12. Dark

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Seokjin sampai di rumah sakit satu jam setelahnya. Agak tidak tega untuk membangunkan Hyunjin yang tertidur karena menangis terus-menerus, tapi ponselnya bergetar dan itu adalah pertanda mendesak.

"Hyunjin, kita sudah sampai." Seokjin akhirnya mengguncang pelan tubuh adik perempuan itu. Dia perlahan membuka matanya dan kembali lirih dengan suara yang serak.

"Oppa, Jungkook-ku mana?" Seokjin buru-buru menangkan Hyunjin yang hampir jatuh ketika keluar dari mobilnya. Hati Seokjin jelas tersayat, dia tidak pernah menduga pemandangan ini. Selain itu, dia juga khawatir dengan kondisi kandungan Hyunjin.

"Kau tunggu di ruanganku sebentar, aku ada urusan terkait pemindahan pasien. Ingat, kau hanya boleh melihat Jungkook saat sedang bersamaku."

Hyunjin ingin memberontak, tapi tubuhnya menolak semua itu karena dia langsung terduduk di sofa ruangan Seokjin setelah sampai. Meluruskan kakinya dan kembali menangis sambil mengelus perutnya sesekali—menenangkan jagoannya yang bergerak gelisah di dalam sana.

Sementara Seokjin, pria itu langsung menuju emergency room dengan langkah besar-besar dan terburu. Menuju tempat tidur paling ujung, dimana luka di kepala Jungkook sedang dibersihkan oleh seorang bruder. Seokjin sempat mengernyitkan dahinya, postur tubuh yang tak asing dengan sudut mata persegi panjang kecil dan murung.

Sadar akan diperhatikan, pria itu menoleh, dengan tangan canggung yang sedang memegang bongkahan kapas penuh darah. Kedua netra mereka bertemu. Yang ditatap oleh Seokjin sadar bahwa keberadaannya sangat mencurigakan dan asing, buru-buru menurunkan masker hijau yang menutup hampir tiga perempat wajah putih berkeringatnya.

"K-kau?"

~~

Kim Taehyung memilih untuk terdiam dan menikmati kecupan angin di balkon. Info yang didapatkan tadi seharusnya membuatnya senang dan merasa lega. Namun, yang dirasakan justru sebaliknya. Ada perasaan aneh yang mengganjal dan untuk pertama kalinya dia khawatir dengan seorang wanita.

Bukan Choi Minji, ataupun Nyonya Kim sebagai ibunya.

Seorang Kim Taehyung khawatir dengan seseorang yang bahkan tidak diketahui siapa namanya. Dia khawatir terhadap wanita yang sedang mengandung anak dari mantan kekasihnya. Sungguh ironis, tapi itu adalah sebuah kenyataan. Kim Taehyung mencoba menghilangkan perasaan itu dengan meneguk wine yang sejak tadi mengisi sela jemarinya.

"Sajangnim, maaf mengganggu. Ini berkas yang anda inginkan beberapa hari yang lalu," sekertarisnya yang merupakan Choi Minji menyeruak masuk ke balkon rumahnya membawa surat kontrak kerja sama dengan agensi entertain yang baru. Taehyung menoleh dan mengambil berkas itu, dengan senyum yang merekah.

"Terima kasih, kau bekerja dengan sangat baik, Minji-ya."

"Kalau tidak ada yang diperlukan lagi saya—" tangan Minji digenggam oleh Taehyung, menuntut untuk menerima segelas wine yang sudah terlanjur di tuang. Minji meletakkan kembali gelas wine dengan kasar, tak peduli dengan cairan ungu yang sedikit tumpah membasahi lantai balkon. Kim Taehyung mengernyit tak mengerti. Dia tidak terbiasa dengan sebuah penolakan.

"Kau... sampai kapan kau akan bersikap seperti ini, Kim Taehyung?"

"Apa maksudmu?"

Choi Minji terkekeh tak percaya. Rasanya dia ingin menampar wajah Taehyung saat itu karena dia sudah tahu fakta mengesalkan yang membuatnya tak bisa hidup dengan tenang belakangan ini.

"Apa yang kau lakukan dengan seseorang bernama Jimin itu?"

Taehyung menyeringai, menyesap wine-nya lagi lalu memandang Minji.

"Kau tidak usah tahu tentang Jimin dan apa yang aku lakukan dengannya. Itu bukan urusanmu."

Minji tergelak, dia benci akan kenyataan yang dia hadapi saat ini. Bahwa dia mencintai pria kejam seperti Kim Taehyung dan merasa khawatir tehadap pria yang bahkan masa bodo akan perhatiannya. Minji tahu, semua ini akibat dari perlakuan orangtua nya yang tidak memerhatikan Taehyung, terlalu sibuk dengan urusannya sendiri sehingga mengabaikan anaknya.

Minji juga tahu, beberapa kali Taehyung menjalin hubungan dengan seorang pria, tapi sayangnya dia tidak pernah tahu siapa saja orang itu. Untuk urusan percintaan, Taehyung sangat apik menjaganya. Mungkin mengingat image-nya sebagai kepala perusahaan, jadi dia harus berhati-hati. Namun, Minji tidak tahu semua itu akan menuntun Taehyung menjadi kotor seperti ini. Dia merasa benci dengan fakta yang diketahuinya, sampai-sampai rasanya ingin sekali dia hilang ingatan.

"Kau, sedang merencanakan pembunuhan dengan seseorang kan?"

Taehyung membola, tenggorokannya merasakan sensasi terbakar dan tercekat dalam waktu yang hampir sama. Dia hanya mematung tanpa lepas memandang kedua bola mata Minji yang bergetar dan mulai menciptakan bulir bening yang mengaliri wajahnya.

"Kenapa kau diam? Aku benar, kan?"

Kim Taehyung ingin memeluk Minji, tapi gadis itu menolak. Disaat-saat seperti ini, dia tak butuh pelukan. Dia hanya perlu pengakuan sekaligus penjelasan dari Taehyung. Namun, Taehyung tak kunjung bicara dan Minji akhirnya pergi dan menyimpukan sendiri jawaban yang sangat memungkinkan keluar dari labium pria yang dicintainya itu.

~

Seokjin berdiri di ruang rawat vvip, tempat paling rahasia, karena tidak sembarangan orang mempunyai akses ke lantai ini. Lantai teratas ini biasa dipakai oleh beberapa pejabat yang tak ingin diketahui keberadaannya, atau bisa juga menyembunyikan seseorang yang menjadi target pembunuhan.

Seperti Jeon Jungkook, misalnya.

Seokjin membenarkan letak selimut itu, wajah Jungkook penuh luka jahitan, apalagi di kepala dan kalau dia belum sadar juga, dia harus di operasi. Setelah itu, Seokjin melirik seorang pria yang mematung menatap kondisi Jungkook. Tak jelas apa yang dirasakannya, karena Seokjin hanya melihat wajah datar dalam kepucatan pria itu.

"Jadi, kenapa kau mendadak menginginkan semua ini?" Seokjin berusaha menjaga nada suaranya agar tidak tersulut emosi. Namun, mengetahui fakta bahwa pria didepannya lah yang menyebabkan ini semua, Seokjin rasanya tak bisa diam dan merasa baik-baik saja.

"Aku sudah bilang berulang kali, ini cara terbaik agar Jungkook tetap selamat dari kejaran pria bernama Kim Taehyung."

Seokjin menjadi tidak sabar, meraih kerah baju Jimin dan melayangkan sebuah pukulan ke wajah Jimin. Pria itu tentu diam saja, ini sudah pantas di dapatkannya. Malahan seharusnya dia bersyukur karena Seokjin tidak membeberkan ini semua ke pihak kepolisian atau paling tidak menghabisi Jimin sehingga pria itu setidaknya sama menderita dengan Jungkook. Seokjin menghela napas dengan keras, meraup wajahnya yang frustasi lalu kembali menatap Jimin lagi.

"Lalu, apa yang harus kita lakukan lagi setelah ini? Kau yakin ini cara terbaik?"

Jimin mengangguk. "Tentu saja, tapi aku akan terus butuh bantuanmu dan kita harus bergerak cepat. Kau tidak tahu seperti apa Kim—sialan—Taehyung itu."

Seokjin melirik Jungkook lagi. Gips di kedua tangan dan kaki serta luka di wajah membuatnya tak terlihat seperti Jungkook lagi. Dengan mantap, Seokjin lalu mengangguk perlahan.

"Baiklah, ayo kita laksanakan!"

~

TBC





Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro