whyweeatthefoods.com

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Rasanya pasti aneh sekali jika sekarang seseorang tidak memiliki akun media sosial dalam hidup mereka. Seakan media sosial adalah hal yang sudah melekat dalam diri seseorang. Sehari saja tidak membuka Instagram pasti sudah banyak hal yang terlewat. Baik itu kabar-kabar teman yang dikenal maupun tidak.

Dengan internet dan media sosial ada banyak sekali manfaat dan kemudahan yang didapatkan hanya dengan sekali klik lewat ujung jari saja.

Hal itu pun yang dirasakan Kirana. Internet dan media sosial telah membantu dirinya selama dua tahun terakhir ini untuk membangun brand dirinya lewat sebuah website pribadi yang berfokus menceritakan sesuatu yang sangat ia suka. Makanan.

Bagi Kirana, makanan tidak hanya menjadi sebuah daftar yang harus dikonsumsi, melainkan sebuah cerita dan pengalaman sendiri yang membuat dirinya menjadi lebih memahami dirinya dan apa yang ia mau.

Ia merintis website pribadinya yang dibimbing oleh Nan yang memang bekerja di dunia digital.

Berawal dari hobi Kirana dan Nan yang suka mencoba makanan baru setiap akhir pekan, secara rutin Kirana mengunjungi banyak restoran dan tempat makan di sekitar rumahnya. Lalu merambah ke daerah-daerah lain di luar Cibinong dan Bogor. Jakarta pelan-pelan mereka datangi. Atau jika memang niat mereka berdua bahkan bisa pergi ke luar kota untuk mengunjungi tempat tersebut.

Selain itu, hobi fotografi Kirana pun turut membantu dalam mendokumentasikan menu-menu yang mampir di lidahnya dengan visual yang lebih menarik. Kirana mendedikasikan semuanya dengan begitu telaten di blognya.

Maka mengejutkan sekali ketika di suatu jam makan siang ketika Kirana, Riri, dan Randu sedang berkumpul bersama dan mereka berniat untuk memfollow akun media sosial masing-masing, Randu dengan santainya mengatakan bahwa ia tidak memiliki akun media sosial sama sekali.

"Elo serius?" tanya Kirana dengan tampang takjub setengah bingung.

"Nope. Berniat pun enggak," jawab Randu bangga.

"Alasannya adalah?" Kirana mendekatkan wajahnya ke arah Randu. Mencoba meneliti mimik Randu yang ia curigai sedang bercanda mengerjai dirinya.

"Ya menurut gue sih, kalau elo mau terhubung sama orang enggak perlu untuk melihat apa yang mereka lakukan setiap hari. Kayak sepenting apa sih gue tahu Riri ngapain aja seharian lewat insta story dia. Atau seperlu apa gue tahu Riri lagi ngerasain apa hari itu lewat tweet-tweet dia. Gue takutnya ketika tahu semuanya orang tersebut jadi enggak punya misteri lagi yang bikin gue penasaran. Karena semuanya jadi terlalu open book. Dan itu enggak seksi sama sekali," jawab Randu dengan ditutup kedipan mata ke arah Kirana.

"Kenapa harus bawa-bawa gue sih?" protes Riri yang masih sibuk dengan melihat satu persatu konten insta story yang ada di feedsnya.

"Tapi, gue enggak percaya elo enggak kepo nyari orang di medsos mereka. Pasti elo ada lah penasarannya dan sekali dua kali nyari info hingga ke detail paling kecil lewat internet. Medsos kan memang cara tercepat untuk menilai seseorang."

Kini wajah Kirana yang tampak jahil.

"Sederhananya gini deh. Gue bisa tahu Riri orangnya seperti apa cuma lewat foto-foto yang dia posting di Instagram dia."

"Kenapa gue lagi sih?" Riri makin protes ketika handphone di tangannya diambil alih oleh Kirana.

"Pertama, setiap sejam sekali Riri mengupdate insta storynya, entah hanya untuk memberitahu dia sedang mendengar lagu apa, atau makan apa, atau aktivitas-aktivitas kecil yang ia lakukan. Itu tandanya ia sedang mencari perhatian seseorang. Ia ingin mendapatkan balasan komentar atas apa yang sedang ia kerjakan."

"Kedua, dari foto-foto yang dia posting kebanyakan adalah foto-foto selfie dengan quote-quote yang enggak nyambung. Artinya...."

"Ya, dia emang kebanyakan kuota sama waktu aja," potong Randu asal.

"Sialan lo. Ya, karena gue suka kata-kata indah yang seindah muka gue aja." Riri mengibas rambutnya dengan bangga.

Randu langsung membuat mimik berpura-pura muntah.

"Terus, kalau elo enggak ada Instagram dan medsos apa pun. How do I know you?" tanya Kirana sambil memberikan potongan pie apple buatannya pada Randu.

"You can always ask. Always."

---

"Tapi, gue penasaran deh. Kenapa elo ngasih nama why we eat the foods?  Gue kalau jadi elo udah narsis banget pake nama dan muka gue. Gue tempel terus deh itu di dalam blog." 

Dengan lahap Riri mulai menghabisi sisa pie apple dalam kotak makanan Kirana.

"Entah ya. Dari awal gue sama kakak gue buat blog ini karena memang kita tertarik untuk melihat kisah lain dari sebuah makanan. Orang yang membuatnya lah, tradisi yang mengikat makanan tersebut, sampai bagaimana makanan itu bisa menghubungkan satu orang ke orang lain. Karena selain rasa, gue percaya makanan memiliki kekuatannya sendiri untuk membuat orang bahagia."

"Tapi, gue rasa elo perlu deh ngenalin diri elo. Seenggaknya, ngasih tau siapa elo sebagai pembuat blog itu. Jadi, pembaca enggak mikir ini cuma kayak website daftar makanan aja. Orang akan makin tertarik untuk tahu siapa sih seseorang yang memiliki hasrat paling besar akan bakso dan bawang goreng kayak elo."

"Gue takut terkenal ah. Nanti banyak yang naksir."

Riri langsung menoyor kepala Kirana, kemudian meninggalkan Randu dan Kirana untuk mengambil es teh manis yang dari tadi tidak sampai-sampai ke mejanya.

"Tapi, Riri ada benarnya juga. Gue rasa memang elo perlu untuk nonjolin diri elo sih. Hanya karena untuk menunjukkan bahwa itu adalah karya elo. Sebuah kepemilikan atas sesuatu yang elo suka."  Randu menatap Kirana, kali ini dengan serius.

"Elo punya bakat. Dan orang-orang perlu tahu itu."

Ada perasaan aneh yang menghinggapi dada Kirana. Tidak pernah ada sebelumnya orang-orang yang menganggap Kirana lebih dari seorang anak kecil di rumah yang tidak bisa apa-apa. Di mata dua orang ini Kirana seperti menjelma menjadi seseorang yang berarti.

Tiba-tiba sepotong suara dari Bob Dylan bersenandung merdu hadir mengisi keheningan mereka dari speaker handphone Kirana. Nama Dita pun muncul dari layar handphone tersebut.

Lay, lady, lay, lay across my big brass bed
Lay, lady, lay, lay across my big brass bed
Whatever colors you have in your mind, 

I'll show them to you and you'll see them shine.

"Bob Dylan, eh? Tua ya musik lo," tanya Randu sambil melanjutkan lagu tersebut.

Lay, lady, lay, lay across my big brass bed
Stay, lady, stay, stay with your man awhile

Kirana terkekeh melihat Randu menyanyi dengan gayanya yang dibuat-buat. 

"One thing I know for sure, do not ever fall in love with a girl who listen to Bob Dylan," Kini Kirana yang mengedipkan matanya.

"Karena?"

"Cuz it's gonna be a hard work to replace her."

Randu mengangguk penuh arti. 

"Gue angkat dulu ya. Dari teman SMP gue. Kalau telat diangkat suka ngambek dia."

Kirana bergegas mengangkat handphonenya dan meninggalkan Randu sendirian di meja. Mencoba mencari sedikit keheningan. Dalam diam Randu mengamati Kirana yang sedang tertawa dengan renyahnya dengan seseorang di balik telepon. Ada sejumput perasaan dalam dirinya untuk merasakan kehangatan yang sama. Memiliki sebuah senyum hanya untuk dirinya sendiri. 

Semua perasaan itu ragu-ragu ia simpan untuk dirinya sendiri yang entah kapan akan ia tanyakan pada Kirana.

---

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro