Bagian 18: Kepingan yang Hilang 3

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Halooo selamat seniiinnn
Bogor hujan deras euyy, sinyal lgsung drop banget duh.
Di tempat kalian hujan gakkkss?? Hehe
.
Anyway, enjoy reading ~
Jgn lupa tekan bintang dan ramaikan Kolom komentar 🤗
.
.

Bab 18: Kepingan yang Hilang 3

Sanuar pikir, pasca Betari menelponnya semalam, keadaan akan kembali normal. Iya, normal. Dimana ia akan menjalani rutinitas menjadi sopir pribadi untuk Mbak Dian dan Betari. Namun nyatanya tidak. Benar, sih, lelaki yang kini memkai outfit khas pergi ke kampus---celana jeans dan jaket parka kuning terang kebanggaan jurusan---tengah berada di teras rumah Betari Maharani. Namun, yang terjadi malah---

"Kenapa, si? Katanya udah nggak ngambek! Ayok, berangkat bareng!" Sanuar menunjukkan raut tidak terima. Lelaki itu sudah bersiap menenteng segala barang bawaan Betari.

"Aku nggak marah, Kak---itu simpen dulu, ish!" cegah Betari. "Aku mau berangkat sendiri aja. Bisa, kok. Kan dua minggu kemaren juga berangkat sendiri."

"Ya, beda, Del ... dua minggu kemaren kan kamu lagi ngambek. Ditelepon nggak diangkat, di-chat juga nggak bales. Gimana mau berangkat sama pulang bareng? Udah, ya, jangan ribut pagi-pagi kita. Mending ayo---"

"Mending kakak berangkat duluan, aku biar naik ang---"

Sanuar abai. Melengos begitu saja meski Betari terus memanggil-manggil namanya. Dian hanya mampu menggeleng tatkala menyaksikan pemandangan yang dua minggu belakangan tidak mengisi awal paginya. Sementara itu, Betari berdecak, menyusul Sanuar dengan Langkah yang dihentak-hentakan.

"Itu ada brownies sama susu di dalem tote bag. Terserah mau dimakan sekarang apa mau dibawa bekel," Sanuar berucap tanpa memberikan atensi. Raut wajahnya masih tampak kesal meski Betari sudah berada di kursi belakang---lagi, yang dua minggu terakhir tidak diisi penghuni aslinya.

Betari sendiri tidak menanggapi. Menunjukkan raut super keki sambil membuang pandang ke jendela. Namun, dalam hati, gadis itu jelas merasa senang karena akhirnya bisa kembali menduduki tahta-nya di mobil Kak Alpha.

"Betaaaa, udah lama banget nggak ketemu sama mbak! Kangen deh, duh. Gimana kuliahnya?" Dian mencoba mencairkan suasana.

Betari kontan melembutkan raut wajahnya. "Baik, Mbak," katanya seraya menampilkan senyuman.

"Padahal mbak nunggu-nunggu kamu dateng ke rumah biar minta bantuan, mbak. Nggak Taunya mbak di-ghosting, nih."

Betari mengerjap cepat. Gadis itu tampak sedikit panik saat mendengar ucapan Mbak Dian. "Bu-bukan gitu, Mbak. A-aku---"

"Iya, mbak bercanda, kok, sayang." Dian menoleh. Memberikan Betari senyum menenangkan agar gadis itu berhenti panik. "Gimana kuliahnya?"

Betari tersenyum hingga menampilkan deretan gigi rapi---ada gingsul kecil di bagian atas sebelah kanan dan sebenarnya ini yang selalu membuat Sanuar merasa gemas ketika Cadel-nya tersenyum. "Lancar, Mbak. Alhamdulillah. Banyak yang bantuin aku. Oh, senior aku juga nawarin bantuan, dia itu sering dapet nilai bagus di---"

"Cowok apa cewek?" Sanuar memotong cepat. Nada bicaranya terdengar ketus. Lirikan mata yang terpantul dari kaca tengah mobil tampak tidak bersahabat.

"C-cowok," Betari menyahut takut-takut.

"Kok tumben mau dibantu sama cowok? Siapa namanya? Angkatan berapa? Ganteng? Baik?"

Duh, Betari total merasa ciut sendiri. Sanuar terlihat sekali menunjukkan ketidaksukaan. Kedua alisnya yang hampir menyatu, kernyitan pada dahi serta nada bicara yang ketus total menjadi sinyal jelas untuk Betari agar berhati-hati dalam memilih kata sebagai jawaban.

"B-baik, kok. Kak Jamal juga pernah jadi kakak pembimbing gugus waktu ospek jurusan."

"Oh."

Betari mengulum bibir seraya mengerjap cepat. Kesal Sendiri sebenarnya. Kak Alpha-nya menyahut terlampau singkat, tanpa memberikan tanggapan yang jelas. Kalau begini, ia jadi bingung sendiri.

"Sama siapa aja boleh temenan, kok, Beta." Dia melirik Sanuar sejenak. Nada bicaranya dibuat selembut mungkin demi mencairkan suasana. "Yang terpenting, Betari tau mana yang benar, mana yang salah. Mana yang harus diikuti, dan mana yang harus dihindari. Mbak percaya, kok, Betari pasti bisa tau apa yang baik-baik buat diri sendiri."

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆

Dua ratus meter dari universitas Tugu Kujang, Dian berpamitan. Tempat kerjanya memang tidak jauh dari kampus Sanuar dan Beta. Biasanya, jika sudah berdua begini akan ada percakapan kecil yang diselingi gurauan kecil. Namun, entah mengapa kali ini atmosfer yang terasa begitu mencekam bagi Betari.

Dari kursi belakang, Betari bisa dengan jelas melihat raut wajah Kak Alpha-nya yang tidak bersahabat. Rahangnya sedikit mengeras. Hal ini jelas saja membuat Betari enggan memulai percakapan. Rasanya, baru kali ini perjalanan singkat ke kampusnya terasa seperti naik wahana yang menguji nyali.

"Mauk jam 8, kan?" Sanuar akhirnya angkat bicara setelah berhasil memarkirkan mobilnya di parkiran dekat masjid gedung depan.

"Iya ...," Betari menyahut lirih.

Sanuar melirik jam tangannya. "Masih dua puluh menit lagi. Kakak minta waktu sepuluh menit, bisa?"

Betari tidak menjawab. Gadis itu mengangguk begitu tahu bahwa tatapan keduanya bertemu di kaca spion kecil di bagian depan.

"Maaf karena udah bohong waktu itu. Kakak nggak maksud buat bohong, Del," ucap Sanuar tanpa melihat Betari sama sekali. Lelaki itu malah tampak seperti seorang pengecut yang menundukkan kepala karena rasa bersalah.

Betari mengerjap. Rasa itu kembali menguap begitu Sanuar mengungkit kejadian lalu. Jelas-jelas ia sudah mencoba sebaik mungkin untuk melupakan, tetapi Sanuar justru dengan enteng membuatnya ingat. "K-kalo nggak maksud bohong ... terus maksudnya apa?"

Sanuar menghela napas frustrasi. "Kakak ... kakak juga nggak tau, Del. Maaf ...."

"Oke. Aku maafin, tapi traktir macchiato, ya?"

Ucapan Betari kontan membuat Sanuar menegakkan tubuhnya. Tanpa ragu menoleh dan memastikan raut wajah Cadelnya.

Kok, nggak marah, sih, si Cadel?

"Serius dimaafin?" Sanuar memastikan. Nada suaranya terdengar agak heboh karena Betari tidak bersikap seperti biasanya, seperti apa yang ada dalam dugaannya.

"Umm ... caramel macchiato?"

Sanuar mengerjap cepat seiring debaran jantungnya yang ikut berdetak lebih cepat. Sialan! K-kenapa imut begitu ekspresinya?!

"I-iya! Gam-gampang itu mah!" Sanuar terdengar makin heboh. Padahal berada di dalam mobil yang ruangannya bahkan masih bisa dihitung dengan jumlah jengkal, tetapi lelaki itu selalu saja berseru dengan suara yang keras. "J-jadi di maafin?"

"Um!" Betari mengangguk antusias. Bayangan caramel macchiato jelas memenuhi isi kepalanya.

"Del," Sanuar memanggil. Saat mendapati Betari memberinya atensi penuh, ia meraih pulpen dari saku jaket kuningnya. Menyelipkannya di antara jari kelingking yang terulur dan jari manis yang menekuk. "Janji dulu," lanjutnya.

Betari mengernyit. Dalam hati sudah was-was bahwa ini akan menjadi soal janji makan dulu sebelum minum caramel macchiato. Duh, bukan apa. Kalau sudah makan betari tidak akan sanggup meminum minuman manis kesukaannya. Perutnya akan terlampau penuh nantinya. Dasar Kak Alpha licik!

"Janji apa?" kata Betari ketus.

"Janji kalo lagi ngambek jangan ngilang kayak kemaren lagi. Bales chat kakak, angkat telepon kakak. Jelasin, biar kakak ngerti. Jangan ngilang ... kakak ... kakak nggak suka jauh-jauh dari kamu."

Betari tertegun. Rasanya ada yang memukul-mukul dadanya dari dalam. Bertalu ribut hingga rasanya ingin teriak. Sederhananya, Betari bahagia. Maka dengan tanpa ragu, ia meraih ujung pulpen itu. Melingkarkan kelingkingnya di sana seraya berucap, "Janji."

⋆*┈┈┈┈﹤୨♡୧﹥ ┈┈┈┈*⋆
TBC

A/N

Kiiwweww ciyeee ciyeeee wkwkwkwk
Ayok sini laporan, apa yg kalian rasakan setelah baca chapter ini? 🤭

Natha baper sendiri nih pas nulis bagian akhir. pas baca ulang aja brasa gemes sndiri wkwk

Oh! Ajak temen2 kalian buat mampir ke sini jg ya, biar kita bisa gosipin kak alpha bareng2 wkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro