minta menebak.

"Kek pernah dengar gua... tapi di mana?" Kayron bergeming sendiri.

"Coba deh Kay lo tanyakan ke anak IPS," pinta Mita.

"Ke siapa?" tanya Kayron kepada Mita.

"Mika, anak IPS-2," jawab Seli.

Mita mengaggukan kepala. "Iya, hanya Mika setahuku kalau tuh anak D'UNOs juga."

"Gua nggak tahu orangnya yang mana?"

"Lo tanya aja ke anak IPS yang lain."

"Harus aku?"

"Kan lo ketua OSIS," protes Mita dan Seli berbarengan.

"Yah deh ntar gua ke kelasnya," jawab Kayron terpaksa. "Siapa tadi Mika yah?"

Mita dan Seli mengaggukan kepala.

"Gua denger tadi di kelas katanya lo putus yah sama Febi?" tanya Seli tiba-tiba.

"Kok jadi bahas itu sih," protes Kayron kecewa telah mengajak Seli ikut ke kelas Mita. "Sudah gua mau ke kantin, laper."

Sebelum Kayron pergi Mita sempat mencegahnya menayakan lebih jelasnya tentang putusnya dengan Febi. Namun Kayron tak menghiraukan meninggalan Mita dan Seli di tempat.

***

SUASANA kantin sejak dulu kala selalu ramai apa lagi banyak kios-kios kantin yang menawarkan banyak makanan yang cukup untuk mengganjal perut mereka yang kram karena tegang di ruang kelas selama kurang lebih empat jam. Menerima banyak ilmu yang cukup menguras otak.

Meja dan kursi yang tersedia di sana tidak begitu banyak, hingga ada yang terpaksa membawa makanan ke kelas, walaupun hal tersebut sebenarnya dilarang guna mencapai sekolah yang berbasis adiwiyata.

Karena kantin cukup ramai, tidak menutup kemungkinan Kayron akan menemukan Febi bersama teman-temannya di sana. Jadi ia berbelok menuju koridor deretan kelas 11-IPS.

Ia merasa berdosa dengan perutnya, sebenarnya ia lapar namun untuk segala antisipasi ia harus menahannya sampai istirahat kedua nanti.

Sampai di depan pintu dengan di atasnya tertera tulisan 11-IPS-2. Ia berhenti menatap tulisan tersebut yang menggantung pada siku kayu.

Kemudian muncul tiga laki-laki keluar dari dalam ruang kelas tersebut, sontak Kayron terkejut begitu pula tiga laki-laki itu.

"Eh ada ketua OSIS," celetuk salah satu dari tiga laki-laki tersebut. Rambutnya rapi mengkilat, seperti telah diberi pomade.

"Ngapain lo?" tanya yang lain dengan nada menantang. Laki-laki cukup gemuk.

"Benar ini kelasnya Mika?" kata Kayron sopan.

"Oh," jawab laki-laki sedikit gemuk tadi. "Ada di dalam." Tiga laki-laki itu langsung pergi meninggalkan Kayron di tempat.

Pantes jarang ada yang lewat sini, orangnya pada nggak ramah gini. Kalo Mika ini pasti nggak jauh beda sama mereka, batin Kayron.

Kemudian muncul seorang perempuan dari dalam kelas itu lagi. Perempuan itu berkaca mata dan sedikit pendek, bertubuh kecil.

"Maaf, bisa tolong panggilkan Mika nggak?" pinta Kayron kepada perempuan itu dengan ramah.

Perempuan itu pergi membuang sampah lalu berkata, "Iya sebentar." Perempuan itu kembali masuk ke dalam.

Kayron menunggu sejenak menanti sosok pria yang bernama Mika itu. Cukup lama hingga Kayron akhirnya bersandar pada tembok.

Kemudian muncul dari dalam kelas sosok laki-laki cukup tinggi daripada Kayron. Berkulit kecoklatan, ada garis tipis di bawah hidunganya.

"Kenapa cari saya?" kata laki-laki itu kepada Kayron.

Kayron langsung mendongak ke arah laki-laki itu. Karena cukup tinggi darinya.

"Eh ganggu nggak?"

"Kita duduk di sana saja," ajak laki-laki itu. Sebelum Kayron mengiyakan laki-laki itu sudah pergi ke tempat duduk yang tersedia di koridor. Kemudian duduk.

Kayron mengikuti duduk di sampingnya.

"Jadi?" kata laki-laki itu kembali.

"Lo beneran punya band?" tanya Kayro ragu-ragu.

"Jadi lo cari gua cuma tanya ini?"

"Bukan itu... maksud gua..."

"To the point saja!" sela laki-laki itu tegas.

"Kalau iya, gua mau ajak band lo ikutan acara pagelaran seni besok jumat di lapangan sekolah."

"Wah... kalau itu lo bisa tanyakan saja ke manajemen bandku."

"Tapi anggotanya dari anak sini kan?"

"Yah, tiga di antaranya anak SMA Kalikuning juga."

"Bagaimana gua bilang ke manejemennya?"

"Lo dateng aja ke tempat tongkrongan kami."

"Di mana?"

"Jam tujuh gua jemput di rumah lo." Laki-laki itu berdiri lalu berjalan meninggalkan Kayron yang masih duduk.

"Eh maksudnya?" Kayron mengikuti laki-laki itu. Namun sudah menghilang masuk ke dalam kelas.

((BERSAMBUNG))

Lalalalala #bernyanyi.

Kurasa suasana yang aku tulis ini sudah cukup pas untuk cowok yang lagi galau. Sebenarnya saya mau buat Kayron merana tapi kurasa cowok nggak sealay itu ketika patah hati.

Judulnya pertemuan tapi singkat bener yah ketemu Mikanya. Maaf.

Kalau suka dengan bagian "1. Pertemuan" ini sila vote kalau tidak suka bisa tinggalkan komentar. Saya siap menerima apapun itu.

Cerita ini masih terus dalan pantauan pembimbing.

Lamongan, 30 Juli 2017.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro